Kembali ke masalah Yono saja ya. Supaya cerita ini fokus. Supaya tidak ruwet seperti sinetron di televisi yang diawasi komisi penyiaran itu.
"Aku sudah tidak punya harapan lagi. Anakku tetap seperti itu. Tidak mau menikah. Ada saja alasannya. Malah aku yang disuruh kawin lagi. Aku minta bantuanmu. Kamu paling bisa diandalkan untuk hal-hal semacam ini."
Saya takjub. Bagaimana bisa Yono meminta bantuan dari orang yang belum menikah.Â
"Aku tahu kamu belum menikah. Tetapi aku punya keyakinan kalau lewat kamulah masalah anakku akan selesai."
Gila. Lelaki itu bisa membaca pikiran saya. Atas dasar apa juga dia yakin pada saya.Â
"Mimpi Nu. Aku sudah lelah. Bantu aku"
Asem. Dia menjawab isi pikiran saya lagi. Karena tak punya pilihan lagi, saya berjanji akan mencobanya. Sekaligus memberikan ultimatum, bahwa saya hanya mencoba. Tidak lebih dari itu.
...
Pertama-tama saya ajak Rukmini ketemu. Setelah beberapa kali selalu gagal, entah dia sengaja menghindar atau perasaan saya saja, sore itu kami duduk bersama. Dia masih mengenakan baju kantornya. Saya sengaja mencegat di kantornya.Â
Ada cafe di depan kantornya. Dia mengajak saya ke sana. Tentu saja kami saling mengenal. Yono adalah teman karib saya. Meski saya lebih muda lima tahun. Rukmini ini memanggil saya dengan sebutan Om.Â
"Saya tahu kamu tahu apa yang akan Om lakukan. Ini permintaan yang sebisa mungkin sudah saya tolak Nduk. Tapi saya sudah janji akan mencobanya."