Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sekolah Tiga Hari ala Seto Mulyadi dan Kendalanya

5 Desember 2019   14:28 Diperbarui: 5 Desember 2019   14:44 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sekolah itu yang ideal jelas heterogen, kecuali kekhususan lho ya, jangan paksa seminari atau pesantren menerima agama lain juga. Toh seminari ada yang menggabungkan dengan sekolah umum agar perkembangan psikolgisnya lebih ideal. Ada dinamika lebih dari anak-anak heterogen, teoleran, tegar, dan kadang ngawur juga jiwa anak dan remaja itu penting.

Alasan kedua yang dikemukakan Seto adalah waktu lebih banyak dengan keluarga, beneran demikian?

Ketika sekejap mengajar saya heran, murid-murid itu tidak segera pulang. Ternyata mereka di rumah sendirian, dijemput orang tuanya usai jam kerja ortu. Yang ortunya di rumah pun demikian. Mereka meyakini di sekolah jauh lebih aman dan baik-baik saja. Padahal belum tentu juga, siapa yang menjadi pengawas mereka usai jam sekolah bukan?

Nitip ke sekolah seolah menjadi solusi jitu. Ada anak di kelas itu maunya keluar atau pulang saja, pulang bukan dalam arti pulang ke rumah, namun keluar kelas, untuk hanya duduk-duduk, bahkan ada yang nonton film porno. Ini fakta, sekolah heterogen dalam banyak sisi, tidak HS yang pasti.

Di rumah yakin orang tua bisa "mengendalikan" anak-anak seperti peserta HS? Apa yang kira-kira dilakukan di rumah? Nonton TV jelas utama, selain main HP. Televisi yang juga konvensional beneran yakin memberikan pendidikan yang ideal? Ketika menjual kemewahan, hedonisme, azab yang kadang lebay, pertikaian artis dan politik. Itu yang akan mendidik anak-anak bangsa ini.

Sebagai sebuah ide atau gagasan setuju saja, namun apakah sudah melakukan penelitian dengan jauh lebih luas dengan pendidikan sebagai seluruh anak bangsa. Latar belakang di atas tentu sangat susah menjadikan sekolah tiga hari. Orang tua saja kewalahan dengan dirinya apalagi mendidik yang berkaitan dengan kognisi.

Sedikit heran, Seto sepertinya perlu aqua melihat lontaran gagasan dengan minim data seperti itu. kebebasan peserta didik dalam arti sekolah yang menyenangkan, tidak bisa digebyah uyah begitu saja dengan parameter yang sangat minim. Tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya sekolah tiga hari itu jika benar-benar dilakukan.

Ada beberapa daerah dan suku mungkin bisa bekerja di ladang, sawah, atau kebun, namun apakah itu juga terjadi di perkotaan dan ekonomi menengah. Masih terlalu jauh daripada banyak persoalan pendidikan laainny untuk dilakukan pengajian lebih dulu.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun