Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Tersesatnya Demokrasi Indonesia : Sebuah Catatan Kritis dan Refleksi Mendalam

26 April 2025   17:56 Diperbarui: 26 April 2025   17:56 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi demokrasi kosmetik. (Sumber : Ben Hickey via theatlantic.com).

Tersesatnya Demokrasi Indonesia : Sebuah Catatan Kritis dan Refleksi Mendalam

Seumur hidup saya tinggal di Indonesia, belum pernah saya merasa sebingung hari ini. Demokrasi, yang dahulu diharapkan menjadi pilar keadilan, kemakmuran, dan harga diri bangsa, kini berubah menjadi fatamorgana yang makin jauh dan kabur. Sistem yang seharusnya menjaga nalar kekuasaan, kini malah melahirkan oligarki, manipulasi, dan ketidakadilan yang makin mengakar. Dari lintasan sejarah hingga kenyataan kontemporer, perjalanan bangsa ini tampak semakin melenceng dari cita-cita awal Reformasi.

Dari Demokrasi Terpimpin ke Demokrasi Kosmetik

Demokrasi Indonesia memang panjang riwayatnya, tetapi juga sarat luka. Dari Demokrasi Terpimpin ala Soekarno, ke Demokrasi Semu ala Soeharto yang dibungkus dengan KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme), hingga reformasi 1998 yang mengantar lima presiden : Habibie, Gus Dur, Megawati, SBY, dan Jokowi. Harapan pernah tumbuh, meski pelan dan tertatih.

Pada masa Jokowi, demokrasi procedural - meski jauh dari sempurna - masih dapat dirasakan. Namun, di penghujung pemerintahannya, tanda-tanda degradasi mulai jelas terlihat. Pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lewat revisi UU No. 19/2019, menghilangkan sebagian besar taji institusi ini, dan membuka pintu bagi korupsi politik yang lebih masif.

Kini, di bawah Presiden Prabowo, demokrasi seolah dibawa mundur, jauh ke belakang. Check and balances yang sehat melalui parlemen menjadi ilusi, seiring dengan dominasi koalisi besar dan absennya oposisi yang kritis. Media massa, pilar keempat demokrasi, bergulat dalam tekanan, fragmentasi, dan kooptasi, menjadikan informasi jernih semakin langka.

Keadilan Diperjualbelikan, Institusi Berkhianat

Penegakan hukum berada di titik paling kelam. Mahkamah Konstitusi, yang diharapkan menjadi penjaga terakhir konstitusi, malah menjadi sorotan setelah keputusan-keputusan kontroversial dan dugaan konflik kepentingan. Hakim-hakim agung dan bahkan hakim tingkat pertama kerap terlibat skandal suap, menunjukkan betapa lemahnya integritas hukum kita.

Transparency International mencatat Indeks Persepsi Korupsi (CPI) Indonesia tahun 2024 stagnan di angka 34/100, menandakan seriusnya degradasi hukum dan pemerintahan. Ini bukan hanya angka, ini adalah refleksi betapa rakyat semakin kehilangan harapan terhadap keadilan.

Runtuhnya Kesadaran Hak Cipta di Tengah Budaya Populer

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun