Tetapi, diakui oleh guru, Jalur Zonasi memberi sumbangan mengenai rendahnya semangat belajar siswa. Guru yang sehari-hari memang bersentuhan dengan siswa merasakan secara langsung dampak buruk Jalur Zonasi.
Apalagi kalau guru sudah membandingkannya dengan generasi sebelum ada Jalur Zonasi dalam PPDB, guru pasti menemukan perbedaan yang signifikan. Generasi sebelum ada Jalur Zonasi --dan masih berlaku ujian-- lebih bersemangat belajar ketimbang generasi selama ada Jalur Zonasi.
Karenanya, jika pada SPMB 2025 diberlakukan Jalur Domisili yang skemanya sama persis dengan Jalur Zonasi, kasihan anak-anak. Sebab, tak ada situasi dan kondisi yang mendorong mereka belajar secara giat.
Realitas yang dialami oleh anak tak jauh berbeda dengan yang dialami oleh orangtua, lebih-lebih orangtua yang latar belakang pendidikannya rendah, pun ekonomi kurang. Adanya Jalur Domisili yang skemanya masih sama dengan Jalur Zonasi sudah pasti tak menggugah mereka untuk memotivasi anaknya belajar dengan penuh gairah.
Sebab, seperti keyakinan yang tertanam di dalam diri anak, yaitu buat apa belajar kalau melalui Jalur Domisili, tanpa nilai yang bagus saja, dapat diterima di sekolah yang dekat dengan tempat tinggal.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI