Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengapa Gatot Nurmantyo?

18 Oktober 2020   13:33 Diperbarui: 18 Oktober 2020   13:42 775
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mengapa Gatot Nurmantyo?

Perihal KAMI itu bumbu dan konsekuensi atas hidup demokrasi. Semua mendapatkan jaminan atas apapun oleh UU dan UUD  bahkan. Pro dan kontra, ada yang sinis atau memuji itu hak demokrasi. Tafsir dan akhirnya adalah moral atau etik yang akan membedakan. Waktu yang memberikan bukti mana yang seharusnya ada dan mana yang tidak.

Mau dinilai buruk atau jelek, namanya alam demokrasi, toh ada pula pendukung dan pemujanya. Sekali lagi ini soal alam demokrasi, masih belajar pula. Semua harus dilalui sebagai sebuah proses. Hal yang tidak patut dan layak itu, ketika memaksakan kehendak dan menerapkan standart sendiri bagi pihak lain. Orang atau kelompok harus setuju, mau mengikuti pendapatnya, kalau tidak dianggap musuh.

Keberadaan KAMI hal yang masih dalam koridor demokrasi, pantas atau tidak itu silakan dimaknai sendiri. Sepanjang aksi dan katanya perjuangannya itu banyak yang menilai positif, mengapa tidak? Beberapa kali memang melanggar protokol kesehatan, dan itu berarti tanda-tanda yang tidak semestinya.

Jika memang bertujuan baik dan mulai, tentu tidak akan membahayakan siapapun. Risiko dipikirkan dan dijalani yang paling minim. Benar mereka deklarasi dan kemudian demo itu hak, jangan lupa ada kewajiban menjaga kesehatan dan kehidupan pihak lain. Hak dikedepankan abai kewajiban, artinya apa? Sumangga dimaknai.  Hidup dan kesehatan lho mana lebih penting? Ketika seremoni bisa daring pula.

Itu keberadaan KAMI, kini coba mencermati salah satu elit dan deklarator KAMI, Gatot Nurmantyo, ada beberapa hal menarik yang layak dicermati,

Pertama, inkonsistensi atas sikap dan pernyataannya. Ada beberapa hal yang saling kontradiksi di dalam sikap dan ucapannya. Mendukung demo penolakan atas UU Ciptakerja pada awal bulan. Namun pada tengah bulan, ketika banyak pengurus KAMI ditangkap kemudian buru-buru mengatakan UU Ciptakerja adalah UU yang sangat mulia. Lha kalau mulia mengapa harus didemo untuk ditolak?

Inkonsistensi berikutnya, masih berkaitan dengan penangkapan tokoh KAMI, ketika banyak tersebar ledekan atau meme Gatot ke mana, atau Gatot kabur, ia menuju Bareskrim dan sempat bersitegang di sana. Tidak lama kemudian ia mengatakan, jangan khawatir,  mereka adalah pejuang, bukan karbitan. Jangan kasihani mereka, ini adalah konsekuensi yang telah dipikirkan masak-masak.

Ah yang bener, lha mengapa banyak tudingan dan desakan untuk membebaskan juga tidak mendapatkan teguran, atau menyatakan, biar saja mereka, itu adalah konsekuensi logis atas perjuangan.

Paling ideal lagi, jika ia berani mengatakan, tidak ada prajurit salah, yang ada adalah jenderal atau komandan yang keliru. Berani atau tidak? Jika ia, jempol lima untuk Anda. Itu baru perjuangan dan itu adalah ksatria unggulan.

Kedua, tidak berlebihan jika menggunakan ungkapan perjuangan dengan menggunakan berbagai-bagai isu yang terjadi. Apa yang  katanya perjuangan itu masih sumir, ketika tema yang diusung berubah, sesuai keadaan. September dengan komunis dan PKI. Ini pun inkonsistensi telahia buat. Bagaimana ia sebagai panglima TNI tidak ada sekalipun bunyi komunis berkumandang. Lha apa komunis dan PKI lahir usai ia pensiun? Hayo, coba cerna.

Eh usai 30 September berubah menjadi isu UU Cipta Kerja. Artinya, apa sih yang mau diperjuangkan, mau diubah atas negeri ini? Jika  memang benar membenahi negara, banyak kog keprihatinan yang mengerak, ada korupsi, terorisme dan radikalisme, intoleransi yang makin merebak, atau penegakan hukum yang tidak jelas.

Itu jelas, gamblang, dan ada di sekitar kita. Malah mengungkit-ungkit hal yang tidak konkret. Membuat keadaan tidak pasti, padahal ada kehendak baik di sana. Mau oposan toh bukan juga partai politik.

Sebenarnya menggunakan tema apapun untuk mendongkrak nama di kancah politik itu sah-sah saja. Satu yang pasti, jangan dengan mengorbankan pihak lain, mau anak buah atau rival politik. Model berpolitik ala kepiting, menginjak yang kecil demi naik dan menarik yang mau keluar kog seolah biasa saja.

Apa buktinya? Tuh dalam semua aksi demo dan deklarasi juga mengatakan keadaan negara ini buruk. Lha tunjukkan di mana buruknya, bukan asal mengatakan buruk. Mirisnya hal yang benar-benar jelek malah tidak dikatakan dan diurus, kan aneh.

Fakta menginjak yang kecil, anak buah dan rekannya yang ditangkap itu kan sebenarnya bisa ia gantikan. Jangan berdalih bukan lagi tentara lho ya. Kalau tidak ada prajurit salah, ya coba lakukan. atau hanya menjadi slogan agar prajurit tidak takut?

Ini semua memang cara, sarana untuk menjadi. Bisa diterima akal ketika politikus itu mempergunakan segala cara untuk menang. Mau baik atau kurang baik, tetapi ketika itu sudah mengorbankan anak buah, atau munafik, susah melihatnya bisa bertindak dengan baik pula di dalam mengelola negeri ini.

Pemerintahan itu pasti ada kelemahan, itu yang perlu menjadi perhatian untuk dibenahi. Lha ini masalah utama saja malah tidak dibicarakan, malah merusak yang sedang ditata dengan relatif baik, masih dalam rel yang semestinya.

Apa ya pantas dipercaya jika demikian? Melihat persoalan hanya dengan kaca mata kepentingan

Terima kasih dan Salam

Susy Haryawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun