Mohon tunggu...
Paramesthi Iswari
Paramesthi Iswari Mohon Tunggu... Ibu Rumah Tangga

Ibu Rumah Tangga

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Tupperware dan Dilema Manusia Modern

23 April 2025   16:55 Diperbarui: 23 April 2025   18:06 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terkadang, memandang warna warni menggemaskan tumpukan tupperware memberikan kepuasan tersendiri karena membuat saya merasa telah memilih yang terbaik untuk keluarga. 

Namun, rasa aman itu terkadang terasa palsu ketika menyimak pernyataan para ahli tentang potensi kontaminasi mikroplastik pada makanan dan minuman yang disimpan dalam wadah plastik.

Meski sebagian ahli mengatakan bahwa dalam kuantitas yang kecil, kehadiran mikroplastik dalam tubuh manusia tidak berbahaya, namun hingga kini permasalahan tersebut masih menjadi misteri yang belum 100% terjawab tuntas.

Makin hari, wadah plastik di rumah kian menumpuk.  Sebagian adalah kemasan plastik dari layanan bawa pulang (take away) dari restoran atau supermarket.  Tak terelakkan meski sudah berusaha membatasinya. 

Sering kali ketika membawa pulang makanan dalam wadah plastik seperti itu, ada rasa bersalah dalam diri saya dan terbayang sampah plastik seluas 2 kali pulau Kalimantan mengapung di samudra raya. Kalau sudah demikian, terbitlah rasa sesal kenapa tadi tidak bawa wadah tupperware saja sehingga tidak menambah sampah plastik?

Ah.... kadang kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian alam menjebak diri saya dalam perasaan serba salah.

Secara berkala saya menyisihkan wadah plastik yang tak lagi terpakai untuk disetor ke bank sampah PKK. Sebagian harus disisihkan karena sudah rusak atau tutupnya hilang. 

Tak terkecuali wadah tupperaware. Ada kotak tupperaware yang tak bisa dipakai lagi karena bolong terkena setrika panas. Rupanya anak lanang menyetrika sambil ngemil. Entah bagaimana ceritanya, wadah camilannya bolong terkena setrika panas. Ada pula tutup wadah yang telah koyak sehingga tak lagi bisa berfungsi optimal. 

Tupperware memang bukan barang ajaib yang mustahil rusak. Ketika sudah rusak, ia tak ada bedanya dengan wadah plastik sekali pakai lainnya yang hanya akan menjadi sampah yang tak terdaur ulang seluruhnya.

Seiring dengan tutupnya Tupperaware, ada sebersit kebimbangan. Terlebih karena sekarang tak bisa lagi mengganti tutupnya manakala sudah getas dan koyak. Apakah saya akan menggunakannya terus hingga ia koyak dan rusak lalu turut memperluas pulau plastik yang mengapung di samudera? Ataukah berhenti memakainya, menjadikannya sebagai koleksi "limited edition", benda kenangan yang menyesaki rumah mungil saya, atau warisan yang belum tentu disukai anak cucu?

Tupperware, wadah makanan bawa pulang, alat waffle maker yang tidak diperlukan: semuanya adalah tentang ekses dari konsumsi kapitalis modern---keberlimpahan yang terwujud dalam lemari yang penuh dengan plastik tupperware yang berjatuhan, dan diriku yang terkadang dihinggapi rasa bersalah karena ketidakmampuanku untuk melepaskan diri dari semua itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun