Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Media Jadi Sasaran Usai 212 dan Chanel 8 Prabowo

5 Desember 2018   17:31 Diperbarui: 5 Desember 2018   17:44 1339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menarik, ternyata Prabowo begitu meradangnya dengan media. Usai memboikot Metro TV, kini jengkel  karena peristiwa akbar 212 ternyata sepi dari perhatian media. Prabowo tidak sendirian di dalam kejengkelannya, mungkin malah sudah sangat jengkel, tokoh lain pun demikian. Wajarlah, kegiatan yang dipandang sebagai strategis untuk menarik massa dan "kampanye" gratis itu jauh dari harapan.

Liputan yang dinilai minim, tidak menjadi artikel utama oleh media besar negeri ini, eh kisah-kisah minir jauh lebih menguasai pemberitaan dan pembicaraan.  Salah satu yang paling heboh adalah mengenai klaim dan bantahan jumlah kehadiran. Ada yang iseng menghitung luasan kawasan Monas dan sekitarnya, dibandingkan dengan luasan orang membutuhkan untuk bisa duduk atau berdiri dengan nyaman. Wajar saja, namanya alam demokrasi.

Atau fokus malah kesalahan Prabowo yang menyebut Nabi Muhamad di dalam pdatonya. Jelas ini bisa berefek ke mana-mana karena mereka pernah melakukan itu ketika Jokowi menyebut dengan lafal adat hariannya. Kesalahan bukan karena lafal atau dialeg.

Jauh hari sebelumnya juga lebih menghiasi media  kecenderungan  memberitakan  pro-kontra kegiatan ini, banyaknya tokoh utama yang dulu menjadi punggawa dan kini malah mundur dan bahkan ada yang sudah pada posisi berseberangan. Bagaimana penilaian tokoh ini dan itu, bagaimana tanggapan mereka mellihat rencana reuni 212.

Awal saja sudah memang dinilai sudah tidak ada apa-apanya dengan kegiatan ini, mau kegiatan agama, relasional atau silaturahmi,  pun kurang mendapatkan simpati. Masih banyak cara dan jalan lain yang lebih baik dan lebih relevan. Pandangan jika itu lebih nuansa politis praktis lebih mengemuka dan menggejala.

Sebenarnya Prabowo dan kawan-kawan tidak perlu kaget, jengkel, marah, dan mengatakan media tidak meliput mereka, merusak demokrasi, dan sejenisnya. Konsekuensi logis sebenarnya ketika memang sejak awal lebih cenderung kontroversial daripada hal  yang esensial, media juga susah mau mengupasnya.

Jika benar memang itu kegiatan keagamaan, bukan politis, keempat kandidat diundang semua, dan dari sana bisa menilai mana lebih baik dan menghormati kegiatan dan kebersamaan itu. Ketika menggunakan undangan, yang tidak diundang jelas tidak datang. Mereka bukan jalangkung masalahnya.

Ada kekeliruan sejak awal mengenai undangan dan kegiatan itu seperti apa pada dasarnya. Jelas lebih berupa kampanye, yang lagi-lagi pun ditolak untuk mengakui. Kembali munafik dalam perilaku yang mengaku kegiatan agama.

Pelaksanaan pun ternyata memang aroma kampanye lebih kuat. Di mana satu koalisi semua hadir, dan koalisi lain sama sekali tidak ada. Susah menyangkal lagi, bahwa akhirnya adalah "kampanye" terselubung.  Mau membantah sangat susah.

Seruan ganti presiden dan adanya ceramah dengan video mengenai hal yang sama. Materi kampanye jelas tersaji karena menawarkan salah satu kandidat dan jangan memilih kandidat lain dengan berbagai argumennya. Ini kampanye.

Chanel 08 dan Prabowo

Aksi 212 menjadi puncak kejengkelan Prabowo atas media. Bagaimana mereka merasa bahwa media terutama televisi itu "ada" pada pihak lain. Cukup menarik apa yang ia katakan mengenai media ini.

Berkata kepada para pendengar sekaligus pemilihnya ia mengatakan, kalian harus urunan beli parabola, chanel satelit, harus membeli parabola, agar bisa menikmati acaranya dan berita yang benar. 

Beberapa hal yang menarik adalah sebagai berikut.

Apa yang dinyatakan itu gambaran hidup mewahnya, mahalnya hidup rakyat bukan menjadi ukuran, demi ia didengar, dilihat, dan dipuja di dalam saluran yang ia angan-angankan itu. Televisi berbayar itu tidak semua orang menikmati, namun dengan entengnya ia menyebut kalian urunan untuk membeli parabola. Lha katanya hidup pas-pasan, masih harus menyumbang demi ia pilpres, kemudian membeli lagi parabola.

Paradoks dan menegasi kamapnye sebelumnya menjadi kebiasaan Prabowo dan koalisi ternyata. Jelas murah bagi Prabowo uang Rp. 100.000,00 untuk membeli parabola, namun 99% rakyat pas-pasan itu banyak banget.  Pemilihnya kaya berarti bukan?

Pernyataan berikutnya, agar mendengar berita yang benar. Ada dua makna yang sangat mendasar dan penting untuk dilihat lagi. Pertama mengenai yang benar itu chanel rancangan mereka  dan jika bukan media itu berarti tidak benar. Kedua reputasi mereka selama ini dengan kebohongan dan hoax yang tidak pernah berhenti.

Pertama, saluran 08, jelas eksklusif, hanya mereka yang  terlibat, berita mereka produksi, mereka salurkan, dan mereka nikmati sendiri.  Mungkin agak tendesius, jika demikian akan ada cuci otak masif yang tidak akan bisa diketahui umum. Tema yang ada hanya menjelek-jelekan lawan yang tidak berdasar dan memberikan pujian dan dukungan membabi buta pada calon sendiri.

Hal ini sudah terjadi di dalam kelompok percakapan tim pemenangan mereka. Hal yang sangat mudah bocor karena mereka  menawarkan dengan sangat bebas. Ketika ada tanggapan yang berbeda akan dilabeli sebagai cebong dan siap-siap ditendang keluar, padahal belum tentu juga demikian.

Kecenderungan mereka akan meyakini apa yang menurut mereka benar dan dikatakan oleh elit mereka pasti benar. Ketika ada bantahan yang tidak jarang itu lebih benar, mereka tidak terima. Ini sangat menakutkan.

Kedua, mendapatkan berita yang benar. Jika demikian asumsinya adalah berita selama ini salah. Boleh saja jika pola pikirnya demikian. Namun menakutkan lagi  adalah justru mereka yang biasa memproduksi kebohongan, berita separo data, dan hoax yang selalu dijadikan virak dan disetujui dengan membabi buta, ketika terkuak jurus mudahnya akan ngeles, dan kalau sudah terpojok, minta maaf.

Melihat apa yang mereka keluhkan, apa yang mereka rencanakan, tidak berlebihan jika itu hanya sebuah upaya menutup diri dari kenyataan. Mau menjadi katak dalam tempurung yang merasa melompat mengatasi dan menyudul langit, padahal hanya batok di atas kepalanya yang sangat rendah.

Pengikut dan pemilih militan yang membabi buta sangat mudah dimasuki info separo data, cuci otak dengan gampang, sangat mengerikan karena keterbatasan mereka.  Ini hanya keluguan massa yang dimanfaatkan elit malas upaya dan usaha keras mengejar ketertinggalan mereka.

Lagi dan lagi, duplikasi ala Trump memusuhi media. Dan ini sudah dilakukan, kemudian mendapatkan momentum lebih dengan aksi 212 yang sepi peliputan dan pemberitaan.  Susah juga jika calon pemimpin sudah memaksakan kehendak demikian.

Pola pendekatan Trump di Amerika yang lebih cenderung kontroversial juga akan diikuti oleh Prabowo jika menang. Pengalaman DKI jangan menutup mata karena alasan primordialisme.  Ini peringatan dengan fakta yang sudah jelas dan banyak.

Melihat  kejengkelan Prabowo, apakah tidak mungkin pembredelan media  tidak akan terjadi? Pemuja akan melaju meskipun salah, dan yang melakukan apa yang seharusnya namun tidak menyenangkan siap-siap bubar jalan.

Melihat perilaku ugal-ugalan ala Prabowo justru patut kita syukuri, memperlihatkan untuk tidak dipilih dan memperlihatkan cerminan ketika menjadi penguasa akan seperti apa. Belum  memerintah saja sudah demikian arogan dan menjadikan dirinya fokus dan kebenaran, bagaimana jika sudah memiliki kuasa dan kekuasaan?

Terima kasih dan salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun