Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Prabowo di Panggung PBB : Antara Two State Solution dan Kepentingan Nasional

20 September 2025   18:17 Diperbarui: 20 September 2025   18:17 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Prabowo bertolak menuju AS dalam rangka menghadiri SU PBB 23 September 2025. Sumber : Firda via news.detik.com.

Prabowo di Panggung PBB : Antara Two State Solution dan Kepentingan Nasional

Kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke New York pada September 2025 untuk menghadiri Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang ke-80 menandai momen penting dalam diplomasi Indonesia. Ini adalah pertama kalinya dalam satu dekade seorang Presiden Republik Indonesia hadir langsung di forum bergengsi tersebut. Presiden ke-7, Joko Widodo, selama 10 tahun masa jabatannya, memilih tidak pernah hadir langsung, melainkan diwakilkan oleh pejabat setingkat menteri luar negeri. Karena itu, kehadiran Prabowo sekaligus membawa ekspektasi besar dari publik tentang bagaimana Indonesia menampilkan wajah diplomasi barunya di panggung internasional.

Namun, alih-alih menitikberatkan pidato pada isu-isu strategis yang langsung berkaitan dengan kepentingan nasional, informasi resmi justru menyebutkan bahwa Presiden Prabowo akan berbicara mengenai two state solution - isu klasik Timur Tengah yang sudah puluhan tahun tidak menemukan jalan keluar. Hal ini menimbulkan pertanyaan mendasar: sejauh mana relevansi isu tersebut terhadap kepentingan nasional Indonesia, dan apakah pilihan tema itu justru mengabaikan tantangan nyata yang sedang dihadapi bangsa?

Panggung Multilateral dan Agenda Indonesia yang Terabaikan

Tema besar Sidang Umum PBB ke-80 adalah "Better Together, Eight Years and More for Peace, Development and Human Rights". Sebuah tema yang menekankan semangat multilateralisme, kolaborasi global, serta penegakan perdamaian dan hak asasi manusia. Dalam konteks ini, Indonesia seharusnya memiliki peluang emas untuk menyoroti persoalan strategis yang tengah menghambat pembangunan nasional maupun keterlibatan kita dalam perdagangan global.

Pertama, masalah perdagangan global. Indonesia saat ini mengalami kesulitan mengekspor komoditas unggulan ke negara-negara maju. Kasus ekspor udang ke Amerika Serikat, yang ditolak dengan alasan dugaan kontaminasi radioaktif, adalah contoh nyata betapa mudahnya kepentingan dagang negara berkembang dipatahkan oleh standar non-tarif yang sering kali sarat kepentingan politik. Jika Presiden menggunakan panggung PBB untuk menegaskan perlunya mekanisme penyelesaian sengketa perdagangan yang lebih adil - misalnya melalui hotline antar kepala negara atau mediasi independent - maka hal itu jelas akan lebih langsung menyentuh kepentingan ekonomi nasional.

Kedua, isu Laut China Selatan (LCS). Konflik di kawasan ini bukan hanya soal perebutan wilayah, tetapi juga menyangkut akses perairan internasional, keamanan jalur perdagangan dan kedaulatan teritorial. Indonesia, yang secara langsung berhadapan dengan implikasi ekspansi Beijing, sangat membutuhkan forum global untuk menegaskan mediasi internasional perlu melibatkan Mahkamah Internasional atau mekanisme arbitrase terbuka. Mengangkat isu ini di PBB tidak hanya akan menunjukkan kepemimpinan regional Indonesia, tetapi juga sekaligus melindungi kepentingan nasional di masa mendatang.

Ketiga, warisan kolonial. Hingga kini, Indonesia masih menghadapi persoalan batas teritorial dengan sejumlah negara tetangga, sebagian besar merupakan warisan batas kolonial yang kabur dan tumpang tindih. Membawa isu ini ke forum PBB akan memberi tekanan agar ada mekanisme global yang mengawasi dan mendorong penyelesaian damai sengketa perbatasan yang kerap menghambat pembangunan ekonomi di wilayah perbatasan.

Sayangnya, semua agenda strategis itu tampaknya tidak menjadi prioritas dalam pidato Presiden. Fokus justru diarahkan pada two state solution, sebuah isu yang secara emosional mungkin mendapat simpati di dalam negeri, tetapi secara praktis tidak menambah nilai langsung bagi kepentingan nasional Indonesia.

Two State Solution : Simbolisme atau Kepentingan Nyata?

Tidak ada yang menyangkal Arab-Palestina adalah isu yang dekat dengan hati rakyat Indonesia. Dukungan terhadap kemerdekaan Arab-Palestina bahkan tertulis jelas dalam pembukaan UUD 1945, yang menegaskan penjajahan di atas dunia harus dihapuskan. Namun, persoalannya, apakah PBB saat ini masih menjadi forum yang efektif untuk mendorong terwujudnya two state solution?

Realitas politik menunjukkan PBB lebih sering berfungsi sebagai arena propaganda bagi blok-blok kekuatan besar ketimbang sebagai lembaga penyelesai konflik yang efektif. Resolusi demi resolusi tentang Arab-Palestina kerap kandas di hadapan veto anggota tetap Dewan Keamanan. Ironisnya, dalam dua tahun terakhir, konflik di Timur Tengah justru semakin melebar : dari Gaza hingga Lebanon, Syria, Yaman, Iran, bahkan Qatar ikut menjadi sasaran serangan Israel. Dalam situasi seperti ini, two state solution tampak lebih seperti jargon normatif ketimbang solusi nyata.

Indonesia tentu sah mendukung perjuangan Arab-Palestina. Namun, menjadikan isu itu sebagai tema utama pidato Presiden di PBB berisiko mengaburkan prioritas. Apalagi, pengalaman di dalam negeri menunjukkan betapa isu Arab-Palestina sering kali dijadikan komoditas politik oleh kelompok tertentu. Contoh terbaru adalah Tim Flotila Indonesia yang ikut konvoi bersama Greta Thunberg. Dengan membawa figur publik seperti Hussein Gaza dan Wanda Hamidah, misi ini dijalankan dengan dana donasi publik yang akhirnya tidak jelas pertanggungjawabannya. Alih-alih membawa hasil konkret, misi tersebut justru pulang dengan tangan hampa dan menjadi bahan cemoohan. Jika praktek-praktek simbolis seperti ini masih dibawa ke level diplomasi tertinggi, maka hasilnya pun dikhawatirkan hanya sebatas retorika tanpa dampak.

Kebutuhan Akan Diplomasi yang Realistis

Indonesia saat ini menghadapi tantangan yang tidak ringan. Ekonomi global melambat, harga komoditas berfluktuasi dan kepercayaan masyarakat terhadap prospek ekonomi melemah. Dalam situasi seperti ini, diplomasi internasional harus diarahkan secara realistis : bagaimana setiap forum internasional bisa dimanfaatkan untuk membuka akses pasar, memperkuat kedaulatan ekonomi, serta mengamankan kepentingan nasional di kawasan strategis.

Ada beberapa langkah konkret yang seharusnya bisa diambil Presiden Prabowo di forum PBB:

Perdagangan Global

Mendesak agar PBB mendorong mekanisme penyelesaian sengketa perdagangan yang cepat dan adil. Hotline antar kepala negara untuk menyelesaikan hambatan dagang yang bersifat politis dapat menjadi usulan inovatif.

Laut China Selatan

Menegaskan posisi Indonesia sebagai negara nonklaiman yang berkomitmen menjaga stabilitas kawasan, sembari mendorong keterlibatan Mahkamah Internasional dalam penyelesaian sengketa.

Reformasi Multilateralisme

Mengingat PBB sering dikritik sebagai "tong kosong yang nyaring bunyinya," Indonesia bisa menawarkan agenda reformasi multilateralisme yang lebih inklusif, terutama agar suara negara-negara berkembang tidak selalu dikalahkan oleh veto kekuatan besar.

Warisan Kolonial dan Batas Wilayah

Mendorong forum internasional untuk memberikan perhatian pada penyelesaian sengketa batas wilayah yang diwariskan kolonialisme. Ini bukan hanya isu Indonesia, tetapi juga banyak negara berkembang lain di Asia dan Afrika.

Isu Arab-Palestina dalam Proporsi Tepat

Indonesia tetap bisa menyuarakan dukungan terhadap Arab-Palestina, namun dalam proporsi yang tepat: sebagai bagian dari komitmen moral, bukan sebagai agenda utama yang mengabaikan kepentingan langsung bangsa.

Mengembalikan Diplomasi pada Rakyat

Diplomasi sejatinya adalah perpanjangan dari kepentingan nasional. Apa yang dibicarakan di panggung PBB seharusnya punya dampak nyata terhadap kehidupan rakyat : harga bahan pokok yang lebih stabil, lapangan kerja yang lebih luas karena pasar ekspor terbuka, serta keamanan wilayah yang lebih terjamin. Jika pidato Presiden hanya berhenti pada simbolisme tanpa strategi konkret, maka diplomasi akan kehilangan relevansi di mata rakyat.

Kehadiran Prabowo di PBB adalah peluang untuk mengubah citra Indonesia dari sekadar pengikut arus ke pemain aktif yang mampu menawarkan solusi. Namun, peluang ini hanya bisa dimanfaatkan jika Presiden berani keluar dari jebakan isu-isu simbolis yang sering kali justru dijadikan komoditas politik domestik.

Pidato Presiden Prabowo Subianto di Sidang Umum PBB ke-80 seharusnya menjadi momentum untuk menegaskan kembali kepentingan nasional Indonesia di tengah dinamika global. Sayangnya, dengan memilih fokus pada two state solution, Presiden berisiko melewatkan kesempatan emas untuk membawa isu-isu vital seperti perdagangan global, Laut China Selatan, dan warisan kolonial ke panggung dunia.

Indonesia tentu tetap bisa bersuara tentang Arab-Palestina, namun harus dalam porsi yang proporsional. Lebih dari itu, diplomasi kita harus realistis, berorientasi pada kepentingan nasional, dan berani mendorong reformasi multilateralisme agar forum seperti PBB benar-benar menjadi sarana penyelesaian masalah, bukan sekadar panggung propaganda.

Dengan demikian, kehadiran Indonesia di PBB tidak hanya akan terdengar nyaring, tetapi juga terasa nyata bagi rakyat di tanah air.

Joyogrand, Malang, Sat'. Sept' 20, 2025.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun