Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tema "Suara Demokrasi" P5, Bekal Siswa Sejak Dini dalam Berdemokrasi

9 Februari 2024   18:13 Diperbarui: 9 Februari 2024   18:19 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi 1: Siswa yang sedang menyalurkan hak suaranya untuk pemilihan Ketua OSIS SMP 1 Jati, Kudus, Jawa Tengah. (Dokumentasi pribadi)

Di negara kita setiap lima tahun ada pemilihan umum (pemilu). Dan, menjelang pemilu selalu ada polarisasi dalam masyarakat. Ada kelompok yang mendukung ini. Ada kelompok yang mendukung itu.

Dan, semakin ke sini, polarisasi dalam masyarakat semakin kontraproduktif. Yang ditandai dengan sikap yang kurang elok dari kelompok terhadap kelompok yang lain. Ini terjadi di tataran atas.

Secara umum, di tataran bawah, kelompok-kelompok yang ada masih dalam kondisi baik-baik saja. Artinya, tak ada kelompok yang bersikap kurang elok, yang dapat memancing kelompok lain untuk bersikap yang serupa.

Tapi, agaknya, para petinggi (negara) yang berwenang telah membaca bahwa semakin ke depan kondisi seperti yang telah disebutkan di atas akan semakin buruk. Yang, tentu (akhirnya) merugikan banyak pihak.

Kekhawatiran tersebut semakin tinggi tensinya. Sebab, generasi penerus, anak-anak yang sedang mengenyam pendidikan, berada dan hidup di dalam masyarakat yang terpolarisasi itu, khususnya setiap menjelang pemilu.


Karenanya, diakui atau tidak, polarisasi itu dirasakan oleh anak-anak yang seharusnya tak perlu. Sebab, kita mengetahui bahwa polarisasi berdampak kurang baik terhadap pertumbuhan anak-anak, baik secara psikologis, sosiologis, maupun akademis.

Maka, adanya tema "Suara Demokrasi" dalam proyek penguatan profil pelajar Pancasila (P5) yang diinisiasi oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) boleh disebut sebagai  langkah antisipasi untuk membekali siswa dalam berdemokrasi.

Sehubungan, mereka sebagai warga negara, yang ke depan akan menghadapi dan terlibat dalam pemilu untuk menjaga keberadaan bangsa dan negara.

Pembekalan itu dapat diwujudkan melalui pembelajaran P5. Dapat saja ini efektif, sebab setiap tahun selalu ada pembentukan pengurus organisasi siswa intra sekolah (OSIS) yang, sangat sesuai dengan tema "Suara Demokrasi".

Dengan begitu, sekolah dapat mengangkat tema ini setiap tahun saat menjelang pemilihan pengurus OSIS. Dapat dijadikan agenda tetap. Agenda tahunan ini akan membekali siswa mengenai praktik berdemokrasi.

Ilustrasi 2: Guru juga menyalurkan hak suaranya untuk memilih Ketua OSIS. (Dokumentasi pribadi)
Ilustrasi 2: Guru juga menyalurkan hak suaranya untuk memilih Ketua OSIS. (Dokumentasi pribadi)

Di beberapa sekolah, termasuk di sekolah tempat saya mengajar, sudah mempraktikkannya. Praktik baik berdemokrasi melalui pembelajaran P5 lebih terorganisasi ketimbang sebelum ada pembelajaran P5.

Dulu, sebelum diberlakukan pembelajaran P5, yang salah satunya menawarkan tema "Suara Demokrasi", pemilihan pengurus OSIS belum dapat melibatkan banyak guru dalam perencanaannya. Yang terlibat langsung hanya sebatas Wakil Kepala Sekolah Urusan Kesiswaan dan Pembina OSIS.

Ya, memang dapat berjalan. Tapi, harus diakui bahwa prinsip berdemokrasi secara lengkap dan tahap-tahapannya belum dapat ditanamkan kepada semua siswa secara mendalam. Jadi hanya sebatas pemilihan pengurus OSIS dapat dilakukan.

Dengan adanya banyak guru yang terlibat dalam pembelajaran P5, maka semua siswa dapat dijangkau dalam penghayatannya mengenai nilai-nilai demokrasi. Karena, di setiap kelas ada guru yang menjadi fasilitator. Mereka memiliki tanggung jawab terhadap   siswa dalam kelas tersebut dapat menghayati nilai-nilai demokrasi itu.

Siswa tak sekadar menghayati  konsep berdemokrasi. Tapi, mereka ditargetkan praktik berdemokrasi dalam pemilihan pengurus OSIS. Praktik dimulai dari ruang-ruang kelas. Khususnya bagian-bagian yang dapat dikerjakan di kelas.

Perlu dimengerti bahwa pengurus OSIS, terutama yang pengurus inti OSIS, yang terdiri atas ketua, wakil ketua, sekretaris 1 dan 2, dan bendahara 1 dan 2, adalah siswa Kelas VIII. Untuk pengurus di bagian lain dapat dari siswa Kelas VIII dan VII, tak berlaku untuk siswa Kelas IX.

Karena, siswa Kelas IX setahun sebelumnya, ketika mereka masih duduk di Kelas VIII, sudah pernah memiliki peluang menjadi pengurus OSIS, baik pengurus inti maupun bagian yang lain. Pun demikian saat masih Kelas VII, mereka juga memiliki peluang menjadi pengurus OSIS, sekalipun tak pengurus inti.

[Selama tiga tahun siswa memiliki keterlibatan dalam berdemokrasi tiga kali. Ini berlaku bagi siswa di tingkat SMP dan yang sederajat, juga di tingkat SMA/SMK dan yang sederajat.]

Maka, dalam pembelajaran P5, di ruang-ruang Kelas VIII, sudah memulai dari pemilihan calon ketua OSIS. Siswa di masing-masing kelas diberi peluang memilih dua calon ketua OSIS. Ini yang dilakukan di sekolah tempat saya mengajar.

Melalui ini, di ruang-ruang kelas itu, siswa sudah diajak menentukan pilihan. Berdasarkan kriteria yang sudah ditentukan oleh siswa dalam bimbingan guru sebagai fasilitator. Yaitu, menentukan dua calon ketua OSIS di tiap-tiap kelas. Ini proses berdemokrasi yang melibatkan siswa secara langsung.

Di sekolah tempat saya mengajar, ada delapan kelas yang Kelas VIII, yang sama persis dengan yang Kelas VII dan Kelas IX. Jadi, calon ketua OSIS berjumlah 16 anak. Dari 16 anak hanya ditentukan sepuluh anak yang dapat masuk ke tahap berikutnya.

Perubahan dari 16 menjadi sepuluh anak dilakukan melalui seleksi tertulis yang dikoordinasi oleh pengurus OSIS periode berjalan yang dibersamai oleh fasilitator.

Di dalam bagian ini, siswa yang diseleksi dan siswa kelas yang mengirim calon ketua OSIS (yaitu siswa yang diseleksi), juga belajar berdemokrasi. Maka, pihak yang terpilih atau tak terpilih untuk masuk tahap berikutnya adalah proses berdemokrasi.

Demikian juga setiap siswa kelas yang mengirimkan calon ketua OSIS, baik yang calonnya masuk atau tak (masuk) di tahap berikutnya terlibat dalam proses berdemokrasi.

Di sekolah tempat saya mengabdi, misalnya, puncak demokrasi adalah ketika diadakan pemilihan ketua OSIS setelah ada calon terpilih yang ditentukan melalui wawancara dan debat gagasan yang dikoordinasi oleh Wakil Kepala Sekolah Urusan Kesiswaan dan Pembina OSIS.

Pada tahap ini melibatkan semua siswa, baik siswa Kelas VII, Kelas VIII, maupun Kelas IX untuk menggunakan hak pilihnya. Karenanya, pelaksanaannya dilakukan persis seperti pemilu untuk calon legislatif (caleg) dan calon presiden (capres)-calon wakil presiden (cawapres), yang saat ini sedang berlangsung di negera kita.

Sebelumnya, para calon terpilih diberi kesempatan untuk berkampanye. Baik berkampanye di lapangan di hadapan para guru dan tenaga kependidikan (GTK) dan semua siswa maupun berkampanye di ruang-ruang kelas. Dalam berkampanye, semua calon terpilih dibersamai oleh tim suksesnya masing-masing.

Panitia pemungutan suara (PPS) menyiapkan semua yang dibutuhkan, termasuk perangkat pemungutan suara. Misalnya, kartu suara, kotak suara, bilik suara, dan yang lain. Kotak dan bilik suara dibuat dari kardus oleh siswa. Desain kartu suara, siswa terlibat dalam pembuatannya.

Ilustrasi 3: Angkat sumpah Panitia Pemungutan Suara dalam pemilihan Ketua OSIS. (Dokumentasi pribadi)
Ilustrasi 3: Angkat sumpah Panitia Pemungutan Suara dalam pemilihan Ketua OSIS. (Dokumentasi pribadi)

Di dalam proses semua itu, yang diharapkan tentu saja siswa sejak dini sudah mengerti orang berdemokrasi. Ada yang dapat dipilih, ada yang belum dapat dipilih. Ada yang memilih, ada yang dipilih. Bahkan, ada memperoleh banyak suara, ada yang sebaliknya.

Siswa memahami juga bahwa sebuah harapan perlu diperjuangkan. Misalnya, calon terpilih harus menyampaikan visi dan misi di hadapan semua siswa dan GTK. Mereka juga harus berpindah dari satu kelas ke kelas yang lain untuk mengampanyekan programnya.

Siswa mengetahui bahwa ia memiliki hak untuk menyampaikan pilihannya. Pilihannya dapat saja berbeda dengan yang lain. Dan, ada proses-proses yang lain, yang mereka ikuti selama masa pemilihan ketua OSIS, itu semua sebagai pengalaman belajar berdemokrasi, yang sangat berarti.

Fakta yang dijumpai di sekolah, sekalipun ada perbedaan, tak ada di antara siswa membentuk kelompok, yang kemudian terpolarisasi ketat. Hingga mengondisikan satu dengan yang lain saling mengejek. Tak ada yang demikian.

Semua siswa dapat melakukan proses demokrasi dalam pemilihan ketua OSIS secara aman dan menyenangkan. Saat calon yang dipilihnya mendapat hitungan suara yang banyak, muncul suara-suara dukungan. Tapi, tak sampai menimbulkan respon kontraproduktif dari yang lainnya.

Kalau di tingkat SMP dan yang sederajat, tiga kali siswa terlibat dalam pemilihan ketua OSIS dan di tingkat SMA/SMK dan yang sederajat juga tiga kali, maka sebenarnya mereka memiliki pengalaman belajar berdemokrasi selama enam kali.

Ini pembekalan yang boleh dibilang sangat membantu siswa untuk memasuki masa (ke) depannya ketika mereka ambil bagian dalam pesta demokrasi, sebagai warga negara yang sudah memiliki hak pilih dalam pemilu.

Efek pembekalan ini tentu saja akan mengarahkan keterlibatannya pada masa-masa pesta demokrasi bernegara secara nyaman dan menyenangkan, tak seperti yang akhir-akhir ini dapat dilihat di media.

Maka, adanya tema "Suara Demokrasi" dalam pembelajaran P5 yang setiap tahun dapat diagendakan oleh sekolah, kiranya dapat mencetak generasi yang dapat menghargai nilai-nilai luhur demokrasi.

Sehingga, proses demokrasi beradab dapat dialami bersama. Tanpa ada rasa kekhawatiran dalam diri siapa pun, baik petinggi (negara) yang berwenang maupun masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun