Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Polemik Royalti Musik Ahmad Dhani Vs Once Mekel dan Implikasinya terhadap Dunia Kreatif

26 April 2023   16:29 Diperbarui: 26 April 2023   16:42 2502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Achmad Dhani dan Once Mekel. Foto :  Nuvola Gloria, viva.co.id

Pasal 9 adalah ketentuan utama dalam UU tsb, dimana para vokalis sebelum menyanyikan lagu tertentu di panggung harus meminta izin dulu kepada si pencipta lagu. Diharapkan FGD nanti dapat menemukan solusi bagaimana caranya supaya semua peristiwa pertunjukan musik, termasuk aneka produk kreatif yang dijajakan di pasar, dapat berjalan tanpa ada friksi karena masalah royalty atau imbalan.

Penegasan-penegasan hukum perlu dilakukan dalam forum ini demi kesejahteraan para pencipta lagu dan kreator lainnya demi dan untuk anak cucu mereka di kemudian hari.

Di era industri modern sekarang, perlindungan untuk karya cipta ini sangatlah strategis. Polemik Once Vs Dhani, tidak cukup hanya untuk komunitas seni musik saja, tapi juga kita harus adil melihat bagaimana dengan Parfi, bagaimana kedudukan sutradara seperti alm Teguh Karya dan Asrul Sani disini, juga bagaimana royalty kepada penulis novel yang mendasari film tsb, bagaimana royalty kepada pemain-pemain utama dan para figuran.

Di dunia busana kita sudah melihat betapa Presiden Lanvin pernah berkunjung ke Indonesia di masa Orba hanya gegara merk Lanvin begitu mudahnya dibajak disini, sampai di pasar Tanah Abang bisa kita dapatkan merk Lanvin dengan harga murah-meriah. Sangatlah wajar presiden Lanvin datang jauh-jauh dari Paris untuk mempersoalkan hak ciptanya.

Bahkan hak cipta para kolumnis, kaliber apapun mereka, yang penting tulisan mereka dipublished di media tertentu, di blog tertentu, dijadikan referensi untuk tulisan tertentu dst.

Kembali ke dunia musik, kita sudah lama tahu adanya eksploitasi lagu-lagu jadul dari komponis legendaris seperti Nahum Situmorang, dimana kl 120 lagu ciptaannya kini ada dimana-mana, ntah itu di panggung dalam sebuah pentas musik, di ruang-ruang karaoke dll tanpa ada kejelasan bagaimana royaltynya kepada si pencipta yang sudah lama tiada itu. Logisnya royalty dimaksud tentu diberikan kepada saudara-saudara dekatnya, sebab ybs tidak pernah berumahtangga, apalagi punya anak. Begitu juga dengan Mochtar Embut, Jack Lesmana, Rinto Harahap, Ireng Maulana, Koes Plus, Indra Lesmana dll. Royalty musik tsb harus jelas semuanya.

Musisi nasional di usia senjanya tak sedikit yang mengalami kesulitan ekonomi, meski di masa jayanya musisi tsb melahirkan banyak karya yang ngehits dan banyak mencetak cuan.

Kita lihat Band Rock Jamrud asal Bandung misalnya, betapa susahnya hidup mereka sekarang. Begitu juga Deddy Dores yang banyak menciptakan lagu-lagu hits, bahkan Deddy terkenal sebagai talent scout yang berhasil mengangkat nama Nike Ardila menjadi penyanyi slow rock papan atas ketika itu. Lihat pula Edi Gombloh si pencipta lagu fenomenal Merah-Putih, lihat musisi folk seperti Ully Sigar Rusadi, Leo Christie, Iwan Fals dll.

Polemik antara Ahmad Dhani dan Once terkait pelarangan lagu Dewa 19 dibawakan Once dan dibawakan siapapun tidak hanya sekadar masalah etik. Meski katakanlah tak ada aturan yang dilanggar, sebagaimana bunyi pasal 23 Ayat 5 UU No 28/2018 yang mengatakan, seorang performer atau penampil tak perlu meminta izin pencipta jika sudah membayar imbalan royalti kepada pencipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).

Sepanjang EO membayar royalti kepada LMK, maka tidak ada permasalahan hukum. Selanjutnya, tinggal bagaimana LMK memberikan royalti itu kepada pencipta lagu sesuai kesepakatan kedua belah pihak. Bergantung perjanjian LMK sama artisnya. Berapa persen cuan yang ditarik oleh LMK itu. Berapa persen kepada pelaku acara, sementara untuk pencipta ada perjanjian sendiri dengan LMK. Pada point terakhir ini boleh jadi itulah yang membuat Achmad Dhani menjadi berang kepada Once. Padahal menurut pengakuan Once, ia telah melakukan protap itu. Maka yang perlu ditelisik lebih jauh disini tentu keberfungsian LMK dan EO itu sendiri.

Karenanya, LMK dan EO adalah pusat perhatian berikutnya setelah FGD berjalan dengan baik. Mengapa? Kalau keduanya berfungsi optimal, mengapa harus ada lagi ricuh-ricuh tak penting seperti polemik Once Vs Dhani sekarang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun