Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Dua Abad Eng An Kiong : Persaudaraan dalam Warisan Budaya

27 September 2025   18:24 Diperbarui: 27 September 2025   18:24 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kirab Budaya 200 tahun Eng An Kiong lewat Alun-Alun Merdeka Malang. Foto kolase Parlin Pakpahan dari Instagram Malangraya.

Dua Abad Eng An Kiong : Persaudaraan dalam Warisan Budaya

Sabtu pagi, 27 September 2025, jalanan di sekitar Jalan Martadinata, Malang, terlihat berbeda dari biasanya. Suasana macet, kendaraan terparkir di tepi jalan, dan arus lalu lintas yang padat menandakan ada sesuatu yang istimewa di kawasan ini. Di balik keramaian itu berdirilah sebuah bangunan tua yang sarat Sejarah : Klenteng Eng An Kiong, salah satu klenteng tertua di Jawa Timur. Hari itu, ribuan orang datang dari berbagai penjuru Indonesia bahkan mancanegara untuk menghadiri puncak perayaan 200 tahun berdirinya Yayasan Klenteng Eng An Kiong.

Ribuan kaos 200 tahun Eng An Kiong Malang dibagikan kepada seluruh peserta festival. Foto : Parlin Pakpahan.
Ribuan kaos 200 tahun Eng An Kiong Malang dibagikan kepada seluruh peserta festival. Foto : Parlin Pakpahan.

Sejarah Panjang Eng An Kiong

Didirikan pada tahun 1825, Klenteng Eng An Kiong bukan sekadar tempat ibadah umat Khonghucu, Tao, maupun Buddha di Malang. Ia adalah rumah kebudayaan yang menyimpan jejak perjalanan komunitas Tionghoa di kota ini. Selama dua abad, klenteng ini menjadi pusat kegiatan sosial, budayadan spiritual. Dindingnya yang kokoh, altar-altar penuh dupa, serta arsitektur khas Tiongkok yang masih terjaga hingga kini adalah saksi bisu dari ribuan ritual, doa, serta upacara yang telah digelar di sana.

Nama "Eng An Kiong" berarti Istana Keselamatan yang Mulia. Filosofi ini sejalan dengan peran klenteng : menjaga harmoni, menghadirkan kedamaian, sekaligus menjadi penopang kehidupan sosial warga sekitar. Bukan hanya umat Tionghoa, masyarakat luas pun turut merasakan manfaatnya melalui kegiatan sosial dan budaya yang kerap digelar di sana.

Klenteng Eng An Kiong Malang anno 1920. Foto Parlin Pakpahan.
Klenteng Eng An Kiong Malang anno 1920. Foto Parlin Pakpahan.

Perayaan Dua Abad

Perayaan resmi dimulai sehari sebelumnya, Jumat 26 September 2025. Rangkaian acara diawali dengan penerimaan Kiemsin, simbol suci dari berbagai klenteng yang datang dari penjuru Indonesia maupun mancanegara. Prosesi ini menandai kehadiran spiritual para leluhur dan dewa-dewa, seakan menyatukan energi lintas tempat dalam satu ruang suci.

Malam harinya, suasana keakraban terasa dalam Welcoming Dinner yang digelar di KDS Ballroom, Kota Malang. Para tamu undangan dari Lombok, Bali, Jakarta, hingga luar negeri seperti Singapura, Malaysia, Myanmar, Hongkong, dan Guangzou, berkumpul untuk menyambut momen bersejarah ini. Bagi panitia, acara ini bukan sekadar hajatan lokal, melainkan festival internasional. Hal itu mungkin wajar mengingat dukungan besar dari para donatur seperti Aqua atau Golden Mississippi, yang memungkinkan perayaan ini berlangsung meriah dan berskala luas.

Peserta Kirab Budaya sedang santai menunggu waktu Kirab. Foto : Parlin Pakpahan.
Peserta Kirab Budaya sedang santai menunggu waktu Kirab. Foto : Parlin Pakpahan.

Pak Rudy, salah seorang yang saya sapaketika itu, menjelaskan momentum ini menjadi ajang silaturahmi antar-yayasan klenteng sekaligus mempererat hubungan lintas negara. "Acaranya besar, Pak. Ini bukan hanya untuk Malang, tapi untuk semua saudara kita di dunia," ujarnya dengan penuh semangat.

Ritual dan Doa

Pagi hari pada 27 September, klenteng sudah dipadati ribuan umat yang datang untuk berdoa. Ruangan-ruangan penuh dengan aroma dupa atau hio yang menyebar ke seantero klenteng. Suasana hening namun khidmat, di mana setiap doa yang terucap seakan menyatu dengan gema sejarah dua abad perjalanan Eng An Kiong.

Dalam penantian Kirab Budaya 200 tahun Eng An kiong Malang. Foto : Parlin Pakpahan.
Dalam penantian Kirab Budaya 200 tahun Eng An kiong Malang. Foto : Parlin Pakpahan.

Di salah satu sudut, saya sempat berbincang dengan perwakilan Klenteng Hok Sian Kiong dari Mojokerto. Ia mengungkapkan rasa bahagia karena dapat hadir di perayaan ini. "Kehadiran banyak pengurus yayasan dari berbagai daerah dan luar negeri membuat hubungan kita semakin erat. Di usia 200 tahun, Klenteng Eng An Kiong menjadi perekat persaudaraan," katanya.

Puncak: Kirab Budaya

Menjelang siang, seluruh perhatian tertuju pada acara puncak : Kirab Budaya 200 Tahun Klenteng Eng An Kiong. Ribuan warga memadati kawasan sekitar klenteng untuk menyaksikan prosesi Blessing Ceremony, penyerahan Kiemsin, dan kirab budaya Tionghoa yang spektakuler.

Barisan meriah mulai bergerak dari Klenteng Eng An Kiong di Jalan Gatot Subroto. Rute kirab melewati Jalan Trunojoyo, Jalan Kertanegara, kawasan Tugu, Jalan Majapahit, Jalan Merdeka, lalu kembali ke depan klenteng sebagai titik akhir. Atraksi barongsai, tarian naga, dan berbagai kesenian tradisional Tionghoa memukau ribuan pasang mata.

Salah satu Ruang Doa di Klenteng Eng An Kiong Malang. Foto : Parlin Pakpahan.
Salah satu Ruang Doa di Klenteng Eng An Kiong Malang. Foto : Parlin Pakpahan.

Peserta kirab datang dari berbagai negara Asia: Hongkong, Makau, Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Vietnam, hingga Myanmar. Malang seakan berubah menjadi panggung besar yang menampilkan kaleidoskop budaya lintas negara, sekaligus menegaskan posisi kota ini sebagai rumah persaudaraan internasional.

Ritual kirab ini juga dipersembahkan sebagai penghormatan kepada Dewa Bumi, dewa yang diyakini paling dekat dengan manusia. "Dewa Bumi bersemayam di tanah yang kita pijak. Ia menjaga keseimbangan dan keberkahan wilayah," jelas Pak Rudy.

Acara semalam di KDS Ballroom ditonton sambil menunggu waktu Kirab Budaya. Foto : Parlin Pakpahan.
Acara semalam di KDS Ballroom ditonton sambil menunggu waktu Kirab Budaya. Foto : Parlin Pakpahan.

Pesan untuk Generasi Muda

Di balik kemeriahan perayaan, terselip pesan penting: menjaga klenteng sebagai warisan budaya. Generasi muda diajak untuk tidak hanya menikmati keindahan barongsai atau tarian naga, tetapi juga memahami nilai spiritual dan sosial yang terkandung di dalamnya.

Klenteng Eng An Kiong adalah simbol identitas, bukan hanya bagi komunitas Tionghoa, tetapi juga bagi warga Malang secara keseluruhan. Ia mencerminkan keberagaman yang harmonis, di mana budaya dan agama saling berdampingan. Nilai-nilai persaudaraan, gotongroyong, dan toleransi yang diwariskan oleh pendahulu diyakini dapat memperkuat harmoni sosial di masa mendatang.

Peserta berdoa dengan senyap di salah satu Ruang Doa Eng An Kiong. Foto : Parlin Pakpahan.
Peserta berdoa dengan senyap di salah satu Ruang Doa Eng An Kiong. Foto : Parlin Pakpahan.

Persaudaraan Tua Pek Kong

Perayaan ini juga menjadi bagian dari Tua Pek Kong World Festival ke-14, sebuah ajang internasional yang mempertemukan komunitas Tua Pek Kong dari berbagai belahan dunia. Tujuannya sederhana namun mulia: mempererat persaudaraan lintas bangsa demi perdamaian bersama.

"Kirab budaya ini tujuannya membangun persaudaraan yang lebih erat. Malang membuktikan bisa kompak, selaras dengan pemerintah daerah dan masyarakatnya," ungkap salah seorang tokoh komunitas.

Dengan semangat itu, perayaan dua abad Klenteng Eng An Kiong bukan sekadar pesta budaya, melainkan jembatan spiritual dan sosial. Ia menjadi doa tulus bagi umat manusia agar hidup dalam kedamaian.

Berdoa dengan senyap di salah satu Ruang Doa Eng An Kiong. Foto : Parlin Pakpahan.
Berdoa dengan senyap di salah satu Ruang Doa Eng An Kiong. Foto : Parlin Pakpahan.

Penutup yang Bermakna

Rangkaian acara akan ditutup pada Minggu, 28 September 2025, dengan prosesi pengembalian Kiemsin serta Closing Ceremony di KDS Ballroom. Penutupan ini menjadi simbol persatuan sekaligus penghormatan atas perjalanan panjang klenteng yang telah menjadi bagian dari sejarah Malang selama dua abad.

Ketika matahari semakin terik, saya pun berpamitan dari keramaian di sekitar klenteng. Dalam hati saya berharap agar cuaca tetap bersahabat hingga kirab budaya selesai. Namun lebih dari itu, saya merasa perayaan ini telah memberikan sebuah pelajaran berharga bahwa budaya, spiritualitas, dan persaudaraan dapat menyatu dalam satu ruang, menghubungkan masa lalu, kini, dan masa depan.

Refleksi

Perayaan 200 tahun Klenteng Eng An Kiong mengingatkan kita bahwa warisan budaya bukan sekadar peninggalan masa lalu, melainkan fondasi untuk membangun masa depan. Ia mengajarkan keberagaman bukanlah ancaman, melainkan kekayaan yang memperkaya identitas sebuah kota.

Malang patut berbangga, karena di tengah hiruk pikuk zaman modern, ia masih mampu merawat sebuah klenteng yang berdiri sejak abad ke-19. Eng An Kiong bukan hanya milik komunitas Tionghoa, melainkan milik seluruh warga yang percaya pada harmoni dan persaudaraan.

Pada akhirnya, dua abad perjalanan Eng An Kiong adalah cermin dari daya tahan sebuah komunitas. Di tengah perubahan politik, ekonomi, bahkan sosial, klenteng ini tetap tegak berdiri, menjadi saksi bahwa persaudaraan dan spiritualitas mampu melintasi waktu. Ia bukan sekadar bangunan, tetapi rumah yang menyatukan jiwa-jiwa yang merindukan kedamaian.

Joyogrand, Malang, Sat', Sept' 27, 2025.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun