Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Marmonsak Politik Menuju Pemilu 2024

16 Juni 2022   18:31 Diperbarui: 16 Juni 2022   19:22 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kelanjutan infrastruktur darat, laut dan udara, kelanjutan IKN di Kalimantan, juga bagaimana mewujudkan Indonesia jaya pada 2045 yang akan diisi oleh generasi Z atau generasi milenial sekarang dan bagaimana agar generasi sandwich yi kita-kita yang menanggung beban ke atas dan ke bawah dapat berkurang bebannya agar lebih produktif dalam rangka meningkatkan IPM nasional menuju Indonesia Jaya 2045.

Apa boleh buat, sikon politik dan aturan pemilu kitalah yang membuat jurus monsak itu penting dalam perpolitikan nasional Indonesia.

Sistem kita tidak mengenal seleksi capres melalui konvensi nasional seperti di AS. Awal reformasi, Golkar pernah mencobanya, sekadar ujicoba di forum Golkar sendiri. Inilah pertamakali Prabowo muncul setelah dihukum DKM beberapa waktu sebelumnya. Ujicoba ala Golkar ini langsung gugur, karena belum ada instrumen yang mengaturnya bahkan di internal Golkar sendiri, apalagilah instrumen nasional yi UU Pemilu, jelas konvensi capres untuk parpol ini belum ada.

Karena rute untuk menjadi capres itu tidak ada di dalam sistem nasional kita, maka sekarang parpol melihat freezernya masing-masing, seperti misalnya AHY yang digadang-gadang Demokrat, Puan Maharani Soekarno yang digadang-gadang PDIP. Penggadangan semacam ini pun ada batasnya, yi parliamentary threshold yang dipatok minimal 4% di parlemen. Tak heran banyak parpol yang tercampak pada pemilu 2014 dan 2019. Yang sekarang berleha-leha tentu hanya PDIP dan Golkar atau Gerindra atau Nasdem, karena presidential threshold yang dipatok 20-25% sudah ada dalam genggaman, jika mereka berkoalisi satu sama lain.

Mari kita lihat urut-urutan 16 parpol yang berkontestasi dalam pemilu 2019 sbb : PDIP 128 kursi dari 27.503.961 suara (19,33%); Golkar 85 kursi dari 17.229.789 suara (12,31%); Gerindra 78 kursi dari 17.596.839 suara (12,57%); Nasdem 59 kursi dari 12.661.792 suara (9,05%); PKB 58 kursi dari 13.570.970 suara (9,69%); Demokrat 54 kursi dari 10.876.057 suara (7,77%); PKS 50 kursi dari 11.493.663 suara (8,21%); PAN 44 kursi dari 9.572.623 suara (6,84%); PPP 19 kursi dari 6.323.147 suara (4,52%); Berkarya 0 kursi dari 2.902.495 suara (2,09%); PSI 0 kursi dari 2.650.361 suara (1,85%); Hanura 0 kursi dari 2.161.507 suara (1,54%); PBB 0 kursi dari 1.990.848 suara (0,79%); Perindo 0 kursi dari 3.738.320 suara (2,07%); PKPI 0 kursi dari 312.775 suara (0,22%) dan Garuda 0 kursi dari 702.536 suara (0,5%).

Hanya 9 parpol saja yang bisa mengajukan capresnya masing-masing. Sekali lagi, itu pun kalau satu sama lain berkoalisi. Celakanya raihan itu memuat cukup banyak permutasi dan kombinasi. Ada yang cukup 2 parpol bisa maju, ada yang harus tiga parpol, bahkan 4 parpol baru bisa majut jalan.

PDIP yang number one saja tidak menang mutlak. Andaikanlah dia meraih 20 persen kursi di Parlemen, PDIP pasti bisa bersolo karier untuk mengajukan capresnya sendiri seperti yang hidden selama ini yi menggadang-gadang puteri mahkota Puan Maharani sebagai capres PDIP.

Tak heran tiada tahun selain tahun politik. Semuanya tak sabar. Cari Jalan masing-masing. Jurus monsak yang sudah dipandang kedaluarsa malah semakin menggebu. 

Look, apa jurus monsak Cebong Vs Kampret sudah berakhir? Oh no. Buzzers di medsos malah semakin banyak menabuh genderang perang menuju pemilu 2024. Begitu juga jurus beruk membaca puisi ilahi. O itu masih, malah baru kemarin ditangkapin kaum radikal yang mengatasnamakan Khilafatul Muslimin. 

Tak lupa Anies baru saja kemarin digadang-gadang sebagai presidenku oleh kalangan konservatif, meski baru ditabokin buzzers karena e formulanya yang baru saja usai dianggap bukan prestasi tapi dipandang sebagai penyalahgunaan dana rakyat DKI dengan beaya commitment fee dan beaya penyelenggaraan yang nyaris seribu milyar rupiah. Fantastis.

Saya pikir inilah yang dilihat Jkw selaku patron utama perpolitikan nasional kita. Silakan yang lain marmonsak, tapi jurus monsak Jkw jelas berbeda dengan jurus monsak dari lawan-lawan politiknya. Yang digelundungkan sementara ini hanyalah jurus monsak selaku variable antara, dengan asumsi antiklimaks dari semuanya adalah beberapa saat jelang tahun 2024. Nah pada moment itulah jurus monsak terbaiknya akan dikeluarkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun