Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Guru yang Giat Bergerak Mengaktifkan Murid

27 Agustus 2025   11:31 Diperbarui: 27 Agustus 2025   15:30 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi 1: Guru giat bergerak di ruang belajar dari satu murid ke murid yang lain, diambil dari microsoft via KOMPAS.com

Semua guru yang memiliki jam terbang banyak pasti dapat menandai perbedaan murid. Murid pada masa kini rerata lebih pasif ketimbang murid pada masa lalu.

Pasifnya sangat tampak. Kurang bergairah terlibat dalam pembelajaran. Misalnya, saat ditawari untuk maju menuliskan pekerjaan mereka di papan tulis atau mempresentasikannya agar didengar oleh teman-temannya, tak mudah dilakukan oleh murid.

Ada satu dua murid akhirnya mau maju atau mempresentasikannya harus dimotivasi berulang-ulang. Itu pun dari waktu ke waktu, hanya murid-murid tertentu. Artinya, murid yang mau terlibat aktif belajar, tak banyak.

Pada suatu saat saya menginginkan mereka menuliskan alasan mengapa tak mau maju menuliskan pekerjaannya di papan tulis atau mempresentasikan pekerjaannya di hadapan teman-temannya. Menuliskannya di kertas kecil tanpa disertakan nama dan identitas lainnya.

Alasannya ada yang malu, takut, tak percaya diri, belum jelas, tak mengerti, dan belum menyelesaikan atau belum mengerjakan pekerjaan yang dimaksud. Tiga alasan yang pertama paling banyak, yaitu malu, takut, dan tak percaya diri.

Padahal, sebelum maju, misalnya, saya selalu meminta mereka untuk menuliskan nomor absen. Ini untuk menandai bahwa pekerjaan tersebut dihargai. Saya memberi nilai. Dan, murid-murid sudah memahaminya.

Tapi, toh begitu belum sebegitu merangsang mereka untuk mau maju menuliskan pekerjaannya di papan tulis atau mau membaca pekerjaannya agar teman-temannya menyimak.

Pekerjaan temannya yang dituliskan di papan tulis karena mau maju, akhirnya saya jadikan sarana untuk memotivasi murid lain agar mau maju. Sekalipun pekerjaan murid ini belum sempurna, artinya masih dijumpai ada kesalahan, yang namanya apresiasi selalu ada dan saya memberikannya.

Bahkan, saya sering menyatakan bahwa pekerjaan ini menjadi berkat bagi murid yang lain, sekalipun masih dijumpai ada kesalahan. Sebab, akhirnya murid lain mengetahui yang bagaimana salah dan bagaimana betulnya.

Ilustrasi 2: Kertas kecil yang diisi oleh murid sesuai isi hati dan pikiran mereka atas kurang bergairah dalam pembelajaran. (Dokumentasi pribadi) 
Ilustrasi 2: Kertas kecil yang diisi oleh murid sesuai isi hati dan pikiran mereka atas kurang bergairah dalam pembelajaran. (Dokumentasi pribadi) 

Artinya, murid yang mau maju dapat menjadi jalan terang bagi murid yang lain. Menolong murid yang lain. Bahkan, saya sering mengatakan bahwa ia menjadi pahlawan bagi teman-temannya.

Dengan demikian, apresiasi yang saya berikan tak sekadar berupa nilai. Tapi, juga apresiasi yang mengarah ke prestise diri. Agar, mentalnya semakin kuat, yang menjadikan murid bersangkutan menjadi lebih percaya diri.

Dalam semua itu murid tak dipermalukan sekalipun dijumpai ada yang salah dalam pekerjaan yang dipresentasikan, baik melalui ditulis maupun dibacakan. Tapi, justru sebaliknya, yaitu disanjung, dipuji, dan dimuliakan di hadapan teman-temannya secara verbal.

Ini bentuk motivasi, yang tak hanya ditujukan kepada murid yang bersangkutan. Tapi, juga bermaksud memotivasi murid-murid yang lain untuk tak merasa takut, malu, dan memiliki kepercayaan diri.

Sebab, sekalipun pekerjaan itu ada yang salah, tetap diapresiasi dan dihargai, sekali lagi, baik berwujud nilai maupun penguatan mental.

Fakta yang kemudian didapat adalah murid yang sudah pernah maju atau mempresentasikan pekerjaannya, memiliki kecenderungan maju atau mempresentasikan pekerjaannya pada waktu-waktu berikutnya.

Artinya, apresiasi nilai dan apresiasi verbal yang berupa pujian, sanjungan, dan pemuliaan, ternyata mampu memotivasi murid untuk aktif terlibat dalam proses pembelajaran.

Sekalipun tak secara radikal, cara ini membawa efek bagi murid lain. Dengan mengapresiasi --baik berupa nilai maupun verbal-- pekerjaan murid yang maju atau yang mempresentasikan di hadapan teman-temannya, masih memiliki kekuatan untuk mendorong murid lain agar mengeksplorasi diri.

Murid yang lain akhirnya ada yang mau maju atau mempresentasikan pekerjaannya di hadapan teman-temannya.

Dan, keterlibatan murid dalam pembelajaran agaknya semakin bertambah saat guru giat bergerak, mau membangun komunikasi dengan murid, dari satu murid ke murid yang lain.

Beberapa teman guru mengiyakan hal ini. Bergerak dari satu murid ke murid yang lain, tanpa harus memilih-milih murid. Baik murid yang dipandang memiliki masalah maupun yang tak memiliki masalah, sama-sama perlu didekati.

Maksudnya didekati adalah mereka diajak komunikasi. Sekalipun muatan komunikasi dianggap remeh-temeh, misalnya, "sehat ya?", "kamu hari sangat ceria", "tadi ke sekolah diantar atau berangkat sendiri", "rumahmu mana?", dan "kamu sudah sarapan atau belum" merupakan bentuk komunikasi yang, disadari atau tak disadari, menguatkan kepercayaan diri murid, keberanian murid, dan mengikis rasa malu.

Sebab, betapa pun, murid akhirnya menjawab. Dan, guru dapat mengembangkan komunikasi ini secara lebih akrab. Lebih berempati. Sehingga, murid merasa nyaman, sejahtera, dan bahagia.

Komunikasi dapat saja perihal yang lebih serius. Misalnya, "apa materi yang perlu dijelaskan lagi untukmu", yang paling kamu sukai materi apa?", "kamu menyukai pelajaran apa?", dan "pernah ikut lomba?".

Pertanyaan-pertanyaan ini hanya sekadar sarana untuk membangun komunikasi. Sehingga, akan lebih mengena kalau dikemas secara rileks. Intinya, menggugah spirit belajar murid. Pertanyaan-pertanyaan ini justru menjadi pintu masuk murid menjadi pribadi lebih berani, percaya diri, tak malu, dan terbuka.

Memang cara ini membutuhkan energi yang lebih karena guru sesekali perlu mobilitas dalam ruang belajar. Seperti sudah disebut di atas, yaitu bergerak berkomunikasi dari satu murid ke murid yang lain.

Kalau ini dilakukan secara berkelanjutan, jarak antara guru dan murid akan terkikis. Taruhlah, misalnya, saat jam mengajar dapat membangun komunikasi dengan satu-dua murid saja sudah sangat berefek. Sebagian orang boleh menganggap hal ini sepele, tapi efek edukasinya sangat dirasakan.

Saya sangat percaya bahwa guru yang giat gerak di ruang belajar, misalnya menyapa murid ini, menanyai murid itu, dan berkomunikasi ramah, yang juga terus dilakukan, akan melahirkan murid-murid yang aktif, yang giat terlibat dalam proses pembelajaran.

Selanjutnya, tak usah menunggu lama dan memotivasi berulang-ulang seandainya guru menawarkan kepada murid maju menuliskan pekerjaannya di papan tulis atau mempresentasikan pekerjaannya di hadapan teman-temannya. Murid pasti berebutan karena mereka tak malu, tak takut, dan mereka percaya diri.

Tentu situasi dan kondisi proses pembelajaran yang tergambarkan seperti ini disukai dan diharapkan oleh semua guru. Bahkan, tentu juga diingini oleh semua murid. Sebab, situasi dan kondisi proses pembelajaran yang seperti ini memuat kegembiraan, kebahagiaan, dan kenyamanan.

Akhirnya, dapat dikatakan bahwa sekalipun guru sudah masuk ke ruang belajar membersamai murid, tapi malas gerak, sudah pasti tak dapat melahirkan murid-murid yang aktif belajar. Apalagi kalau murid sering ditinggal dan hanya diberi tugas. Tentu saja tak membawa perubahan yang positif dan produktif dalam diri murid.

Hal ini bukan berarti bahwa guru tak dapat memberi tugas kepada muridnya dan meninggalkannya. Tentu saja tak seperti ini maksudnya.

Jika memang ada kepentingan yang tak dapat ditinggalkan, apalagi sakit atau ada keluarga yang meninggal, juga ada pekerjaan besar di rumah, tentu sah-sah saja murid diberi tugas dan ditinggalkan.

Yang seperti ini tentu ada guru piket yang menggantikan. Sehingga, hak murid tetap dapat terpenuhi. Murid tak diabaikan. Mereka tetap dibersamai dalam proses pembelajaran.

Yang perlu dihindari oleh guru adalah memberi tugas kepada murid dan meninggalkannya hanya untuk kepentingan yang remeh-temeh, misalnya, duduk-duduk di ruang guru atau di mana saja tanpa ada kepentingan terkait dengan profesi.

Sebab, betapa pun perilaku ini termasuk perilaku yang korup, yang sangat jauh dari spirit mengedukasi. Karena, merugikan murid, orangtua murid, bahkan bangsa dan negara.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun