Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Perancis Menang Jokowi Melenggang

16 Juli 2018   09:23 Diperbarui: 16 Juli 2018   09:37 697
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Perancis menang semalam, judul tidak perlu ditambahi tanda tanya (?), karena ini hanya ikut alur pikir beberapa pihak sejak gelaran piala dunia yang banyak membuat kejutan. Boleh-boleh saja mau menggunakan itu sebagai inspirasi, sebagai sebentuk indikasi, dipandang sebagai isyarat, atau perang urat syaraf. Tapi apakah hal itu benar dalam arti sangat berkaitan dan ada pengaruhnya?

Kala Jerman kalah oleh Korea Selatan, ada sesepuh yang langsung girang alang kepalang seolah pilpres juga akan demikian. Rasa-rasanya  ini adalah memotivasi diri, ke dalam diri yang minder dan merasa besar. Sama sekali tidak ada kaitan antara upaya tidak kenal lelah Korea Selatan dengan pihak yang menyamakan diri dengan Korea Selatan, atau mati kutunya Jerman dan blunder Nuer terhadap penyalonan Jokowi.

Menjelang final memang Kroasia banyak didukung oleh "kubu" minder ini untuk mendapatkan kekuatan batin yang sama sekali sebenarnya tidak banyak pengaruh pada penganut politik nalar. Bagaimana tidak jika Kroasia menang berharap ada angin perubahan. Perubahan macam apa yang diinginkan, mundur ke belakang dengan hidup bernegara yang sebebas-bebasnya, pelanggaran hukum merajalela, melihat reputasinya di pemerintahan yang masih seumur jagung namun mengembalikan angin pengab ke kawasan yang sudah mulai mengalami kemajuan. Siapa dia, bisa dicari sendiri di internet.

Eh ada juga yang menyatakan jika Perancis menang artinya sebagai isyarat kalau incumbent akan bisa menang, sebaliknya, jika Kroasia yang menang, incumbent akan ada indikasi kalah. Mosok sesederhana itu yang menjadi buah pikir para elit ini. Sama sekali  tidak memberikan indikasi apa-apa. Tidak ada kaitan apapun dengan keberadaan final piala dunia di Rusia itu.

Dengan tiga harapan, pernyataan, dan idaman tersebut, dan ternyata ketiganya kalah, apakah dengan demikian, incumben, Jokowi, dan pilpres sudah pasti menetapkan presidennya tetap pada Jokowi? Jelas saja tidak. Sama sekali belum memberikan bukti yang sahih itu semua memberikan indikasi, sama sekali tidak ada.

Jauh lebih realistis adalah jika pilkada serentak kemarin memberikan indikasi siapa ke depannya yang akan menjadi presiden di gelaran pilihan presiden berikut. Pun ini masih perlu lagi dilihat dengan pemetaan, indikator, dan kondisi lainnya, tidak mesti daerah A menang pasti caloan X yang jadi, atau partai Z kalah di banyak tempat pasti akan membuat kekalahan sosok yang diusung. Tidak sesederhana itu, menentukan pun belum sepenuhnya.

Piala dunia di Rusia, yang bertanding di final adalah Perancis yang juara dan Kroasia yang susah payah menyerang malah kalah. Itu fakta. Pilpres hingga detik ini baru satu kandidat jelas, pun wakil masih meraba-raba, sisi lain, capres masih tarik ulur, pun wakilnya jelas masih jauh banget bisa diprediksikan. Soal fakta saja masih belum sebanding, apalagi yang beraroma asumsi.

Penentukan pemenang presiden itu jelas pemilih atau bangsa Indonesia, indikasi itu model orang kalut, politikus jempolan akan berbicara soal kalkulasi. Apalagi indikasinya jauh dari yang berkaitan. 

Lha yang berjuang mati-matian Korea Selatan kog, mau ikut menang. Coba bayangkan apa iya, yang pegal-pegal karena bertanding orang Korea, orang Yogja ikut merasakan pegalnya, beda kali kalau orang Yogja itu jalan kaki ke Jakarta misalnya itu sebanding. Mosok politikus tidak pernah bicara kalkulasi politik, hanya bicara indikasi bola, asumsi kemenangan karena adanya tim kuat dikalahkan tim lemah.

Itu hanya pelipur lara atas keputusasaan karena tidak melihat celah menang, kemudian tersadar, oh iya, Jerman siapa sangka bisa dikalahkan Korea dengan dramatis lagi.  Artinya itu hanya soal memotovasi diri untuk menjadi lebih baik sendiri, bukan indikasi akan mendapatkan kemenangan.

Kemenangan itu harus diperjuangkan, direbut, dilakukan dengan penuh perhitungan. Melihat indikasi-indikasi yang jauh dari kaitannya. Jangan-jangan nanti ada kejadian lain lagi dikaitkan dengan itu. Haduh kasihan Minke, Budi Utama, dan bapak bangsa yang bersusah payah mengajak bangsa ini melek politik, malah oleh elit bangsa modern ini dibawa balik ke zaman batu, batunya pun malah lebih tidak berdasar. Dulu orang menilik akan turun hujan dengan pedoman yang jelas, dan bisa dipertanggungjawabkan. Lha ini yang tanding Kroasia kog ada yang mau ikut menang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun