Mohon tunggu...
SRI PATMI
SRI PATMI Mohon Tunggu... Mahasiswa Magister Program Studi Strategi Pertahanan - Dari Bumi ke Langit

Membumikan Aksara Dari Bahasa Jiwa. Takkan disebut hidup, jika tak pernah menghidupi.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Masalah JHT: Pemerintah Seperti Tukang Sulap!

13 Februari 2022   20:33 Diperbarui: 19 Februari 2022   17:51 583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gambar : Economy.okezone.com

Dalam hal ini, pemerintah tidak bisa seperti tukang sulap. Malam diumumkan, besok harus berjalan! Jangan menganut paham teori "UJUG-UJUG", kan paham negara Indonesia menganut paham demokrasi.

Saya seorang HR & GA di Perusahaan Swasta di Jakarta Selatan. Termasuk salah satu orang yang menolak keras JHT bisa diambil pada usia 56 tahun. Terlebih memang kondisi ekonomi belum membaik secara total.  Hanya bergeliat sedikit-sedikit, nanti dihajar lagi oleh hantaman virus COVID-19 yang terus bermutasi. 

Jeritan bukan hanya pada diri saya, bahkan beberapa karyawan yang sudah resign langsung shock dan kaget, bagaimana nasibnya setelah ini? Beruntunglah 2 karyawan yang baru saja resign bulan lalu sudah berusia 56 tahun dengan status sudah pensiun dan dikaryakan lagi di perusahaan.

Sejak awal tahun 2021, saya sering mengikuti sosialisasi dari BPJS Tenaga Kerja. Terlebih ada Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang akan bermanfaat untuk karyawan yang di PHK. 

Bahkan akhir 2020-an, Account Representative BPJS Tenaga Kerja sudah sounding JKP akan segera hadir ditengah kegelisahan masyarakat dan menyesuaikan trend PHK yang dilakukan oleh perusahaan terdampak COVID-19. 

Saya sosialisasikan program JKP kepada karyawan dengan segala bentuk kegembiraan karena pemerintah telah menyediakan jaring pengaman bagi para pekerja. 

Apalagi saya cek pembayaran, ternyata benar pemerintah tidak berbohong baik perusahaan maupun pekerja tidak harus membayarkan iuran JKP tetapi mendapatkan manfaatnya.

Skema yang telah disiapkan saat itu seperti ini PP 37/21 tarif iurannya 0,46%. Mengapa karyawan atau perusahaan tidak harus membayarkan? Karena 0,22% dari upah sebulan yang didaftarkan ditanggung pemerintah pusat, 0,14% rekomposisi dari iuran program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), dan 0,10% dari upah sebulan rekomposisi dari Jaminan Kematian (JKM). 

Dan besaran iuran itu masih akan dievaluasi secara berkala dalam waktu 2 tahun dengan pertimbangan ekonomi nasional dan perhitungan kecukupan kewajiban aktuaria.

Tetapi, selang 1 tahun kemudian, tepatnya 4 Februari 2022 ...

JKP yang katanya menjadi jaring pengaman pekerja yang diPHK ternyata menjadi "CADANGAN OPSI" untuk Permenaker No.2 Tahun 2022 karena JHT akan dikembalikan pada fungsi awal sebagai tabungan di masa tua bukan masa resign.

Alih-alih memberikan solusi, ternyata program JKP juga masih prematur untuk dipahami hanya dipermukaan saja. Karena banyak hal yang harus dikaji secara detail. Tidak semudah mengatakan :

 "Karyawan PHK kan ada JKP. Karyawan yang resign mau bikin usaha kan ada Skema bantuan yaitu Tenaga Kerja Mandiri (TKM) tahun 2021 dari Kemnaker. Ada juga Kredit Usaha Rakyat (KUR)".

Cara berpikir karyawan yang sudah resign atau PHK, kalo ada tabungan kenapa harus meminjam? Satu-satunya tabungan yang dapat dipergunakan untuk menyambung hidup saat ini adalah JHT. Ternyata pupus sudah harapan.  

Beberapa hal yang dipertimbangkan jika JKP dijadikan sebagai pijakan bagi karyawan yang di-PHK adalah batas atas upah (ceiling wages) ditetapkan Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah) dan peserta didaftarkan sebelum usia 54 tahun serta  perusahaan dinyatakan eligible. Bagaimana jika pekerja ternyata menerima upah diatas ceiling wages? Artinya JKP tidak menjangkau semua pekerja kan? Benar atau tidak?

Perusahaan tempat saya bekerja dinyatakaan eligible pada Bulan November 2021. Artinya sejak Februari 2021 hingga November 2021, pemerintah dan BPJS Tenaga Kerja membutuhkan waktu 10 bulan untuk melakukan penilaian apakah perusahaan itu layak untuk diberikan Jaminan Kehilangan Pekerjaan? 

Bagi perusahaan yang tidak berhak, maka tidak mendapatkan JKP? Pertanyaannya, berapa persen yang sudah dinyatakan layak menerima JKP sampai saat ini?

Semua karyawan status PKWT dan PKWTT berhak mendapatkan JKP. Perhitungan manfaatnya terbilang realistis untuk mencukupi kehidupan dimana uang tunai yang diterima 45% dari upah terakhir selama 3 bulan pertama. 

Jika pekerja selama 3 bulan berikutnya masih belum mendapatkan pekerjaan, maka ia berhak mendapatkan 25% dari upah terakhir. 

Jika simulasi gaji UMR DKI Jakarta 4,6 juta maka 3 bulan pertama masih mendapat 2 juta per bulan dan 3 bulan selanjutnya 1,1 juta. Realistis ditengah keadaan ekonomi yang baru akan bergeliat naik.

Ada 3 jenis manfaat yang diperoleh pekerja yaitu uang tunai seperti yang dijelaskan diatas, akses informasi pasar kerja dan pelatihan kerja. Ternyata untuk mengklaim uang tunai bagi para korban PHK tidak semudah yang dibayangkan dan diceritakan oleh para ahli dan juru bicara di media. 

Syaratnya rumit yaitu setelah memiliki masa iur 12 bulan dalam jangka waktu 24 bulan terakhir dimana 6 dari 12 bulan masa iur tersebut iurannya dibayar berturut-turut. 

Untuk memperoleh manfaat kedua dan ketiga syarat eligibilitas untuk memperoleh manfaat JKP yaitu setelah mengiur selama masa 5 tahun setelah memperoleh manfaat pertama dan kedua.

Bagaimana dengan pekerja dengan status PKWT? Atau buruh yang hanya bekerja beberapa bulan saja? Padahal dengan adanya UU Cipta Kerja, banyak pekerja yang merasa dirugikan dengan sistem kontrak, tenaga outsourcing dan lain-lain.

Satu hal yang perlu disosialisasikan lagi kepada pemberi kerja atau penerima upah adalah pemisahan antara pesangon dan JKP. Dua hal ini adalah hal yang berbeda, jangan sampai dimanfaatkan pengusaha yang opportunis untuk mengambil keuntungan "JKP adalah pengganti pesangon". 

Undang-Undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja pasal 46A ayat 1 menyatakan bahwa Pekerja/Buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja berhak mendapatkan jaminan kehilangan pekerjaan. 

Dalam pasal 156 dinyatakan bahwa dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/ atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima. Dengan adanya kedua ketentuan tersebut maka baik JKP maupun uang pesangon merupakan hak setiap tenaga kerja/buruh yang mengalami PHK.

***

Menyikapi hal tersebut terbitlah Petisi online meminta pembatalan Permenaker tersebut sudah ditandatangani 128.321 orang hingga 12 Februari 2022. Uang Jaminan Hari Tua adalah uang nasabah yang ditabung sebanyak 5,7% dari besaran gaji yang diterima setiap bulan. 

Dimana pembagiannya 2% dibayarkan oleh penerima upah dan 3,7% nya dibayarkan oleh pemberi kerja. Saya rasa tidak ada hak bagi pemerintah untuk menahan uang itu sampai dengan usia 56 tahun terlepas apapun dalihnya.

Ternyata pemerintah memiliki alasan yuridis yaitu konvensi ILO No.102 tahun 1952 tentang social security dan social protection, dalam konvensi tersebut dunia mengapresiasi Indonesia yang memiliki Jaminan Hari Tua untuk pekerja. Dimana standar minimal jaminan sosial untuk mencukupi masa tua hanyalah "JAMINAN PENSIUN". 

Saya cukup angkat dua jempol dengan Indonesia. Dimana negara lain hanya memiliki Jaminan Pensiun saja, Indonesia memikirkan tabungan lain dalam bentuk JHT. Alokasi pendanaannya Jaminan Pensiun untuk hidup karena diberikan secara berkala per bulan dan JHT dapat digunakan untuk usaha dll.

Kembali lagi pada pada alasan yuridis, dimana SJSN atau Sistem Jaminan Sosial Nasional ada beberapa prinsip yang harus ditaati oleh seluruh warga negara Indonesia yaitu gotong royong, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan wajib, dana amanat, hasil pengelolaan dana. Sembilan prinsip ini  tidak diperhatikan secara seksama  dalam memutuskan dan menggodok kebijakan secara hati-hati dan terkesan terburu-buru. 

Permasalahannya adalah apakah tepat Permenaker itu dijalankan saat ini? Urgensinya apa? Apakah BPJS Tenaga Kerja mulai merugi karena banyaknya orang yang mengantri mengklaim Jaminan Kematian dan JHT secara bersamaan? Karena 3 bulan lalu, ketika salah satu karyawan mencairkan JHT dan JKM dibatasi hanya 5 orang per hari dan 78% karyawan resign mencairkan dana JHT mereka?  

Meski JHT sebesar 30% bisa diklaim untuk perumahan dan 10% untuk manfaat lainnya secara tunai, sisanya dapat diklaim setelah 56 tahun. Meski tetap bisa diklaim, tetapi hal ini tetap menjadi masalah lagi bagi para pekerja karena besaran potongannya? Sementara itu, peserta yang melakukan pencairan saldo sebagian akan dikenakan pajak progresif dengan kisaran 5% hingga 30%. 

PPh progresif dikenakan kepada peserta yang pernah melakukan partial withdrawal JHT saat masih aktif bekerja, dan pengambilan saldo berikutnya melebihi 24 bulan dari pengambilan JHT. Dengan rincian :

Saldo akhir Rp1 juta--Rp50 juta = 5 %

50 juta--Rp250 juta = 15%

250 juta -- Rp500 juta = 25%

Diatas 500 juta = 30%

Tidak sepadan pada akhirnya, sangat mengecewakan.

Masalah Uang Penggantian Masa Kerja (UPMK) atau Uang Penggantian Hak (UPH) bagi karyawan yang di PHK, tidak semua perusahaan menerapkan sistem ini. Bisa jadi pesangon yang mereka terima tidak sesuai dengan aturan yang ada. Harapan mereka ketika resign hanyalah JHT.

Dalam hal ini, pemerintah tidak bisa seperti tukang sulap. Malam diumumkan, besok harus berjalan! Jangan menganut paham teori "UJUG-UJUG", kan paham negara Indonesia menganut paham demokrasi. Berdialoglah dengan stakeholders dan kesepakatan bersama. Jangan menganggap alternatif yang digembar gemborkan di media adalah  solusi yang tepat. Bagai dua sisi mata uang koin, ketentuan lama dan ketentuan baru ada sisi positif dan negatif. Tapi, pilihlah penyelesaian yang win-win solutions.

Masih ada waktu 3 bulan kedepan untuk mematangkan konsep yang masih prematur ini. Kebijakan yang masih prematur tidak dapat dijalankan dengan fungsi sebagaimana mestinya.

Bogor, 13 Februari 2022

Salam,

Sri Patmi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun