Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi Butuh Mourinho dan Pertahanan Gerendel ala Italiano

5 Juni 2020   14:59 Diperbarui: 5 Juni 2020   15:10 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Nah ketika itu adalah pendukung pemerintah, kalau tidak dikatakan sebagai pemuja nabi, paling-paling tudingan buzzer. Beberapa hal yang layak dilihat, apalagi ketika ada pernyataan presiden tidak mau menertibkan buzzer dan pendukungnya.

Pertama, elit dan LSM berbagai wajahnya itu ribet dan ribut terus. Kapan bangsa ini bisa tenang membangun. Energi terlalu  banyak terkuras untuk merespons bunyi gak jelas para pelaku ribut ini. pelakunya ya itu-itu saja, semua juga paham kog. Kelaparan.

Kedua, memang selama ini elit terutama parpol dan anggota dewan, pun kabinet diam seribu bahasa jika ada upaya "serangan" kepada Jokowi. Mau sebagai presiden atau sebagai pribadi sekalipun. Mereka seolah mana duli. Toh Jokowi juga tidak peduli.

Berbeda ketika era SBY, menteri pasti akan koor membela apapun demi SBY benar. Elit partai ada Ruhut, almarhum Sutan Batugana, pun menteri-menteri lain akan ikut "membentengi" SBY. Mana selama ini itu ada untuk Jokowi? Tidak ada sama sekali.

Ketiga, ketika ada pembelaan karena perilaku dan jalan laku pemerintahan yang baik, kemudian ramai-ramai dikatakan sebagai pemuja. Ini membela pekerjaan baik, bukan para orangnya sebagai pribadi. Kadang memang juga membela pribadi tetapi berdasar juga karena kualitas, bukan soal suka atau tidak.

Keempat, buzzer, lha untuk apas ih menggunakan buzzer di tengah pemerintahan. Untuk apa perlu menggaungkan nama wong sudah menang pemilihan, dan tidak lagi butuh menang. Aneh dan lucu. Kurang tepat konteks pelabelan ini.

Kelima, mungkin saja ada orang yang mencari uang dengan cara demikian. Sah-sah saja, mengapa tidak, ketika yang menghujat juga dana hidupnya tidak jelas, mengapa ketika mendukung kemudian tidak boleh. Come on, gaya Pak Beye, fairlah, jangan model mendua, dan munafik. Kalau diri sendiri sebagai penegak demokrasi, eh pihak lain dituding buzzer.

Keenam, banyak pendukung yang membela tanpa dapat apa-apa. "Berkelahi" dan dijadikan bulan-bulanan  baik dunia maya atau nyata itu sangat banyak. Jika itu adalah buzzer, keuntungannya sebagai pribadi apa? Wong malah bisa saja susah, misalnya bertikai dengan rekannya.

Jauh lebih baik hilangkan sekat, tidak usah saling tuding dan kadang juga menjadi pelaku. Miris selama ini malah seperti maling teriak maling. Orang kentut yang menuding sebelahnya yang berbuat. Sudahlah sama sama tahu kog, tidak usah merasa lebih demokratis dari pada yang lain. jika membela pemenang sah pemilu dituding sebagai buzzer dan mengganggu, lah buat apa ada konstitusi?

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun