Mohon tunggu...
Ishak Pardosi
Ishak Pardosi Mohon Tunggu... Editor - Spesialis nulis biografi, buku, rilis pers, dan media monitoring

Spesialis nulis biografi, rilis pers, buku, dan media monitoring (Mobile: 0813 8637 6699)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Syair Jack Marpaung yang Mengubah Tapanuli

30 November 2017   15:55 Diperbarui: 23 Mei 2018   00:19 2910
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Jokowi di Bandara Silangit (Kompas.com)

Sebuah sore sekitar tahun 1992, saya tak lagi ingat persis. Yang jelas, saat itu saya masih duduk di bangku SD, kelas 3 atau kelas 4. Sekitar 200 meter menjelang rumah, saya dan ibunda yang dalam perjalanan pulang dari sawah, disuguhi pemandangan tak biasa. Seorang pria berdiri di sebuah mobil bak terbuka yang melaju dengan kecepatan rendah. Pria itu berpakaian khas Batak, mengenakan ulos di bahu dan topi penutup kepala yang juga bermotif ulos.

"Saksikan beramai-ramai, Jack Marpaung akan hadir di Balai Pertemuan malam ini," kira-kira begitu pengumuman lewat pengeras suara yang berasal dari mobil bak terbuka itu. Saya penasaran dan ingin tahu lebih jauh. "Jack Marpaung itu marga apa," tanyaku kepada ibunda. "Hahaha, ya marga Marpaung," jawab ibu terkekeh.

Saat itu, pengetahuan saya tentang marga-marga di Batak memang masih terbatas. Itu tak lain karena kampung kami, Parsoburan, saat itu masih masuk Kabupaten Tapanuli Utara, hanya dihuni beberapa komunitas marga saja. Marga Pardosi paling banyak, diikuti marga lain seperti Pane dan Sianipar. Dengan datangnya Jack Marpaung, otomatis pengetahuanku tentang marga pun bertambah satu.

Oh ya, bagi orang Batak, nama Jack Marpaung sudah tergolong melegenda. Ia adalah rocker yang suaranya mampu melengking hingga tiga-empat oktaf. Belakangan, jika ada orang Batak semisal Judika Sihotang, yang suaranya juga lumayan melengking, label "bersuara Jack" biasanya akan dilekatkan kepadanya sebagai tanda telah mampu menyamai suara Jack Marpaung.

Namun, Jack Marpaung tak melulu hanya bermodal suara 'teriak-teriak', tetapi juga mengusung syair lagu yang sarat pesan moral serta kritik sosial. Mirip syair lagu Iwan Fals, jika dibandingkan ke pentas musik nasional. Salah satu lagu Jack Marpaung yang akhirnya membawa dampak perubahan positif adalah "Tapanuli Peta Kemiskinan". Pernah dengar?

Ya, lirik lagu ini mempunyai pesan moral yang sangat menyentuh, dengan mengkritik orang-orang Batak sukses di tanah rantau yang seringkali melupakan pembangunan di kampung halamannya.

Berikut petikannya:

alai dung dapot ho

nasinitta ni roham

dung mamora ho mauli bulung i

lupa do ho di bona pasogit mi

na nigoaran i peta kemiskinan i

(Setelah sukses dan kaya, kau jadi lupa kampung halamanmu, yang dikenal dengan Peta Kemiskinan)    

Kehidupan masyarakat Tapanuli, yang saat itu masih mencakup wilayah sangat luas memang sangat memprihatinkan. Entah kenapa, sektor pertanian sebagai komoditas utama penghasilan kurang mendapat perhatian. Begitu pula dengan pariwisata yang meski mempunyai Danau Toba, ternyata tak mampu mendatangkan kesejahteraan bagi penduduk di sekitarnya.

Maka jalan satu-satunya untuk mengubah kehidupan itu adalah dengan cara merantau ke tanah orang. Itulah awal diaspora orang Batak yang kini menyebar ke seluruh Nusantara bahkan mancanegara. Semuanya berasal dari keprihatinan di kampung halaman.

Kisah itu diceritakan dalam penggalan lirik berikut ini:

Borhat ho amang

tu bariba uju i

hutaruhon ho mardongan tangiangki

pola do targardis hauma pauseang i

suda do i sude lao pasikkolahon ho

(Dengan doa kau berangkat untuk merantau, sawah warisan dari pihak ibu pun habis terjual untuk biaya sekolahmu)

Harta yang dalam lirik ini menyebut sawah warisan dari pihak ibu (hauma pauseang), dalam tradisi Batak sebetulnya sangat dianjurkan untuk jangan sampai berpindah kepemilikan. Pasalnya, harta warisan yang meski sepetak-dua petak itu merupakan sebuah kehormatan yang diberikan oleh pihak perempuan kepada pihak laki-laki. Namun demi pendidikan, harta warisan yang sakral itu pun terpaksa dijual.

Sayangnya, aksi nekat merantau hingga berbuah sukses itu, justru makin menjauhkan mereka dari kampung halaman. Tidak ada perhatian serius terhadap pembangunan di Tapanuli yang seperti berjalan di tempat. Semua sibuk dengan pangkat, jabatan, dan kekayaan masing-masing. Kalaupun mereka pulang kampung, itu hanya sekadar melepas rindu yang seringkali disusupi aksi "gagah-gagahan" dengan memamerkan kekayaan ke seluruh penduduk kampung.

Fenomena seperti itulah yang akhirnya membuat Jack Marpaung menjadi gusar. Ia ingin orang-orang Batak yang telah sukses di tanah rantau untuk segera membawa perubahan terhadap kampung halamannya.

Harapan itu tertuang dalam lirik berikut:

Mulak ma ho o bangsokki

bangso batak bangsokki bangso najogi

Mulak ma ho o bangsokki

bereng ma i undung-undungta i

naung maburburi

(Pulang wahai bangsaku bangsa Batak yang terpandang, lihatlah rumah kita yang sudah lapuk)

Syukurlah, panggilan Jack Marpaung lewat lagu itu perlahan berbuah manis. Orang-orang Batak di tanah rantau yang telah sukses mulai merasakan pentingnya membangun Tapanuli. Semisal, TB Silalahi yang membangun sekolah SMA Plus di Balige, kemudian diikuti Luhut Panjaitan dengan membangun Kampus DEL Teknologi bertaraf internasional di Laguboti.

Diharapkan, alumni SMU Plus Balige yang kini berjumlah ribuan dan rata-rata melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi negeri seperti ITB, UI, UGM, dan lainnya akan kembali ke kampung halamannya. Begitu juga dengan DEL Teknologi, yang beberapa waktu lalu sukses mengirimkan siswanya untuk menimba ilmu di NASA, badan antariksa Amerika Serikat.

Di luar TB Silalahi dan Luhut Panjaitan, tentu masih banyak sosok Batak yang akhirnya menaruh kepedulian terhadap kampung halamannya. Kepedulian itu disalurkan melalui berbagai bentuk seperti pemberian beasiswa pendidikan, serta bantuan lainnya.

Tapanuli juga keciptratan berkah setelah pemberlakuan otonomi daerah. Dulu, Kabupaten Tapanuli Utara yang sangat luas, kini telah mengalami pemekaran, yakni Kabupaten Toba Samosir (Tobasa), diikuti Kabupaten Samosir yang dimekarkan dari Tobasa, hingga Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas).

Terbaru, Presiden Jokowi baru saja meresmikan Bandara Internasional Silangit di Siborong-borong, Tapanuli Utara, Jumat (24/11/2017). Presiden Jokowi berharap Bandara Silangit menjadi gerbang "Marsipature Huta Na Be" (memperbaiki kampung halaman sendiri) untuk kemakmuran masyarakat Batak itu sendiri.

Dan, kita sudah tahu sama tahu, siapa sosok Batak di balik peresmian Bandara Silangit itu. Sosok yang dikenal sangat dekat dengan Presiden Jokowi. Namun yang jelas, Jack Marpaung yang kini lebih banyak mengabdi di bidang kerohanian gereja, telah mampu mengubah wajah Tapanuli lewat syair-syair lagunya. Semoga saja, suatu waktu nanti, Tapanuli Peta Kemiskinan akan berubah menjadi Tapanuli Peta Kemakmuran.

Barangkali ingin menikmati lagu Jack Marpaung yang fenomenal itu, silakan mampir di sini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun