Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Prabowo Menggali Lubang Kekalahannya Sendiri

18 Mei 2019   08:27 Diperbarui: 19 Mei 2019   13:36 1585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemilih makin cerdas, sadar, dan pemerintah juga menangani isu-isu sektarian, fundamentalis dengan masif, akhirnya dalam pemilu gagal. Padahal begitu banyak istilah dan sebutan biasa diganti berbau Arab, ingat Arab bukan Islam, jangan nanti ngamuk menista agama lho ya. Bedakan Islam dan Arab. Mendadak santri, mendadak ulama, rekoendasi ulama bisa berubah-ubah seseuai kepentingan Prabowo.

Hal itu direspon dengan baik di lebih banyak tempat, orang menjadi jenuh dan enggan bersentuhan karena narasi keagamaan namun munafik jauh sebelum itu telah ada separasi partai Allah dan partai setan, dan itu justru bedah bumi, membuka galian kubur pertama kali. Makin ke sini makin parah bukan makin baik.

Narasi dan wacana negatif, pesimis, dan sejenisnya saja yang diulang-ulang. Bagaimana orang tidak bosan dan enggan ketika tempe setipis ATM dimentahkan dengan baik dan mudah, bukannya berubah malah makin menjadi, dan dibawa ke panggung debat lagi. Luar biasa bebal.

Oposisi yang dibangun di parlemen juga malah memberikan angin buruk makin dalam galian kuburnya sendiri. Tidak ada prestasi berarti, selain perseteruan Zon dan menteri, dan itu justru yang disukai masyarakat yang dijadikan bahan katanya kritik itu. Apalagi jika berbicara jauh lebih awali denga KMP dan KIH.

Barisan yang ada, termasuk dalam media sosial, di dalamnya juga Kompasiana, banyak pengikut dan pendukungnya jelas kepala batu, percaya dengan pemiikiran sendiri, intimidasi yang berbeda. Memangnya semudah itu membuat perubahan pola pikir dan pilihan. Ingat pemilih bangsa ini cenderung fanatis, bukan program dan gagasan besar. Apalagi opini dan narasinya dilihat orangnya saja sudah akan ketahuan oh ini.

Usai pemilu pun lebih parah, bukannya meneduhkan malah menebarkan ketakutan dengan people power, tolak hasil pemilu, KPU curang, MK jalur sia-sia, dan pokoknya Prabowo kudu menang, apanya yang membuat yakin kemenangan itu, ketika satu pun tidak ada fakta penguat untuk itu.


Belum lagi satu demi satu klaim itu terbantahkan. Makin lucu dan aneh-aneh saja data dan fakta yang dibawa itu bukan yang semestinya. Makin ke sini makin tidak jelas arahnya.

Padahal, di awal-awal pemerintahan Prabowo sudah bersikap ksatria, hadir, menghormat, dan mengucapkan salam dengan gagah sebagai capres yang menghadiri rekannya yang dilantik. Ini respons positif dan bagus, usai betapa kekanak-kanakannya elit politi bangsa ini  berkaitan dengan suksesi.

Kunjungan dengan naik kuda bersama dalam kasus genting 2016, atau sebelumnya juga berdialog sebagai dua terbaik anak bangsa, sebagai presiden dan calon presiden yang dengan jiwa besar menyumbangkan gagasan besarnya, namun hanya dalam moment-moment khusus saja, tidak sepanjang tahun demokrasi demikian.

Jika kini benar ke luar negeri,  padahal pengumuman pun belum, usai rekan-rekannya yang ngotot menang pun masuk bui dan pergi, makin jelas ia menggali kubur sendiri. Padahal jika mau mendengarkan orang lain sedikit saja, 2024 masih bisa. Rivalnya tidak ada lagi yang setanggug Jokowi. Sayang pilihannya adalah itu.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun