Mangga Dua : Vitalitas Ekonomi dan Bayang-Bayang Barang Palsu
Mangga Dua, sebuah kawasan perbelanjaan legendaris di Jakarta Utara, telah lama dikenal sebagai pusat grosir terbesar di Asia Tenggara. Sejak berdirinya Pasar Pagi Mangga Dua pada tahun 1989, kawasan ini terus berkembang menjadi kawasan perdagangan raksasa yang mencakup berbagai jenis produk - dari elektronik, mode, hingga mobil bekas. Namun, di balik reputasi ini, Mangga Dua juga menyandang stigma sebagai surga barang palsu yang sulit diberantas.
Dalam Laporan Perkiraan Perdagangan Nasional 2025 tentang Hambatan Perdagangan Luar Negeri, Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) menempatkan Mangga Dua sebagai "lokasi pengawasan prioritas" atas dugaan perdagangan barang palsu. Laporan tersebut memicu kehebohan diplomatik, bahkan sampai ke meja Presiden AS Donald Trump yang menekan Indonesia untuk mengambil tindakan tegas.
Di tengah polemik ini, Mangga Dua tetap berdetak sebagai jantung ekonomi rakyat. Bagaimana Indonesia bisa menjaga vitalitas kawasan ini sambil memperbaiki reputasi internasionalnya.
Sejarah dan Transformasi Mangga Dua
Mangga Dua berakar pada abad ke-18 sebagai kawasan pemukiman bangsawan Jawa. Perubahan besar terjadi ketika Pasar Pagi Mangga Dua dibuka pada 1989. Dari sinilah dimulai perkembangan kawasan yang sekarang menjadi rumah bagi pusat-pusat perbelanjaan seperti ITC Mangga Dua, Harco Mangga Dua, WTC Mangga Dua, dan Mangga Dua Square.
Setiap pusat perbelanjaan ini memiliki spesialisasinya. Harco Mangga Dua terkenal dengan elektronik dan suku cadang, ITC Mangga Dua dengan mode dan aksesori, sementara Mangga Dua Square dikenal dengan factory outlet dan showroom mobil bekas. Dalam skala ekonomi, kawasan ini menyerap ribuan pedagang dan menciptakan lapangan kerja bagi puluhan ribu orang.
Dilema Hukum dan Penegakan
Meski vital bagi ekonomi, kawasan ini tidak pernah lepas dari tuduhan perdagangan ilegal. Produk tiruan dengan merek ternama seperti Hermes, Charles Jourdan, Lanvin, hingga jam tangan merek Rodenstock dijual secara terbuka di beberapa kios. Banyak dari barang ini adalah produksi China - negara yang menjadi musuh dagang Amerika Serikat, terutama di bawah kebijakan proteksionis Donald Trump.
Penegakan hukum di kawasan ini masih inkonsisten. Meskipun beberapa penggerebekan telah dilakukan, sebagian besar pedagang kembali berjualan setelah beberapa waktu. Seperti yang sering diungkapkan oleh para pedagang disana, sebagian besar toko di kawasan ini memiliki dokumen lengkap dan membeli dari importir resmi. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan kompleksitas lain.