Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kisah Misteri Rawa Pening dan Sekitarnya

5 September 2019   10:18 Diperbarui: 5 September 2019   21:01 2118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kisah Misteri Rawa Pening dan Sekitarnya

Kisah ini dari mulut kedua dan seterusnya. Tidak ada yang asli pengalaman pribadi. Jadi soal kesahihan, bukan jaminan, karena toh cerita dan yang mengalami pihak lain. Bisa berbeda persepsi atau juga ada yang kurang atau lebih dalam menuturkannya.

Kampung saya termasuk salah satu "pemilik" Rawa Pening, kalau di desa kami menyebutnya mbalong, banyak nelayan dan penjual ikan, dari mujair, gabus, dan sejenisnya, telor ikan wader termasuk favorit.

Tidak sampai satu kilo meter dari rumah ke tepi air rawa, dulu dua puluhan tahun. Kini dari tepi desa ke tanah yang masih bisa diinjak lebih dari satu kilo meter. Cukup jauh menjorok daratannya. 

Kisah mistisnya tentu tidak lepas dari legenda Baru Klinting dengan lidi saktinya. Toh banyak kisah yang hanya mitos, ataupun kisah lebay yang sangat bisa terjadi, antara fiksi dan faktual tentunya kadarnya sangat tergantung persepsi dan keyakinan masing-masing.

Paling mengerikan dan cukup bisa diyakini karena pengalaman kakak kandung. Suatu surup, sore ia sedang demam. Tiba-tiba ada yang datang dan bertanya, kog suntrutmen Le? Kog sedihmen Nak?

Iya, rezeki sedang susah.

Gampang, au saya beri ikan, besar dan enak.

Mboten, kula mboten doyan. Tidak mau, saya tidak doyan. Kakak memang tidak doyan ikan karena dulu pernah mblenger, ketipu penjual ikan busuk yang membuatnya tidak doyan makan ikan.

Kalau gak mau ikan, bebek ya, kamu kan suka bebek.

Tidak.

Satu kandang lho.

Mboten. Tidak mau.

Ya sudah sapi ya, kamu kan suka dan pengin banget sapi kan, impianmu sejak lama kan? Desakan makin menghebat.

Tidak.

Ya sudah kalau kamu berubah pikiran embah tunggu di.....suatu tempat yang jelas kami tahu. Kamu hebat, kalau orang lain sejak tawaran pertama sudah diambil.

Kakak saya ajak ke sana malah ngamuk, ngawur katanya. Ia ingat pas kegiatan agama dan dia ingat terus soal siksa neraka yang tidak mau ia alami.

Kisah kedua, du orang bapak muda, yang sedang berupaya menaikan taraf hidupnya lebih baik. Mereka pergi ke seorang tua dan disarankan ke mbalong, di sana mereka dijam dengan dua ikan. Satu bapak memakan dengan lahap dan satunya melihat kalau itu adalah anaknya.

Pulang ke rumah, bapak yang menyantap ikan, anaknya demam dan beberapa waktu kemudian meninggal.

Si bapak yang melihat ikan itu anaknya baik-baik saja anaknya, dan ekonominya tetap tidak berubah. Berbeda dengan yang satunya yang langsung mendapatkan banyak rezeki. Keadaan rumah tangga yang jauh lebih baik bahkan meningkat pesat.

Kisah ketiga, cerita dalang, dalang level desa, kampung, bukan kelas Manteb atau Anom Surata, tanggapan level desa, dia menyelesaikan aksinya dan pulang dengan bayaran berupa emas lempengan, dengan pesan untuk tidak menengok ke belakang.

Klasik, ternyat emas batangan itu hanya kunyit. Ini entah kisah abal-abal atau asli, karena toh melimpah kisah yang seperti ini.

Ini bukan Rawa Pening, namun kisah sekitar mbalong. Ponakan ini cewe tapi pemberani. Nah pas U-19 era Evan Dimas, ia dari rumahnya kisaran 300 m dari rumah, ikut nonton siaran langsung, ada temannya nonton dengan saya. Nah rumahnya ke rumah itu harus lewat persawahan.

Ia berangkat magrib kan pertandingan pukul 19. Dia lari sambil lari masuk rumah, sambil ngos-ngosan ia bercerita ada pocong di pohon kelengkeng di lokasi sekolah.

Usai pertandingan dia mau saya antar tidak mau, ngapain Om, biar saja toh hanya pocongan, menakutkan juga orang mabuk. Padahal sudah pukul 23.   Malah jadi kepikiran kalau lewat pohon itu pas pulang atau berangkat tahlilan.  Ternyata ponakan lain juga mengatakan pengalaman yang sama di tempat itu. halaaaaah.

Kisah lain, anak kecil, digendong ibunya pulang dari rumah tengah malam. Ada kerjaan di rumah. Ibu, bau ikan asing bakarnya enak. Lha anak ini bilang enak, emaknya lari terbirit-birit. Tempat yang sama oleh tiga orang, juga waktu kecil saya melihat kelurga dengan wujud dua dimensi duduk bertiga. Emak-anak-bapak, tapi pipih.

Pengalaman orang lain lagi, masih sekitaran Rawa Pening, saat lagi-lagi surup, ada bapak yang pulang menjemput anaknya usai kerja di pabrik entah anaknya lembur atau apa, yang jelas si bapak pulan sendirian, tapi banyak orang melihat ia memboncengkan pocongan.

Ketika tetangga bertanya, si bapak mengatakan, ia dia itu sering sendenan bersandar di tebing makam. Makam kampung itu memang tinggi dan ada dinding batunya. Ada empat makam era Majapahit juga.

Kisah-kisah lebih horor cenderung didengar pihak luar, kata mereka, kami tidak mendengar karena cucu dari Mbah Mbalong, jadi aman. Jarang ada yang tenggelam di Rawa Pening orang sekitar, pendatang, baik pemancing atau orang yang terpelet kebanyakan yang menjadi korban.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun