Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Alumni UGM Paling Memalukan dan Pergeseran Moralitas Dasar Bangsa

21 Desember 2023   16:25 Diperbarui: 21 Desember 2023   16:26 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita kemudian harus menggunakan pisau sosiologi untuk menganalisis struktur sosial, termasuk kelas, suku, dan lapisan masyarakat, serta melihat bagaimana faktor ini mempengaruhi interaksi sosial. Apakah ini semakin bersekat-sekat dengan kesenjangan sosial yang semakin dalam atau bagaimana.

Memahami dinamika perubahan sosial di Indonesia, termasuk modernisasi, urbanisasi, dan globalisasi, serta dampaknya pada identitas dan pola hidup masyarakat sangatlah penting sekarang ini. Masak kita baru sadar ada saudara kita yang baru saja meninggal beberapa saat lalu tak sampai sepelemparan batu dari rumah kita. Masak ada grup WhatsApp sesama alumni isinya hanya berdoa saja dengan berbagai emoticon agamis, tapi begitu dicek apakah saling mengetahui bagaimana keadaan masing-masing. Minta ampun, tak ada yang tahu.

Apabila realitas itu diteliti secara menyeluruh dan mendalam, kita harus berani mengakui adanya kesenjangan sosial yang disebabkan berbagai aspek, seperti ekonomi, pendidikan, dan akses ke sumberdaya.

Di bagian akhir barulah sang pemimpin berpidato di hadapan publik luas, bagaimana agar masyarakat Indonesia dapat menjaga keseimbangan antara nilai-nilai tradisional dan modern dalam proses perkembangannya; bagaimana kita membentuk identitas nasional dan menjaganya, dengan mempertimbangkan kesatuan dan keberagaman di dalamnya; bagaimana agar kita sadar sepenuhnya bahwa interaksi global dan teknologi, itulah yang membentuk pola perilaku dan cara berpikir kita sekarang.

Konkretnya sebagaimana 10 kemunafikan bangsa Indonesia lontaran Mochtar Lubis tempo doeloe, kita harus berani menelisik mental kita sekarang. Mental yang dimaksud disini adalah cara individu dan masyarakat Indonesia  bereaksi terhadap lingkungan. Contoh konflik Israel-Hamas, kaum gamis tak jelas langsung heboh. Begitu juga reaksi serupa terhadap pencalonan Gibran anak Presiden sebagai peserta kontestasi Pilpres 2024. Sementara terhadap pengungsi Rohingya mereka menolak dan berfikiran negatif terhadap Rohingya. Lihat pula yang menyuarakan anti LGBT, tapi dalam keseharian perangai sex kelompok anti LGBT ini malah buruk, misalnya suka berpoligami yang dalam hal ini tentu memberhalakan sex.

Akhirnya sampailah kita pada Presiden Jokowi yang belum lama ini menanggapi kritik yang disuarakan oleh mahasiswa Universitas Gadjah Mada. Jokowi menekankan perlunya kesopanan dalam penyampaian pendapat, dengan menekankan rasa hormat dan kepatuhan terhadap nilai-nilai tradisional. Ia mengingatkan kita semua betapa perlunya menerapkan tata krama sesuai budaya ketimuran, merujuk pada budaya hormat dan sopan santun terhadap orang yang lebih tua yang lazim di Indonesia. Lih. thejakartapost.com dalam http://tinyurl.com/ynmjduly  


Itulah respon halus Jokowi terhadap spanduk protes berukuran besar di dekat bundaran kampus UGM, Yogyakarta, bertuliskan pesan "Penganugerahan Nominasi Alumni UGM Paling Memalukan" dengan gambar Jokowi yang di satu sisi berhiaskan mahkota kerajaan dan sisi lainnya bertopi petani.

Gielbran M Noor, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa UGM, menguraikan tiga alasan di balik keputusan menyebut Jokowi sebagai alumnus yang paling memalukan. Pertama, indeks demokrasi mengalami penurunan yang signifikan sepanjang kepemimpinan Presiden Jokowi, kedua, terjadi kemunduran konstitusi pada masa kepemimpinan Jokowi, dan terakhir, upaya Presiden dalam membentuk dinasti politik. Semua faktor tsb secara kolektif menjadi pembenaran bagi Jokowi untuk dinobatkan sebagai alumni paling memalukan, karena ia gagal menjunjung tinggi nilai-nilai yang diharapkan dari seorang alumni UGM, demikian Gielbran. Lih. thejakartapost.com dalam http://tinyurl.com/ynmjduly

Gaya sradak-sruduk atas nama demokrasi seperti ini adalah fenomena sekarang. Ketua BEM UGM itu bukan yang pertama melakukan srudukan seperti ini. Ia hanya melanjutkan tinju gaya slugger itu dari senior-seniornya yang lain ntah itu politisi, akademisi, podcaster dst. Itu semua hanya karena Gibran Rakabuming Raka dipasangkan dengan Prabowo, setelah MK membuahkan sebuah keputusan yang diduga didorong oleh Presiden Jokowi.

Inilah mental bangsa kita yang mencuat sekarang dalam merespon sesuatu. Dengan pendekatan Antropomorfis dan Sosiologis terurai di muka, kita tahu bahwa kaum yang tak pernah bisa menerima realitas politik sekarang hanyalah cerminan kompleksitas dan keragaman nilai di dalam masyarakat.

Respons yang cepat dan kuat terhadap konflik Israel-Hamas adalah cerminan tingginya sensitivitas dan perhatian terhadap isu-isu internasional, terutama yang melibatkan umat Islam. Selebihnya masa bodoh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun