Berbicara di Munich sehari setelah seorang pencari suaka Afghanistan berusia 24 tahun menabrakkan mobilnya ke kerumunan di kota yang sama, melukai sedikitnya 36 orang, Vance mengatakan serangan itu menunjukkan kengerian yang ditimbulkan kebijakan migrasi Eropa. Tidak ada pemilih di benua ini yang pergi ke kotak suara untuk membuka pintu gerbang bagi jutaan imigran yang belum diperiksa, kata Vance, memberi penghormatan kepada para korban serangan hari Kamis.
Pergeseran
Pernyataan Wapres AS JD Vance di Konferensi Keamanan Munich 2025 mengungkapkan pergeseran signifikan dalam pendekatan kebijakan luar negeri pemerintahan Trump terhadap Eropa. Beberapa poin utama dalam pidatonya mencerminkan kritik tajam terhadap Uni Eropa dan sekutu tradisional AS, yang dapat dianalisis dari berbagai perspektif.
Pergeseran fokus dari ancaman eksternal ke ancaman internal
Vance dengan tegas menyatakan ancaman terbesar bagi Eropa bukanlah Rusia atau China, melainkan kebijakan internal yang dianggap mengancam nilai-nilai fundamental demokrasi. Ini adalah pernyataan yang bertolak belakang dengan kebijakan AS sebelumnya yang menempatkan Rusia sebagai ancaman utama bagi keamanan Eropa.
Pernyataan ini mengindikasikan pengurangan komitmen AS terhadap Ukraina. Jika Rusia tidak lagi dianggap sebagai ancaman utama, maka dukungan AS terhadap Ukraina kemungkinan besar akan berkurang secara drastis.
Perubahan paradigma keamanan. Vance lebih fokus pada isu kebebasan berbicara, imigrasi, dan peran partai sayap kanan, dibandingkan ancaman geopolitik tradisional.
Kritik terhadap pemerintahan Eropa dan kebijakan sosial
Vance menuduh para pemimpin Eropa menekan kebebasan berbicara dan gagal menangani isu-isu sosial utama seperti imigrasi. Dengan mengangkat contoh penangkapan atas kebebasan berpendapat dan kasus pembatalan pemilu di Rumania, ia mencoba menggambarkan Eropa sebagai wilayah yang mulai menjauh dari prinsip-prinsip demokrasi yang sesungguhnya.
Membandingkan Eropa dengan tirani perang dingin. Pernyataan ini mengejutkan karena menyamakan Uni Eropa dengan rezim otoriter yang mereka lawan selama Perang Dingin. Ini adalah kritik keras yang dapat meningkatkan ketegangan diplomatik antara AS dan Eropa.
Menyoroti ketidakpuasan publik. Dengan menekankan para pemimpin Eropa takut pada pemilih mereka sendiri, Vance menunjukkan ada ketidakcocokan antara kebijakan pemerintah dan keinginan rakyat, terutama dalam isu imigrasi dan kebebasan berbicara.