Mohon tunggu...
Ishak Pardosi
Ishak Pardosi Mohon Tunggu... Editor - Spesialis nulis biografi, buku, rilis pers, dan media monitoring

Spesialis nulis biografi, rilis pers, buku, dan media monitoring (Mobile: 0813 8637 6699)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Dua Alasan Kenapa KPI Ibarat Macan Ompong

13 Agustus 2019   23:57 Diperbarui: 14 Agustus 2019   00:06 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Kominfo.go.id

Meminjam sebuah ungkapan, Komisi Penyiaran Indonesia yang disingkat KPI ibarat "macan ompong". Tampangnya sangar, siap mengejar lalu menerkam. Tapi sayang, giginya ompong! Kok begitu?

Ya, memang begitu faktanya. Bahwa wewenang yang melekat ke sebuah lembaga independen seperti KPI, ternyata tak selamanya bertaji. Bandingkan dengan lembaga independen lain seperti KPK maupun KPU. Beda jauh, bukan?

KPI terutama para punggawanya memang berada dalam posisi cukup pelik. Diapit dua situasi yang agaknya memang sulit "digigit". Pertama, KPI tak kuat melawan pemodal di industri penyiaran. Kedua, KPI juga mustahil melawan arus kemajuan teknologi saat ini.

Mari membahas alasan pertama. KPI yang dibentuk berdasarkan UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, sejatinya mengemban tugas mulia. Yakni menjamin agar tayangan di televisi bebas dari kepentingan pihak tertentu termasuk pemilik ataupun pemodal stasiun televisi itu sendiri.

Alasannya, frekuensi yang digunakan stasiun televisi merupakan milik publik sehingga wajib digunakan untuk kepentingan publik, bukan pribadi atau kelompok. Di sinilah persoalan timbul yang harus diakui sulit diselesaikan KPI.

Ketika KPI harus "menyensor" acara televisi yang dianggap kurang tepat ditayangkan, KPI sama sekali tidak punya wewenang menutup atau membreidel stasiun televisi dimaksud, seperti yang berlaku di masa orde baru. Paling jauh, menjatuhkan peringatan dan sanksi administratif yang tidak terlalu berat.

Dan, perlu dicatat, stasiun televisi pun tidak akan begitu saja menuruti arahan KPI. Ini berkaitan erat dengan masa depan stasiun televisi itu sendiri, yang memang juga dipaksa menghadirkan tayangan yang diminati pemirsa, bukan yang tayangan yang dibutuhkan.

Sebab bagaimanapun, televisi sudah berstatus industri, yang mengenal untung-rugi, kalau bisa untung sebanyak mungkin. Televisi bukan lembaga amal.

Sehingga apapun caranya, stasiun televisi akan selalu menyiasati dan bila perlu mengelabui KPI melalui berbagai tayangannya. Singkatnya, KPI sulit melawan saat berhadapan dengan pemilik modal.

Kedua, kemajuan teknologi informasi juga menjadi ancaman baru bagi KPI. Membatasi media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, hingga YouTube sama saja mencari musuh baru yang jauh lebih dahsyat ketimbang stasiun televisi.

KPI berhadapan langsung dengan rakyat banyak yang pasti memberontak bila akses ke medsos diatur sangat ketat. Mengatur sedikit, bolehlah. Kalau kebanyakan, netizen pasti ngamuk-ngamuk.

Lalu adakah cara agar KPI berubah menjadi lembaga sangar, ditakuti, layaknya "macan bertaring?" Tampaknya nihil. Karena eranya sudah demikian, dunia telah dikuasai pemodal dan teknologi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun