Ikhtiar ini dapat diraih ketika sekolah memastikan bahwa banner ucapan selamat tersebut tidak difungsikan (hanya) sebatas dipajang di atas pintu gerbang sekolah. Kemudian dibiarkan begitu saja selama bulan Ramadan.
Murid dan orangtua/wali murid harus diberi pemahaman secara benar adanya pemasangan banner ucapan selamat tersebut. Sekalipun mungkin sudah ada sebagian orangtua/wali murid yang mengetahui maksudnya.
Hanya, bukan mustahil pengetahuannya belum menyentuh pada substansinya. Karena, sangat mungkin orangtua/wali murid tidak menganggap banner ucapan selamat tersebut sebagai sesuatu yang penting.
Sebab, diakui atau tidak, kepentingan orangtua/wali murid pergi ke sekolah umumnya hanya untuk mengantar dan menjemput anaknya. Hanya sebatas itu.
Saya meyakini bahwa adanya banner ucapan selamat, yang sekalipun terpampang lebar dan mudah dilihat, kurang menjadi perhatian mereka.
Kalau gambaran orangtua/wali murid saja seperti itu, sudah pasti murid jauh lebih buruk. Artinya, mereka tidak memikirkan (sama sekali) banner ucapan selamat tersebut. Sebab, tujuan mereka pergi ke sekolah memang untuk belajar.
[Jangan-jangan malah ada orangtua/wali murid dan murid yang tidak mengetahui sama sekali bahwa sekolah memajang banner ucapan selamat bagi saudara-saudara yang menjalankan ibadah puasa. Jika ada, ini pasti fenomena yang memprihatinkan.]
Sebaiknya begini sekolah
Karenanya, semoga sekolah tidak menyia-nyiakan keberadaan banner ucapan selamat itu. Sejak awal pemajangannya, sekolah tentu sudah memiliki harapan mulia.
Dan, harapan mulia itu harus dimengerti oleh orangtua/wali murid dan murid. Mereka tidak sekadar mengetahui bahwa di sekolah ada banner ucapan selamat bagi pemeluk agama lain.
Kalau sekadar itu maka bisa dipastikan bahwa manfaat pemajangan banner ucapan selamat belum maksimal. Karena orangtua/wali murid dan murid belum merasa bahwa mereka ada di dalamnya.