Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Tutut, AHY, Gibran, dan Tapak Jalan Politik Mereka

24 Oktober 2019   19:01 Diperbarui: 25 Oktober 2019   04:56 2257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Setkab via Tribunnews

Partai menjadi alat bagi klan SBY untuk kekuasaan dan kemudian diturunkan kepada sang anak. Jangan kaget ketika era modern demikian, orang jelas sudah enggan melihat anak dibawa-bawa dan menjadi wayang sang bapak. Kegagalan di DKI, nyapres, dan kini menteri pun sejatinya pelajaran berharga, khususnya bagi SBY.

Gibran dan Jokowi
Dalam salah satu buku tentang Jokowi, ia berkisah bahwa keluarga terutama Gibran awalnya sangat berat memberikan persetujuan untuk maju Pilwakot Solo dulu. Dan kini Gibran malah mengikuti jejak yang sama.

Gibran sudah sukses menempa diri dalam bisnis dan juga menjadikan dirinya populer dalam dunia maya. Dua modal dasar yang sudah ada dan itu cukup untuk pemilihan langsung.

"Kekusutan" pencalonan Gibran ini susah diyakini tanpa adanya campur tangan Jokowi atau Rudy. Seperti ada kesengajaan untuk pendidikan dan pembinaan agar Gibran menapaki jalan politik dengan cara yang normal. Ada hambatan dan penolakan juga. Pada akhirnya ia harus jatuh bangun mencari jalan untuk menuju apa yang ia inginkan.

Cukup berbeda dengan dua anak presiden lain, yang mempersiapkan diri saja tidak. Lihat Gibran jelas ditolak DPC Solo dengan alasan sangat jelas dan harga mati. 

Memang ada jalan lain, yaitu langsung di tangan Ketum PDI-P, Mega. Dan itu diupayakan sendiri.  Gampang kok Jokowi jika memang mau "memaksakan" Gibran lolos. 

Rudy selain wali kota dan ketua DPC, juga adalah yang "menemukan" Jokowi. Tahu dengan baik, dan juga bersahabat. Jika mau jelas tinggal telpon, titip sejak lama. Ini sih lebih cenderung drama.

Jalan lainnya yaitu memasukan Gibran dalam partai, misalnya PDI-P di Solo, atau di mana toh, sangat mungkin. Namun Jokowi memiliki jalan yang berbeda. Gibran menjadi anggota pun kartu anggota sementara, kalau tidak salah. Padahal sangat mungkin partai apapun akan menerima calon tenar.

Berbagai kalangan menyayangkan Gibran masuk gelanggang politik praktis langsung, ketika Jokowi menjabat presiden. Cukup berbeda dengan anak presiden atau pejabat lainnya. Dia bukan orang partai politik. Bukan elite partai baik daerah apalagi pusat. Bukan juga "pemilik" partai apa-apa.

Popularitas dan prestasinya memang menggoda parpol untuk mengajaknya dalam pilkada yang mengandalkan popularitas semata. Dan apa susahnya  membawa orang sudah tenar untuk bisa menang. Lihat pola parpol memang demikian.

Pendidikan politik antara Jokowi dengan dua presiden lain ini yang patut dicermati, sehingga tidak langsung menyematkan dinasti politik. Apa salahnya dinasti jika itu karena usaha keras, mau mengupayakan, dan berjuang dengan sungguh-sungguh. Ada proses, bukan langsung tiba-tiba jadi pengurus elite dan tidak pernah tahu kiprahnya, hanya saat pemilihan saja ada di sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun