Mohon tunggu...
Penyair Amatir
Penyair Amatir Mohon Tunggu... Buruh - Profil

Pengasuh sekaligus budak di Instagram @penyair_amatir, mengisi waktu luang dengan mengajar di sekolah menengah dan bermain bola virtual, serta menyukai fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mencari Hati Rukmini

9 Maret 2021   17:22 Diperbarui: 9 Maret 2021   18:07 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Salah satu kegelisahan yang kini menggerogoti kepala Yono cuma satu. Bagaimana caranya agar anak semata wayangnya mau kawin. 

Eh, mungkin bagi sebagian istilah "kawin" kurang cocok dilekatkan pada manusia. Kata beberapa kawan, "kawin" itu saat ini baiknya digunakan untuk binatang saja. Saya ngeri juga mulanya mendengar semacam itu. Karena di lingkungan saya, kata "nikah" tidak cukup populer.  

Baiklah, supaya kisah ini tidak menjadi masalah dikemudian hari. Saya revisi.

Bagaimana caranya agar anak semata wayangnya mau menikah. Anak satu-satunya itu namanya: Rukmini. Usianya kurang lebih 36 tahun. Setelah lulus kuliah, Rukmini bekerja di sebuah kantor pajak. Hingga saat ini. 

Yono sudah berkali-kali menanyakan perihal jodoh itu pada putrinya. Ketika kawan-kawan sebayanya sudah beranak pinak. Ah, mohon maaf lagi bila "beranak pinak" kurang sopan jika dilekatkan dengan manusia. Tapi saya tidak punya pilihan kata selain itu yang tepat.

"Jika nanti waktunya tiba. Aku pasti membawa pilihanku pada Ayah" 

Itu kalimat sakti Rukmini. Berkali-kali dilontarkan jika mendapat serangan Ayahnya.

"Kapan Nduk?"

Yono kehilangan istrinya untuk selamanya. Selepas melahirkan putrinya, kesehatan istrinya memburuk. Tak berselang lama, meninggal dunia. 

Tekad kawan saya itu luar biasa. Ia membesarkan Rukmini seorang diri. Saya yang mulanya tidak yakin dan bahkan sering memberikan nasihat agar Yono mencari ibu baru untuk Rukmini, harus menyerah. 

"Aku akan membesarkan sendiri Nu."

Kembali ke masalah Yono saja ya. Supaya cerita ini fokus. Supaya tidak ruwet seperti sinetron di televisi yang diawasi komisi penyiaran itu.

"Aku sudah tidak punya harapan lagi. Anakku tetap seperti itu. Tidak mau menikah. Ada saja alasannya. Malah aku yang disuruh kawin lagi. Aku minta bantuanmu. Kamu paling bisa diandalkan untuk hal-hal semacam ini."

Saya takjub. Bagaimana bisa Yono meminta bantuan dari orang yang belum menikah. 

"Aku tahu kamu belum menikah. Tetapi aku punya keyakinan kalau lewat kamulah masalah anakku akan selesai."

Gila. Lelaki itu bisa membaca pikiran saya. Atas dasar apa juga dia yakin pada saya. 

"Mimpi Nu. Aku sudah lelah. Bantu aku"

Asem. Dia menjawab isi pikiran saya lagi. Karena tak punya pilihan lagi, saya berjanji akan mencobanya. Sekaligus memberikan ultimatum, bahwa saya hanya mencoba. Tidak lebih dari itu.

...

Pertama-tama saya ajak Rukmini ketemu. Setelah beberapa kali selalu gagal, entah dia sengaja menghindar atau perasaan saya saja, sore itu kami duduk bersama. Dia masih mengenakan baju kantornya. Saya sengaja mencegat di kantornya. 

Ada cafe di depan kantornya. Dia mengajak saya ke sana. Tentu saja kami saling mengenal. Yono adalah teman karib saya. Meski saya lebih muda lima tahun. Rukmini ini memanggil saya dengan sebutan Om. 

"Saya tahu kamu tahu apa yang akan Om lakukan. Ini permintaan yang sebisa mungkin sudah saya tolak Nduk. Tapi saya sudah janji akan mencobanya."

"Apa aku akan menjawab lagi pertanyan konyol itu?" 

Ia mengaduk minumannya pelan-pelan. Ekspresinya memang semacam itu bila membahas tentang masalah yang satu itu. Masalah pernikahan.

"Om juga tidak pernah bicara langsung ke kamu. Saya juga tidak pernah bertanya kepada Ayahmu. Tetapi jika ayahmu bercerita, tentu saya tidak akan melarangnya."

Rukmini memencet-mencet gawainya.

"Sebagai salah satu teman Ayahmu, saya minta tolong Nduk. Bicarakan dengan ayahmu tentang apa-apa yang harus kamu ucapkan. Sehingga tidak lagi ada ini itu yang menumpuk di kepalanya."

Lidah saya kelu. Tak tahu lagi apa yang harus saya katakan. Saya berpikir terlalu jauh memasuki wilayah urusan pribadi Rukmini. 

Rukmini masih belum mengucapkan apa-apa. Padahal jika ngobrol bukan topik ini pastilah nyerocos. Saya menunggu momentum.

"Ikut saya ke Ayah om. Penting"

Rukmini berdiri. Saya terpaksa mengikutinya. Entah apa yang ada di kepala anak itu.

Sepanjang perjalanan, saya tiba-tiba kehilangan kata-kata. Sangat sulit untuk dijelaskan kenapa bisa begitu.

"Jika nanti waktunya tiba. Aku pasti membawa pilihanku pada Ayah" 

Saya menoleh. Mobil memasuki halaman rumahnya. Tiba-tiba saja pikiran itu, yang telah lama sekali saya pendam, hadir begitu saja. Badan saya bergetar. Dengan tergagap saya turun dari mobil. Menyembunyikan serapat mungkin kejutan apa yang akan ia tunjukan sebentar lagi.

Jangan-jangan.

...

Sukodono - Prambon, Sda

9 Maret 2021

Berkawan dengan angin sepoi-sepoi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun