Mohon tunggu...
Panca Nur Ilahi
Panca Nur Ilahi Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Rebahan

Limpahkan pemikiran dengan sebuah tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Melati

29 September 2020   22:32 Diperbarui: 29 September 2020   22:35 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

'Ren, lu mau beli seblak depan kampus gak? Enak kayaknya lagi mau ujan gini.' aku mengajak Reni yang sedang sibuk dengan  HPnya. 

'Hayu atuh lah Rul, jalan kaki aja kan kosan kita sama kampus deket.' Reni bangkit dari kasur sambil merapikan jilbabnya. 

'Tumben lu gak mager, oke kita jalan kaki aja, sambil cuci mata liat cogan fakultas Hukum hehe.' aku melihat Reni, dia tersenyum tanda ia sepakat dengan ucapan ku. 

Kosan aku dan Reni berada tepat di belakang kampus, sebelumnya hanya aku yang ngekos di kosan ini. Reni pindah ketika kami sudah menjadi teman dekat. Sesama anak perantauan membuat kami merasakan hal yang sama bisa dibilang senasib sepenanggungan, satu sama lain kami saling menjaga. 

Ketika aku susah Reni mau membantu ku begitu sebaliknya, terlebih kami berdua merupakan perempuan dari kota yang berbeda. Aku berasal dari Bandung sedangkan Reni berasal dari Bogor, walau beda kota tapi kami merasa satu kampung mungkin karena kami saling mengerti bahasa daerah masing-masing yaitu bahasa Sunda. 

Selain kami satu kelas, aku dan Reni juga satu Geng, nama geng kami yaitu Melati. Berisikan 8 cewek yang mempunyai obrolan dan pembahasan yang sama, ya sudah bisa ditebak kami juga punya grup WA di luar grup kelas. Kadang kami membicarakan tentang cowok, drakor, make up, tugas kuliah, sampai berkhayal tentang masa depan. 

Sebetulnya aku kurang sreg dengan membuat 'Geng' karena orang lain akan mengira kami superior diantara yang lain. Namun, teman-teman di kelas ku ternyata mempunyai gengnya masing-masing, sedikit aneh bagi ku yang lebih suka dengan saling membaur dan 'ngeriung' ketika menghadapi sebuah persoalan, anak kampung ini memang tidak paham keadaan. 

Sehabis beli seblak aku membuka layar hp ku yang sedari tadi sudah terus bergetar, seperti biasa grup melati sedang membahas sesuatu. Aku melihat pesan dari Nisa, ia bertanya mengenai tugas kelompok manajemen pemasaran. Mata kuliah ini tidak terlalu susah tapi dosennya cukup galak dan tegas, jadi kami sangat berhati-hati dengan tugasnya. 

'Nurul, lu satu kelompok sama siapa? Kayaknya pertemuan selanjutnya lu presentasi deh.' Nisa menanyakan itu di dalam grup.

'Kayaknya Nurul sama Pandu deh Nis, soalnya dia maju abis gua.' Ratna membalas pertanyaan Nisa. 

'Hah! Emang iya rul?.' Nisa terkejut seakan tersambar petir di siang bolong. 

'Iya nis lu gk percaya banget, si Nurul mane si belum nongol juga.' Ratna menunggu aku untuk muncul.

'Kelompok manajemen pemasaran ya, iya gua sama Pandu. Ada Radit juga, kita bertiga.' aku muncul memperjelas kebingungan Nisa. 

'Oh yaudah bagus deh, Pandu kan pinter. Enak, lu aman kalo ditanya.' balasan Nisa seakan ketus ketika mempersoalkan ini, atau mungkin aku yang salah intonasi membaca pesan itu. 

'Nggak gitu lah, gua juga kerja nyari materinya. Cuma gak tau deh kalo radit, dia kan males.' aku membela diri. 

'Berarti lu kerja berdua terus dong sama Pandu, hati-hati ya.' Ratna memperingatkan ku. 

Seakan ada yang salah jika aku satu kelompok dengan Pandu. Aku sadar, Pandu merupakan Mahasiswa cowok yang tampan di kelas. Dia juga pintar dan kritis, nilai-nilainya selalu teratas, bahkan ketika Dosen menyebutkan hanya ada satu mahasiswa yang mendapat nilai ujian atau kuis di atas 90 pasti nama Pandu yang keluar. 

Sayangnya sifat Pandu dianggap sedikit aneh dibanding cowok lain di kelas, ia dingin dan jarang sekali nongkrong bareng dengan cowok lain. Aku hanya melihat ia selalu bersama dengan Radit, Danar, dan Angga. Selebihnya ia selalu sendirian, sifat pandu misterius. Hanya itu yang aku bisa liat dari Pandu, karena aku sendiri jarang sekali berbicara dengannya. 

Oh iya, aku teringat bahwa banyak perempuan di kelas ku yang menaruh perasaan kepada Pandu. Bahkan banyak perempuan yang takut ketika dekat dengan Pandu, karena pasti akan mendapat gosip tidak enak bahkan sampai dikucilkan di kelas. Aku sendiri juga bingung kenapa perempuan-perempuan itu sangat tidak mau Pandu ada yang punya. 

Deadline tugas kelompok ku semakin dekat, aku dan Pandu semakin sering bersama untuk mendiskusikan materi-materi yang akan dijelaskan ketika presentasi. Hari ini sehabis kelas kami janjian untuk bertemu di perpustakaan. Sesampainya di perpus aku tidak melihat Pandu, aku hanya melihat Radit yang sedang duduk di meja bagian pojok. 

'Dit ada lo juga, tumben lo ikut kerja kelompok. Takut dicoret namanya ya? Hahaha.' sarkas kepada teman yang menjadi benalu menurut ku perlu. 

'Ishh... iyalah hahaha, kan besok kita presentasi jadi gua juga harus ikut kerja lah.' Radit menjawab dengan santai. 

'Hahaha bagus deh, jangan jadi tukang geser slide aja lu. Btw si Pandu mana?.' sambil melihat sekeliling aku bertanya keberadaan Pandu. 

'Ohh tuh dia di rak buku lagi nyari referensi lain, gk bisa jauh banget lo sama Pandu.' ekspresi Radit terlihat meledek ku. 

'Bacot deh lo, entar ada yang denger bahaya.' aku meninggalkan Radit. 

Aku berjalan untuk menemui Pandu, di rak bagian Manajemen Ekonomi. 

'Ndu gua cariin juga, gua kira lu udah pulang.' mataku tak berani melihat wajah Pandu.

'Gua dari tadi disini.' jawab Pandu. 

'Oh gua tadi ke toilet dulu ndu.' mataku hanya menghadap buku.

'Oke.' seperti biasa jawabannya selalu singkat. 

'Terus buat besok gua udah nyiapin materi yang lu suruh rangkum, paling tinggal mantepin ppt sama penjelasan'. Aku mulai memandang Pandu. 

'Bagus kalo gitu, nanti bagian gua yang ngejelasin aja.' mata Pandu hanya menatap buku yang ia baca.

Aku melihat wajah Pandu sangat dekat kali ini, karena rak buku seperti gang kecil maka kami berdua cukup berdekatan. Aku memandangi wajah dinginnya sangat lama. Tiba-tiba saja Nisa muncul dari arah gang sebelah tepat dari kiri Pandu. Aku sangat terkejut bertemu Nisa. 

'Ngapain lu rul?' Nisa bertanya dengan nada jutek. 

Aku sadar Nisa sedang basa basi 'ya nyari bahan buat besok'

'Kok berduaan disini, tuh Radit ditinggalin sendirian' intonasi Nisa semakin naik, tatapan nisa seperti ibu kos penagih uang bulanan.

'Lu kaya gk tau Radit aja, dia mana mau ikut nyari buku yang ada pusing.' aku berusaha mengatur suara.

'Enggak! Gak tau gue.' kini Nisa terlihat emosi. 

'Lu kenapa sih? Mending lu bantuin gue sini.' aku bingung dengan sikap Nisa.

'Dih, ogah!' tatapan Nisa tajam memandangku. 

Pandu menutup bukunya dengan keras dan pergi ke meja Radit. Aku mengekor di belakang Pandu, meninggalkan Nisa. setelah itu kami berdiskusi dan mulai mengerjakan hal-hal yang diperlukan untuk presentasi besok. 

Setibanya di kosan aku menceritakan kejadian tadi kepada Reni. Aku sangat bingung dengan sikap Nisa, aku berpikir, tak ada yang salah dengan ku. 

'Rul lu lupa apa Oon si.' Reni menepak pundak ku.

'Aw..... sakit anjirr, lupa apansi.' aku masih bingung. 

'Elu ya bener-bener, gua kasih tau sama lo nih. Kalo Nisa sama Pandu itu pernah deket.' terlihat Reni sedikit panik.

'Setau gua itu cuma rumor dan gosip doang.' dengan polosnya aku menjawab Reni. 

'Rul, emang gak ada yang tau itu bener atau enggak, tapi coba lu pikir aja. Mereka selalu berdua buat ngerjain tugas bahkan di luar itu.' 

'Ya itu kan dulu, sekarang nggak. Lagian gue juga gak ngapa-ngapain sama Pandu, aneh banget tuh orang.' aku membela diri. 

'Yaudahlah, lu siap-siap aja kalo ada omongan aneh. gua juga pusing kalo ngomongin dia. Lu fokus aja buat besok.' Reni lepas tangan. 

Esok harinya, semua berjalan dengan lancar tanpa hambatan dan sepertinya dosen kami senang dengan penjelasan kami, aku lega dan optimis kami bisa dapat nilai yang bagus dari tugas. Ada satu hal yang aneh setelah beban ku ringan, aku melihat isi grup geng melati tidak ada percakapan. Tak ada percakapan atau rekomendasi drakor seharian ini. 

Reni mendekati ku selesai presentasi, 'Rul, lu harus tau.'

 'Tau apa?' sepertinya Reni punya rahasia. 

'Nisa, Ratna, Gendis dan yang lainnya punya grup baru tanpa kita.' Reni membisikan hal itu. 

'Hemm yaudahlah Ren, kalo kaya gtu.' aku tak peduli.

'Ada lagi, sekarang lu jadi bahan gosipan cewek-cewek yang lain. Kalo lu itu suka sama Pandu.' Reni berbicara sangat pelan.

'Hah!!! Aneh banget si!.' aku teriak di dalam kelas, untungnya sedang tidak ada dosen. 

'Sssttt... udah lu biasa aja, kan kemaren gua udah bilang sama lu.' aku pikir Reni ada di pihakku. 

Aku mencoba membuka WA grup Melati, ternyata semuanya sudah keluar dari grup ketika aku presentasi kecuali aku dan Reni. Aku kecewa dengan teman ku sendiri, terlalu polos bagiku untuk percaya dengan teman. Kesalahpahaman ini sungguh sangat lucu bagiku. Ketika aku sedang berjuang untuk memberikan yang terbaik ternyata teman ku sendiri mempunyai pikiran yang buruk tentang ku. 

Aku mencoba menenangkan diri dengan membeli seblak depan kampus bareng Reni. hari ini aku mau level  yang pedas. Agar aku bisa bijak menangani masalah ini. 

Pikiran ku mulai kembali tenang, dengan kepala dingin aku berpikir bahwa tidak baik aku menyalahkan orang lain, mungkin aku terlalu naif menganggap semua orang baik. Lagi pula sejak dari awal aku tidak setuju untuk membentuk sebuah geng. Aku belajar untuk bisa berdiri sendiri dan mulai membatasi diri dengan orang-orang yang ada di sekelilingku. Lucu saja bagiku, nasib geng melati hanya sampai disini dengan masalah yang tidak jelas. 

.

.

.

'Nurul, buat tugas selanjutnya lu mau sekelompok sama gua lagi gak?' Hp ku berdering, 

Aku membuka pesan tersebut, dengan tangan bergetar aku membaca pesan yang masuk. Ternyata pesan itu dari Pandu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun