Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

DPR: Kalau Djarum Tulus, Ganti Nama, Politik dalam Drama PB Djarum

10 September 2019   09:46 Diperbarui: 10 September 2019   09:48 1032
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Entah mengapa demikian panjangnya soal PB Djarum pamit dalam mengadakan audisi.  Berbagai kajian diketengahkan kemarin, baik dari sisi prestasi, olah raga, dan ada juga bisnis, dan seterusnya. Kali ini khusus berbicara politis. Mengapa? Karena beberapa politikus dan lembaga politik toh juga berbicara.

Menpora.

Cukup lucu ketika ia berbicara dalam media sosial mengenai tidak ada ekspolitasi anak, seyogyanya lanjut. Lha ke mana Pak selama ini, sehingga Djarum dikatakan Seto Mulyadi kayak anak kecil ngambeg.  Kan lucu, ketika Menpora yang memiliki tanggung jawab, dan akan dihujat nantinya jika tepok bulu ini mundur, malah berbicara ketika PB Djarum sudah menutup pintu.

Atau menteri kaget Djarum bertindak demikian tegas, dan kemudian kementriannya yang akan menanggung akibat sangat besar? Ini bukan pembicaraan tiba-tiba kog. Dan pembelaan bahwa tidak ada ekspolitasi anak terdengar lemah, seolah tidak berdaya.

Apa iya kementrian dan komisi itu tidak bisa berbicara baik-baik, holistik, dan tentunya menepikan kepentingan lain yang tidak signifikan? Lepas dari polemik ini rokok, karya sosial, atau olah raga. Kemenpora berbicara soal olah raga dan kepemudaan tentunya. Jelas kog jika mau, dari pada ribet di media sosial.

Menteri PPA

Menteri yang menyatakan bahwa ada eksploitasi anak. Lagi-lagi jatuh pada pembicaraan terbatas dan tidak luas. Dalam konteks pembinaan olah raga, di mana pun di dunia tetap saja dari usaia kanak-kanak. Wah jangan-jangan anak nanti tidak boleh sekolah, kan memaksakan anak. Ingat anak tetap senang main dari pada sekolah lho. Tetap saja pendidikan dan pembinaan akan menggunakan paradigma pemaksaan.

Lha memang hanya ajang audisi Djarum yang melakukan pembinaan dari usia dini? Ke mana ketika ada anak-anak ikut meledakan diri, itu bukan ekspolitasi anak? Bisa dilihat di sini

https://www.kompasiana.com/paulodenoven/5afc26d9f13344427b086a03/cerpen-minggu-pagi-13-mei-dua-keluarga-mempersiapkan-diri-menuju-surga?page=all

mereka, keempatnya anak-anak. Dua tidak tahu apa-apa, dua dipaksa orang tuanya mungkin, toh almarhum masih anak-anak, kedua orang tuanya pun banyak terlibat. Mosok hanya Djarum yang terkena dampak an vonis begitu telak, eksploitasi anak.

Lihat pula sinetron, ajang model, atau idola ini dan itu. Tidak kurang-kurang banyak an kadang lebih parah. Atau politisasi anak-anak. Baik yang hanya dibawa, atau hanya ikut, namun ada pula yang berteriak-teriak dengan bahasa kekerasan? Apa karena takut melawan tirani kekuatan mayoritas kemudian diam?

Anggota Dewan

Cukup lucu dan ya begitulah. Kalau Djarum tulus, ganti saja nama yayasannya. Benar dan bagus, Cuma untuk orang yang paham sepenggal masalah.

Beberapa hal patut dilihat lebih jauh.

Bedakan PT Djarum, Djarum Foundation, dan PB Djarum. Seolah campur aduk, dan sangat mungkin juga memang campur aduk, demi iklan dan jualan. Itu sangat mungkin. Namun menjadi hal yang aneh dan lucu ketika dengan mudah meminta yayasan berganti nama.

Pertama ini soal kepemilikan, pemilik Djarum tentu bangga jika nama yang ia miliki dan legendaris itu selalu berkibar. Soal nama orang bisa sangat fanatik. Jangan bicara pujangga Timur Tengah, apa arti sebuah nama.

Memang akan mudah diterima pasar jika tiba-tiba berganti. Ingat para Kners tentu paham bagaimana menulis di K dan blog pribadi atau blog lainnya. keterbacaan jauh di bawah jika bukan di K dengan isi sama dan penulis sama. Ini soal brand. Mereka ada yuzu, ada blibli, toh itu perlu waktu.

Beberapa pembicaraan juga mengatakan kalau Djarum sudah mau menanggalkan atribut yang ditengarai itu adalah merujuk pada rokok, toh ditolak. Artinya bukan lagi soal nama dan logo, ada lain yang dimaui pihak yang menolak penggantian Djarum.

Mengatakan kalau tulus, ini bagus. Kalau dewan juga tulus bekerja, silakan kurangi malingannya dan ambil alih tugas Djarum. Bangsa ini kaya raya kog, hanya karena ketamakan elit saja akhirnya banyak kebobrokan demi kebobrokan, termasuk dalam dunia olah raga. Silakan anggota dewan jangan menuntut orang tulus, silakan kalian juga tulus.

Seto Mulyadi

Djarum kayak anak kecil, ngambeg. Lucu lagi komentar ini, harusnya ia berkomentar sisi di mana ia ahli, yaitu anak-anak. Malah mengolok Djarum yang ada pada posisi "kalah." Mereka ini pada posisi mengeluarkan dana, susah payah, dan ketika dinyatakan melakukan eksploitasi anak dan menurut kog malah dinyatakan ngambeg. Jelas tidak pada ranah yang tepat.

Artikel ini bukan membela Djarum, toh mereka juga untuk dengan polemik ini. Mereka juga  lebih untung lagi karena jelas tidak perlu banyak beaya untuk audisi, hanya maumempersoalkan ketika orang-orang politik jauh lebih riuh rendah pada ranah yang salah. Kini Djarum sudah menutup peluang, ya ciptakan peluang baru sebagai solusi bagi perbulutangkisan.

Soal eksploitasi anak, jika memang demikian, ya lakukan pada bidang yang lain, jangan hanya pada tepok bulu dan Djarum saja. Apa di PB lain tidak ada, atau di SSB apa itu tua semua, atau pada dunia selain olah raga.

Mengenai rokok bolehlah kalau memang itu melanggar hukum. Tapi apakah perokok menjadi berkurang dan juga tidak ada keterlibatan pihak asing dalam persoalan rokok dan tembakau? Tentu ini soal lain dan bisa menjadi artikel berbeda.

Saatnya para pemangku kepentingan membatu Susy Susanti yang akan tambah repot. Jangan malah membebani dengan target dan lupa pembinaan. Ini akan sangat susah ke depannya. Belum ada yang bisa sebesar dan setulus Djarum.  Apa si dewan juga setulus itu, patut dinantikan, jangan hanya menghimbau, lakukan.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun