Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Kampanye 02 di GBK, Kali ini Saya Sepakat dengan SBY

7 April 2019   09:54 Diperbarui: 7 April 2019   10:03 4463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kampanye  02 di GBK, Kali ini Saya Sepakat dengan SBY

Jarang saya menulis sepakat dengan pemikiran SBY, namun kali  ini saya sepakat dan menyetujuinya. SBY dari Singapura mengatakan kalau kampanye 02 ini lebih terkesan eksklusif dan berbeda dengan nada dasar dari sebuah kampanye. Kampanye pada esensinya harus terbuka, inklusif, dan menerima semua di dalam satu panggung.

Pernyataannya mengapa baru rilis dalam waktu yang demikian mepet? Ini adalah upaya untuk menarik emilih untuk melihat Demokrat lho nasionalis sejati, bukan memanfaatkan aksi agama dan ibadah sebagai bagian dari politik. Sangat mungkin karena posisi Demokrat yang jauh dari lingkaran hiruk pikuk kampanye dan pemilu kali ini.

Isu dan jawaban atas fenomena cukup cerdik dari SBY tentu sangat penting. Orang mejadi terhenyak dan menyadari ada yang tidak semestinya di sana. Jelas ini bukan sebuah kesalahan, namun sebuah tindakan yang tidak bijaksana.

Cukup menarik adalah ketika kemarin ada meme, kampanye di mesjid ibadah di Monas, lebaran di TPS, kog tidak enak lihatnya, namun jelas terpampang begitu. Politik identitas makin jelas ditampilkan, namun selalu saja berkelit merasa paling nasionalis dan paling benar.

Apa yang dinyatakan SBY ada benarnya, dengan beberapa hal yang patut kita lihat;

Kampanye adalah gawe demokrasi, benar caranya macam-macam, namun ketika berangkat dari ibadah, ada dua yang diciderai. Pertama agama itu sendiri, bagaimana mungkin memuja Allah di dalam aksi ibadah, namun hatinya juga berpikir kemenangan yang tidak jarang menggunakan cara yang tidak patut.

Kedua, jelas bangsa dan negara ini. Jelas tidak akan menjadi masalah jika yang melakukan itu adalah PKS, P3, atau PKB, lha ini ada Gerindra yang menyatakan diri nasionalis. Susah bisa diterima nalar.

Ingat ini bukan soal ibadahnya yang diulas, namun bagaimana pemanfaatkan ibadah sebagai sarana kampanye. Jelas ini sudah tidak pada tempatnya. Menurunkan kualitas agama dan ibadah itu sendiri malahan.

Jangan sampai nanti demi mengedepankan kesetaraan, Misa, Kebaktian, atau lainnya juga digunakan untuk itu. Jelas tidak akan mungkin Gereja mengizinkan, namun bahwa potensi melanggar jauh lebih kuat lagi.

Jangan salahkan ketika agama lain menjadi seolah anak tiri dan tidak diharapkan dalam koalisi 02. Karena perilaku elitnya sendiri yang memilih sejak awal. Jangan pula menuding dan marah ketika ada komunitas yang berbicara keras soal pilihan kampanye model ini.

Marah ketika ada tudingan setuju dengan Prabowo pendukung HTI dan fundamentalis, namun cara-cara yang dipakai toh tidak jauh-jauh dari itu.  Pemakaian dan politisasi agama.

 Bangsa ini bangsa berdasar Bhineka Tunggal Ika, sebagaimana SBY nyatakan, jadi kampanye juga harus inklusif, berdasar keberagaman, bukan hanya sektarian, meskipun itu adalah paling banyak anggota masyarakatnya.

Dikotomi dan separasi jelas terlihat di sana, di mana kampanye sudah memberikan porsi  khusus, jangan salahkan kalau agama lain yang tidak merasa terakomodasi menjadi cemas, jangan-jangan kebebasan beragama akan makin susah. Ingat bagaimana Bantul dan pembakaran salib makam yang baru terjadi.

Jangan pula dijawab ibu dan adik kami atau pendidikan kami juga plural, preeeet, omong kosong semata. Tidak ada jaminan ketika pilihan berbeda dengan ucapan selama ini.

SBYdengan khasnya mengaku mantan capres  mantan presiden tidak suka rakyat dibelah dengan propancasila dan prokilafah, namun melakukannya pada detik terakhir, buat apa? Selain hanya  mau mendapatkan simpati terlambat dari sebagian pemilih nasionalis. Ini jelas bukan bagi bangsa dan negara.

Pernyataan SBY berikutnya soal sikap kepada rakyat untuk saling membenci dan memusuhi jelas sangat telat dan terlambat parah. Bagaimana perilaku Andi Arie, Ferdinand, Arief P dan sejenisnya yang dengan mudah menuding, memaki, dan menyatakan pernyataan tidak berdasar itu, diam saja. Bagaimana orang percaya pada model pemimpin demikian.

Menggaungkan lagi masa lalunya sebagai pemimpin yang toh tidak berbuat apa-apa. Artinya ya jelas bukan pemimpin partai politik yang patut dijadikan contoh dan kemudian dipilih di kemudian hari.

Menyikapi tindakan intoleransi saja semua diam kog, bagaimana perilaku elit mereka pun demikian, apalagi aksi kampanye demikian? Sepakat dengan keprihatinan SBY kali ini, namun secara umum sama sekali tidak ada manfaatnya karena toh menjelang terjadi dan akhirnya terjadi.

Basa-basi kepentingan sendiri, dan bagi koalisi 02 sudah jelas ke mana arah perjuangannya. Tudingan selama ini makin terbukti, dan itu adalah jelas bukan pilihan untuk mendapatkan kepercayaan untuk periode mendatang.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun