Mohon tunggu...
Djho Izmail
Djho Izmail Mohon Tunggu... Pejalan kaki yang lambat

Bercerita dari Kampung Bermukim Maya di: https://pangeranrajawawo.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Gadis Berambut Ular yang Keramas di Tengah Malam Buta, dan Berteriak Minta Keadilan, Atas Dirinya yang Dilecehkan

27 September 2025   07:00 Diperbarui: 28 September 2025   10:37 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar dari Gemini AI

di tengah malam yang sunyi dari bilik mandi yang basah

terdengar rintihan yang bukan milik manusia hidup

itu adalah ratapan hantu bulan

yang keramas dengan air dan darahnya sendiri

rambutnya bukan lagi helai namun ular-ular yang gelisah

menjerit setiap kali disentuh

sabun sisik-sisiknya melepaskan racun

kenangan yang membakar perih di bawah guyuran dingin

warga terbangun dari mimpi yang damai

mengira itu hanyalah anjing yang terluka

atau angin yang menyanyikan lagu pilu

namun suara jeritan itu terlalu nyata terlalu penuh derita

dan di antara jeritan itu terucap

nama yang seharusnya suci namun berbau busuk

di balik jendela-jendela yang rapat

darah dan air bercampur mengalir ke parit

menciptakan sungai-sungai kecil di atas tanah

yang membawa serta bau dosa dan pengkhianatan

setiap tetes adalah air mata yang membatu

setiap buih adalah janji yang diingkari

ia adalah gadis muda yang polos

menemukan ketenangan palsu di bawah jubah keagamaan

ia mencari cahaya namun menemukan kegelapan yang menjijikkan

seorang pemuka yang seharusnya menuntun

malah merenggut kesucian demi kekuasaan

dan setiap kata suci yang ia ucap

adalah benih dari penderitaan yang tak berkesudahan

dan kini setiap kali bulan penuh

ia harus mengulang ritualnya yang menyiksa

membersihkan darah yang tak pernah kering

dari rambut-ular yang tak pernah mati

ia menjerit bukan karena sakit fisik

namun karena luka batin yang menganga

sementara itu di mimbar yang megah

pemuka agama itu tersenyum lebar

menghitung uang yang ia dapat dari janji surga

dari pengorbanan yang ia jual

ia tidak tahu bahwa setiap koinnya adalah ratapan

dari jiwa yang ia hancurkan

dan setiap doa yang ia panjatkan adalah kutukan

dari hantu yang ia ciptakan

kini hantu itu hidup dalam siklus yang abadi

membersihkan noda yang tak bisa hilang

dan jeritannya adalah cermin dari kebejatan

yang tersembunyi sebuah sindiran tanpa kata

yang terdengar oleh angin

bahwa surga pun bisa diperdagangkan

dan neraka bisa tercipta di balik wajah-wajah suci

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun