Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Obsesi pada Orang Asing, Elite pun Begitu

23 Januari 2021   16:09 Diperbarui: 23 Januari 2021   16:16 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Gaya feodal dengan hirarkhis kaku sangat terasa, terutama Jawa. Bagaimana pejabat, asing apalagi itu memiliki kedudukan yang istimewa. Peran pembentukan masyarakat model ini sangat kuat berpengaruh hingga hari ini. Diperparah dengan konsep-konsep agama pun asing semua. Wajar kemudian orang menjadi krisis identitas.

Bung Karno pernah mengatakan, kalau jadi Islam ya jangan jadi Arab, mau jadi Hindu ya jangan jadi India, mau jadi Kristen ya jangan jadi Barat. Hal yang secara esensial mau menjadikan negeri ini memiliki jati diri yang kuat dengan tetap memiliki agama yang sama kuatnya.

Sejatinya agama dan budaya setempat tidak ada yang konflik, namun pemaksaan oleh sekelomok orang yang memang fundamentalislah yang merusak harmoni itu. Ingat ini soal cara beragama bukan agamanya.

Pendidikan

Pendidikan juga berperan dengan memberikan muatan bahasa asing yang kadang diberi porsi, perhatian, dan pengakuan berbeda. Lihat saja nilai Bahasa Indonesia bagus, kalau Bahasa Inggris jelek tidak akan  mendapatkan pujian semestinya.

Dunia pendidikan ikut berperan. Pola pikir itu terbentuk dalam pendidikan, selain dalam keluarga tentunya. Nah insan pendidikan yang perlu mendapatkan pemahaman dan kesadaran terlebih dahulu untuk mengubah hal ini.

Sosial Budaya

Lihat saja penamaan kawasan wisata, okelah karena demi menarik wisatawan asing. Apa urgensinya dengan kawasan hunian. Perumahan demi perumahan pasti menggunakan kata asingnya. Biasanya  Inggris, kini beberapa dengan kata Arab. Seolah biasa saja.  Padahal ini adalah hal yang prinsip.

Judul-judul tulisan, buku, novel, pun kalau tidak kebarat-baratan juga kearab-araban. Berbeda jika itu adalah jurnal ilmiah untuk internasional.

Jangan lupa, tuh dalam sepak bola. Kelasnya masih lokal, yang nonton juga orang Indonesia, namun menggunakan kata-kata asing, red card, coach, padahal  padan kata dalam bahasa Indonesia juga ada dan dulu juga biasa saja diucapkan.

Jadi, wajar saja kalau orang kemudian menjadi gagap ketika berhadapan dengan orang asing. Apa yang asing sudah tertanam dalam benak pasti baik, lebih benar, dan asyik, serta modern. Padahal belum tentu demikian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun