Ballada Dedi Mulyadi di Parungpanjang Bogor Barat
Lapangan Macesa, Desa Parungpanjang, Kabupaten Bogor, mendadak ramai. Bukan oleh konser artis ibukota atau hajatan kampanye politik. Tapi oleh hadirnya Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, dalam gelaran dua hari bertajuk Abdi Nagri Nganjang ka Warga, yang digelar pada 11-12 Juli 2025.
Kedatangan Dedi Mulyadi bukan sekadar seremoni protokoler yang seringkali kering makna. Ia datang dengan ruh yang lain. Ia datang sebagai abdi nagri sejati - bukan hanya menyapa warga, tapi menyelami denyut nadi mereka, menyerap keluhan, menjawab keresahan, dan menyalakan kembali semangat gotongroyong serta kebanggaan lokal. Inilah tour de force kepemimpinan Dedi yang nyaris tak punya padanan di pentas birokrasi kontemporer Indonesia.
Hari Pertama : Dari Khitanan Massal hingga Konflik Tanah Ribuan Hektar
Hari Jumat, 11 Juli 2025, Parungpanjang tak seperti biasanya. Ribuan warga tumpah ruah di lapangan menyambut sang gubernur. Dalam semangat kemanusiaan, acara dibuka dengan kegiatan sosial seperti khitanan massal dan pelayanan publik terpadu. Dari pengurusan KTP, BPJS, hingga penyuluhan UMKM, semua disediakan secara gratis.
Namun, di balik atmosfer riang itu, terkuak pula persoalan serius yang membelit warga. Salah satunya, konflik agraria di Desa Sukamulya, Kecamatan Rumpin, terkait klaim TNI AU terhadap lahan warga seluas 1.000 hektar. Kepala Desa Sukamulya, Ikhwan Nur Arifin, bersama Forum Masyarakat Desa Sukamulya yang dipimpin Junaedi, menghadap langsung Dedi Mulyadi. Dengan tenang dan tegas, Dedi berjanji akan menindaklanjuti kasus tersebut dan memfasilitasi pertemuan khusus dengan pihak-pihak terkait.
Janji itu tidak lahir dari kerendahan hati palsu seorang pejabat, melainkan dari semangat ngabdi ka rahayat - melayani rakyat, bukan mengatur dari menara gading kekuasaan.
Hari Kedua : Panggung Hiburan, Panggung Perlawanan
Sabtu malam, 12 Juli 2025, penulis baru tiba kembali di Parungpanjang dari Bekasi Utara. Sudah pukul 19.00 ketika saya menumpang shuttle menuju Samanea Hill. Demi menghindari lalu lintas truk-truk raksasa pengangkut batu andesit dari Tambang Cigudeg, rute harus memutar lewat Sentraland  dan Desa Gorowong. Perjalanan malam itu seperti biasa, berdebu dan penuh ketegangan.
Namun, rasa lelah terbayar lunas sesampainya di rumah ketika layar smartphone memperlihatkan siaran langsung dari Lapangan Macesa. Di situlah Dedi Mulyadi menjelma bukan hanya sebagai gubernur, tapi sebagai narator rakyat, dalang pewayangan modern, dan penyair ballada Sunda yang berbicara lantang dari panggung hiburan rakyat.