2. Doa sebagai Ikatan Sosial
  Prosesi ini mengingatkan bahwa doa untuk orang lain adalah bentuk tertinggi dari kepedulian.
3. Penghormatan kepada Leluhur dan Tradisi
  Setiap butiran beras yang ditabur adalah simbol kesinambungan sejarah dari generasi ke generasi.
4. Penyelesaian Konflik Secara Damai
  Dalam beberapa kasus, Peusijuek dilakukan untuk menandai berakhirnya perselisihan, menjadi simbol perdamaian dan rekonsiliasi.
Peusijuek di Era Kini
Di tengah arus modernisasi, Peusijuek masih bertahan, meski pelaksanaannya mulai menyesuaikan konteks. Di perkotaan, prosesi ini mungkin lebih sederhana, dengan bahan yang lebih ringkas. Namun di desa-desa, Peusijuek tetap menjadi momen yang khidmat, lengkap dengan pakaian adat dan iringan musik tradisional.
Bahkan, beberapa komunitas Aceh di perantauan, seperti di Jakarta dan Malaysia, tetap melaksanakan Peusijuek ketika menyambut tokoh penting atau saat acara besar. Ini menunjukkan bahwa tradisi ini bukan hanya milik tanah kelahiran, tapi juga menjadi jembatan identitas bagi diaspora Aceh.
Cerita Nyata: Peusijuek Sebagai Jalan Damai
Di sebuah desa di Pidie, pernah terjadi konflik antarwarga karena sengketa tanah. Setelah berbulan-bulan ketegangan, tokoh adat memutuskan untuk menggelar Peusijuek sebagai penutup perselisihan. Dua pihak yang bertikai duduk berdampingan, menerima taburan beras dari tetua sambil diiringi doa. Usai prosesi, mereka saling berpelukan dan makan bersama.