Mohon tunggu...
Ishak Pardosi
Ishak Pardosi Mohon Tunggu... Editor - Spesialis nulis biografi, buku, rilis pers, dan media monitoring

Spesialis nulis biografi, rilis pers, buku, dan media monitoring (Mobile: 0813 8637 6699)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sihir Kopi Habinsaran dan Kerinduan ke Jerman

20 November 2017   01:47 Diperbarui: 20 November 2017   02:37 737
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kenangan di Kompasiana (Kompasiana.com)

Suatu siang di tahun 2009, tetapi saya lupa tepatnya di bulan berapa. Yang jelas, seorang teman saat itu bercerita tentang keseruan berdiskusi di Kompasiana. Saat itu, saya memang sudah tahu tentang hadirnya Kompasiana (selanjutnya saya singkat K saja), tetapi belum tertarik untuk membuatkan akun pribadi.

Teman itu lantas menganjurkan saya untuk ikut bergabung di K, yang dengan cepat saya balas dengan anggukan kepala, meski dalam hati saya belum tertarik. Saya membayangkan, K saat itu tak jauh berbeda dengan interaksi antaranggota di grup Yahoogroupsyang sedang marak. Saling berbalas komentar hingga sering berujung pada kesimpulan yang simpang-siur.

Ketimbang membuat akun K, saya lebih memilih aktif menulis di blog yang saat itu juga sedang 'naik daun'. Menulis di blog rasanya lebih puas karena selain leluasa menggonta-ganti tampilan desain, juga berkaitan dengan popularitasblog itu sendiri. Tulisan di blog walau hanya asal-asalan tentu saja lebih "bernilai" daripada tulisan yang sebetulnya 'ciamik' tetapi hanya dipublikasikan di K. Ibarat kata, gengsi sebuah blog jauh melebihi gengsi K. Uniknya, gengsi menulis di K kini malah menenggelamkan gengsi menulis di blog. Bagaimana, semua pasti setuju dengan penilaian saya, bukan?

Yuk, saya tuntaskan dulu ceritanya ya. 

Entah apa muasalnya, saran teman itu akhirnya terwujud ketika saya memutuskan bergabung di K pada 2010. Tapi dasar kurang semangat, selama 2010, artikel yang sukses ditulis di K hanya berjumlah 1 buah, itu pun artikel yang sifatnya hanya sekadar uji coba belaka. Setahun berikutnya, semangat mulai muncul, dibuktikan dengan kesuksesan mem-posting 8 artikel. Wow, itu prestasi luar biasa karena mengalami peningkatan hingga 700 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Saya kian rajin pada 2012, dengan menyetor sebanyak 26 tulisan. Tetapi saya lupa apakah saat itu kolom interaksi melalui pemberian rating dan/atau komentar sudah dihadirkan di K. Sebab, usai menulis, biasanya langsung log out. Tidak lagi peduli dengan jumlah pembaca, komentar, ataupun rating. Yang penting sudah tayang.

Empat tahun berikutnya secara berturut-turut, dari 2013 hingga 2016, 'penyakit' lama itu pun kambuh. Malas menulis, hingga tabungan artikel di K merosot drastis. Bahkan mencatatkan rekor terendah dengan nol artikel pada 2016. Saya mengecek, artikel terakhir saya berada di bulan Agustus 2015, sebelum puasa panjang hingga Januari 2017. Betul-betul kosong melompong.

Episode baru pun hadir di Februari 2017, bermula saat iseng-iseng membuka K. Seperti sihir, admin K memantik ketertarikan saya lewat sebuah pengumuman. Tak lain sebuah pengumuman tentang blog competition bertemakan teknologi satelit. Saya tertarik mengikuti lomba itu dengan motivasi ingin memperkenalkan komoditas kopi dari kampung halaman tercinta, Parsoburan-Habinsaran. Tanpa pikir panjang, saya berupaya menulis sebuah artikel yang mengulas tentang Kopi Habinsaran dikaitkan dengan kehadiran satelit sebagai sarana ampuh mempromosikan kopi Habinsaran ke seantero dunia. Meski artikel itu tak lolos sebagai pemenang, tetapi justru itulah awal kembalinya semangat menulis di K.

Motivasi untuk aktif menulis di K kini berubah. Tak lagi hanya sekadar iseng belaka, tetapi menginginkan yang lebih. Yakni, memperkenalkan kampung halaman saya sendiri ke khayalak luas. Maka bila dicermati, artikel saya di K didominasi tentang gambaran sosial, politik, maupun budaya yang berkaitan erat dengan Parsoburan, ibukota Kecamatan Habinsaran. Sedangkan sisanya adalah tentang isu politik nasional yang sedang menghangat.

Memperkenalkan kampung halaman sendiri, bagi saya, merupakan sebuah kewajiban. Itu tak lain karena dalam tradisi Batak, marga Pardosi seperti saya merupakan penduduk asli alias 'pemilik kampung' di Parsoburan. Dengan demikian, saya wajib menjaga Parsoburan walau kini sudah berada di perantauan. Meski begitu, status penduduk asli yang saya sandang harus diisi dengan hal-hal yang positif dan bersifat membangun.

Betapa beruntungnya saya, upaya memperkenalkan Parsoburan ke khayalak luas perlahan membuahkan hasil. Artikel saya berjudul 'Pak Jokowi, Kapan Blusukan ke Parsoburan' pernah menyabet label Headline yang kini berganti nama menjadi Artikel Utama di K. Saya tidak tahu, barangkali admin K mungkin saja 'teledor' hingga meloloskan artikel itu ke kolom Headline. Atau mungkin juga karena layak juga, sih. Hehehe.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun