Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi, Jalan Tol, dan Tutut Ratu Jalan Tol Orde Baru

22 Desember 2018   17:00 Diperbarui: 22 Desember 2018   17:18 790
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Akhir tahun ini  presiden sedang panen peresmian jalan tol. Cukup memuaskan apa yang diresmikan bukan hanya di Jawa,  ini pembeda cukup siginifikan. Pembangunan  ada di kawasan lain, tidak semata di Jawa. Wajar, jika Jakarta-Surabaya akhirnya bisa tersambung dengan jalan tol semua.

Beberapa tanggapan dan komentar miring memang mengandung kebenaran, meskipun separo benar, dan separonya salah. Salah satu komentar  oleh banyak elit yang mengaku oposisi itu, rakyat tidak makan beton, infrastruktur, dan sejenisnya. Memang benar, rakyat Indonesia semua manusia dan sedang tidak main debus.

Jawaban cukup bijak disampaikan Menteri Luhut yang mengatakan, benar rakyat tidak makan jalan dan itu masih perlu diperjelas, namun dengan adanya jalan tol, harga pangan bisa lebih terjangkau. Jalanan yang rusak, akses lama dan  banyak kendala menjadi tidak efektif. Pangan bisa rusak di jalan atau menjadi sangat mahal karena distribusi dan ekspedisi yang mahal. Konsumen yang menanggung itu semua.

Ada juga komentar jika infrastruktur itu kewajiban pemerintah, bukan wujud prestasi. Ini sebagian juga benarnya. Toh pemerintah-pemerintah yang lalu tidak secepat ini. Apalagi jika dibandingkan dengan era-era yang lampau. Pemikiran positif juga boleh menjawab keraguan dan pernyataan bahwa ini bukan prestasi, paling tidak ada dua hal yang patut diperjelas sehingga rakyat tidak sumir atas komentar demikian.

Adanya banyak proyek mangkrak selama ini, ada yang bahkan sejak Orde Baru hingga silih berganti tidak jalan. Kemauan keras pemerintah dengan jajaran toh bisa selesai. Jika berbicara kendala semua akan jadi kendala, ketika yakin akan hasil, akan terbuka jalan, dan itu benar terjadi.

Pembangunan kali ini, bukan semata di Jawa atau Bali saja. Termasuk hingga Sumatera dan juga Sulawesi. Jadi ingat teman dari Kalimantan, sakit pas di jalan ada kereta api, langsung semangat dan segar karena takjub melihat kereta api. Pembangunan yang menyeluruh ini berbeda dengan model pembangunan penjajah yang hanya mengeruk kekayaan di mana paling menguntungkan. Pemerintah lampau pun belum ada yang berani demikian.

Perbedaan cukup signifikan juga mengenai keberadaan jalan tol. Di masa Orde Baru, orientasinya adalah keuntungan finalsial pengelolaan jalan tol. Artinya, bahwa dibangunnya jalan tol bukan demi pemerataan pembangunan, apalagi harga-harga yang relatif terjangkau secara merata, pun bukan demi akses lebih lancar dalam arti tidak macet. Jauh dari ide ideal tersebut.

Pembangunan jlan tol dari presiden ke presiden, dapat dilihat seperti ini, Pak Harto memulai pembangunan jalan tol pada tahun '78 dengan tol Jagorawi sepanjang 46 km. Dilanjutkan kemudian selama 20 tahun berikutnya dengan total panjang 490 km.

Pemerintahan Habibie yang hanya sangat singkat dan masa transisi sangat wajar jika berkontribusi sepanjang 7, 2 km. Pemerintahan Gus Dur juga masa belum stabil dan cukup singkat menyumbang 5,5 km. Era kepemimpinan Megawati, menyumbang 34 km.

SBY yang memerintah selama dua periode atau sepuluh tahun cukup panjang pembangunanya dengan 212 km. Jokowi yang memang memberikan prioritas pada pembangunan infrastruktur memberikan sumbangsih sepanjang 671 km, hingga akhir Desember 2018. Masih ada sekitar sepuluh bulan pemerintahan ini, bukan tidak mungkin masih akan menambah panjang jalan tol yang masih bisa dikebut, untuk satu periode pemerintahan tentu.

Sebenarnya masing-masing presiden toh tidak sepenuhnya membangun sepanjang itu juga, ada kesinambungan dari pemerintah-pemerintah sebelum-sebelumnya. Jika "panenan" panjang jalan tol ada pada Jokowi itu adalah kerja keras dan kemauan kuat untuk membangun. Melepaskan kendala yang ada dan menemukan solusi di tengah cibiran dari oposisi yang memang enggan berpikir cerdas.

Tutut Soeharto Si Ratu Jalan Tol.

Jalan tol era Orba yang hanya berkutat di Jawa sebagian besar di dalam pembangunannya melibatkan anak-anak dari Cendana. Paling banyak adalah Tutut. Dalam sebuah acara ia mengatakan usaha kerasnya bukan karena katabelece sang bapak yang presiden dan penguasa tunggal itu. Apa iya demikian?

Layak dilihat secara jernih pernyataan itu, bagaimana kinerja mereka (anak-anak Cendana bermain bisnis).

Apa iya, ada menteri, apalagi selevel gubernur di Jakarta waktu itu yang berani menolak sodoran proposal dari perusahaan milik Tutut?  Sangat tidak mungkin, di mana waktu itu, menteri meskipun tidak pernah ada resuffle toh kekuasaan mutlak ada di tangan presiden. Paling-paling tidak akan diajak rapat dan pekerjaan dialihkan ke menteri lain. Menteri hanya nama saja, asal tidak ada pergantian di tengah jalan.

Apalagi level gubernur yang dipilih oleh DPRD yang semua anggotanya atas restu dan rekomendasi Soeharto, si bapak. Mana berani mereka menolak. Para  pejabat malah akan dengan suka rela membantu memberikan pelayanan terbaik.

Pembebasan lahan jangan pernah menjadi kendala era itu. Semua sudah akan mulus, tanpa ada halangan. Sering pernyataan ganti rugi yang tidak seberapa karena banyaknya sunatan di sana-sini. Rakyat jelas tidak berdaya dengan represi pemerintah dan pengawalnya. Militer bisa ikut turun waktu itu.

Jargon demi pembangunan, jagoan era pembangunan ala Soeharto. Siapa melawan, bahkan mempertahankan haknya, bisa bahaya dengan adanya pasal subversif.  Siapa yang berani dengan pasal  itu. Menakutkan dan bisa berabe sampai tujuh turunan. Ini serius, pengetahuan bagi generasi 90-an ke sini, yang hendak dibombardir dengan era "emas" sepuhan Orde Baru.

Pasal subversif ini mirip-mirip dengan hantu PKI yang jelas sangat menakutkan dan traumatis. Jika tidak percaya tanyakan pada generasi 50-an yang jelas masih sangat kuat dan jernih ingatannya, mumpung belum pikun dan banyak lupa. Sangat serius tuduhan ini, jangan heran nantinya pun ujung-ujungnya nenek moyangnya PKI akan disematkan, dan masa depan runyam.

Penyokong utama menciptakan "teror" bagi rakyat jelas militer. Genggaman tangan Soeharto dalam militer jelas sangat kuat. Tradisi,  birokratis, dan  hirarkhis mudah dikendalikan hanya satu tangan oleh orang bernama Soeharto. Masuklah semua bagian militer ke pemerintahan hingga desa.

Militer masuk ke mana-mana. Membebaskan lahan paling mudah jelas orang berbadan tegap, potongan cepak, dan sangat efesien. Semalam saja kampung itu akan bisa dipastikan kosong. Senyap, cepat, dan hasil memuaskan penguasa.

Pemerintahan baik pusat dan daerah hingga desa adalah militer. Hanya camat yang bukan militer, benar-benar birokrat karir. Toh tidak ada daya karena adanya koramil di sana.  Muspika, muspida, adalah alat kontrol Soeharto dalam segala hal hingga ke desa-desa.

Bintara akan masuk dan menyalonkan diri jadi kepala desa, dan pasti akan menang. Tidak ada militer kalah, soal bagaimana caranya terserah. Padahal desa adalah pemilihan langsung, pesta rakyat sesungguhnya. Ada calon dari desa lain sekalipun kalau tentara pasti jadi.

Melati dua akan menjadi bupati atau walikota. Hampir seluruh bupati atau walikota adalah tentara dan amat sedikit polisi. Pun hanya angkatan darat. Jangan harap angkatan laut atau udara ada kesempatan. Ada fraksi ABRI di DPR-D I-II apalagi DPR RI. Seperlima anggota dewan jelas diangkat Soeharto dan atas restunya. Apapun keputusan adalah Soeharto.

Bintang dua angkatan darat akan mendapatkan posisi gubernur. Kolonel dan bintang satu akan menjadi anggota dewan daerah tingkat satu, Fraksi ABRI. Apa yang di luar kendali Soeharto kalau begitu coba?  Bintang tiga dan empat jelas menjadi menteri, ketua lembaga tinggi dan tertinggi negara.

Dua gambaran militeristik dan kendali pembangunan fisik pada anak Soeharto itu sisi lain Orde Baru yang selama ini tidak pernah disebut-sebut oleh Titiek Soeharto yang hendak menghidupkan lagi Orde Baru bagi pemerintahan mendatang jika koalisinya menang.

Ilustrasi pembangunan dan alasan jelas berbeda dan mana yang lebih baik. Pemilih jelas diberikan sajian dengan gamblang.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun