Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Demokrasi Mati Suri

7 September 2018   09:00 Diperbarui: 7 September 2018   09:10 808
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Benar infrastruktur tidak membuat kenyang secara langsung. Ingat ada kata langsung, namun dengan lancarnya distribusi dan transportasi itu membuat kesejahteraan dan keadilan merata di mana-mana.

Pilkada serentak bisa terjadi di negara yang besarnya baik geografis, etnis, budaya, dan bahasanya ini, coba bayangkan kalau seperti kata kelompok para pengeluh ini. Pemilihan bisa berjalan dengan relatif baik, berjalan dengan lancar, dan  gejolak yang tidak seberapa. Bandingkan negara lain yang tidak sekompleks bangsa ini, namun bisa berdarah-darah di dalam melakukan suksesi, apakah ini yang maui mereka?

Jangan semata-mata menyalahkan pemerintah, dengan mengabaikan perilaku abai, pemerintahan yang justru totaliter di masa lalu. Ingat 32 tahun sudah mengerak, kemudian tiba-tiba menjadi reformis dan demokratis, beneran demikian. belum lagi sepuluh tahun pemerintahan autopilot yang hendak menyenangkan semua pihak itu. Keadaan ini tidak sesederhana membalikkan tangan, karakter birokrasi lamban, mentalitas priyayi, yang masih demikian kuat, itu proses.

Kekurangan, keadaan yang belum banyak perubahan, masalah di sana-sini itu tugas bersama, jangan merasa bahwa karena bukan bagian pemerintah kemudian membuat itu seolah-olah bukan tanggung jawab mereka. 

Namanya "oposisi" meskipun sejatinya tidak ada dalam sistem presidensial, toh faktanya ada, mereka harus membangun legeslatif yang solid, bermartabat, dan berkualitas. 

Toh sama-sama diketahui bagaimana mereka menyandera "kekuasaan" parlemen dengan perilaku ugal-ugalan, dan mereka merusak keadaan Senayan. Parlemen paling buruk sepanjang sejarah bangsa ini. kuantitas saja rendah apalagi kualitas. Prosentase kehadiran makin rendah belum lagi maling berdasi yang masih saja menghiasi prestasi KPK.


Demokrasi itu bukan hanya kata atau wacana, namun sikap batin, perilaku, dan karakter hidup berbangsa. Bagaimana bisa melihat perbedaan sebagai sebentuk permusuhan namun megaku demokrasi, ketika diberitahu dan dibenarkan menuduh sebagai persekusi dan penistaan.

Mengaku beragama namun tidak malu untuk melakukan kebohongan, menebar fitnah dan membutarbalikan fakta, menggerutu atas kebaikan dan kebenaran. Agama itu gaya hidup, bukan semata kalimat suci yang dihapalkan, namun tidak diamalkan. Bagaimana bisa  memilih pemimpin yang bisa bermuka dua demikian?

Pemilu itu bukan memilih yang terbaik, namun memilih untuk menyingkirkan yang jahat untuk bisa berkuasa. Pilihan yang perlu kejernihan budi dan hati agar tidak terkelabuhi oleh persepsi-persepsi yang dibangun oleh politikus minim prestasi banyak bunyi.

Bangsa ini bangsa besar, potensi yang tidak main-main, namun terlalu lama dikuasai politikus tamak dan penakut. Saatnya maju di dalam harapan yang sudah mulai mekar ini.

Terima kasih dan salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun