Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Penggerak Pendidikan Jangan Jadikan Komoditas Politik

17 Januari 2023   10:52 Diperbarui: 17 Januari 2023   11:12 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi diambil dari bimba-aiueo.com

Ada sekolah penggerak, kepala sekolah penggerak, guru penggerak, organisasi penggerak, dan sejenisnya, yang kemudian saya menyebutnya  sebagai penggerak pendidikan. Dibentuknya penggerak pendidikan memiliki maksud untuk memajukan pendidikan di Indonesia. Pendidikan kita biar bergerak maju. Tidak stagnan, apalagi mundur.

Tapi sayang, ketika ada sesuatu yang baru dikembangkan, selalu tidak luput dari ejekan. Sikap mengkhawatirkan dan meragukan muncul di mana-mana dan kapan saja, termasuk, misalnya mengkhawatirkan dan meragukan program penggerak pendidikan, yang sekarang sedang digiatkan.

Ya, memang wajar saja terjadi hal seperti itu. Sebab, produk pemerintah (pada rezim tertentu), yang notabene buah kerja politik, selalu diamati oleh mata politik dari  seberang (baca: lawan politik). Dan yang sering terjadi, sebagian mata politik dari seberang itulah yang menyangsikan, mengkhawatirkan, dan meragukan bahkan melemahkan program yang sedang digarap.

Hal itu diperparah oleh adanya sekelompok orang yang memiliki pandangan bahwa "ganti pemimpin, ganti program". Pandangan semacam itu ada sudah sejak lama. Mungkin sejak saya masih kanak-kanak.

Dan, kini pandangan itu masih ada. Bahkan, orang-orang yang berpendidikan pun ada yang berpandangan demikian. Tak terkecuali beberapa teman saya, yang sekalipun mereka sudah masuk seleksi penggerak pendidikan. Mereka masih memiliki pandangan seperti yang sudah saya sebut di atas. Kok bisa?

Coba Anda perhatikan orang-orang di sekeliling Anda, teman-teman Anda sendiri. Adakah yang memiliki pandangan seperti itu? Sangat mungkin ada bukan?

Ya, kita sudah belajar banyak fakta dari masa ke masa. Dari satu rezim ke rezim yang lain. Dan, dalam rezim-rezim itu ada fakta-fakta yang menandai akhirnya seseorang memiliki pandangan seperti itu, setiap ganti rezim ganti kebijakan.

Program yang baik

Penggerak pendidikan memang digagas dan dipraktikkan dalam pemerintahan masa sekarang. Tapi, saya, sebagai guru (yang gagal mengikuti seleksi pengajar praktik), melihatnya sebagai program yang baik untuk kemajuan pendidikan. Saya melihat sendiri bagaimana (terutama) teman-teman calon guru penggerak (CGP), sibuknya minta ampun.

Di sela-sela mendampingi siswa belajar, mereka  memanfaatkan waktu untuk belajar. Tak jarang hingga malam mereka masih di sekolah mengikuti pelatihan online secara bersama. Berdiskusi. Pun demikian, mereka pernah mengatakan bahwa masih untung sebab dalam satu sekolah ada beberapa teman CGP. Mereka bisa saling support.

Coba kalau dalam satu sekolah hanya ada satu CGP.  Tentu tidak bisa saling menyemangati. Dia sendiri yang menyemangati dirinya sendiri. Atau, menanti kebaikan teman (guru) yang mau menyemangati. Sekalipun tentu ada support dari kepala sekolah. Sebab, dirinya terseleksi dalam CGP tentu seizin kepala sekolah.

Saya dapat membandingkan teman-teman yang lolos CGP dan yang belum lolos atau yang tidak mau mengikuti seleksi karena mereka merasa tidak mampu. Teman-teman yang lolos CGP memacu diri dengan terus belajar dan terus belajar. Beberapa kesibukan di antaranya sudah saya sebutkan di atas.

Saya juga sempat melirik beberapa kesempatan  ketika mereka mengajar di kelas. Ada yang berubah. Tidak seperti biasanya. Anak-anak merasa senang dan aktif. Pernyataan ini tidak imajinasi saya. Saya memang melihat dengan mata kepala sendiri. Pengajaran mereka memang menarik. Sumpah!

Padahal, mereka masih CGP, belum menjadi guru penggerak (GP). Tetapi, sudah membawa perubahan dalam proses pembelajaran. Perubahan dalam pembelajaran yang mereka lakukan buah dari belajar. Mereka belajar bersama, satu dengan yang lain saling membantu. Berkolaborasi. Baik dalam pemahaman teori, teknologi, maupun praktik.

Catatan saya ini (seperti sudah saya singgung di atas) berdasarkan pengamatan saya sehari-hari di sekolah terhadap mereka. Berkumpul dengan mereka. Berbicara dengan mereka. Di antara mereka memang tidak mengalami perkembangan yang sama, ada yang lebih cepat; ada yang lebih kemudian dalam menyelesaikan tugas-tugas. Tapi, semua bisa terselesaikan.

Di ruang guru, ketika guru lain bersenda gurau menikmati istirahat, mereka tidak selalu bisa terlibat. Karena, masih ada tugas atau pekerjaan yang mereka perlu lakukan. Misalnya, mereka masih sempatkan berdiskusi. Memberi masukan satu terhadap yang lain.

Maka, kalau kemudian di antara mereka ada yang mengeluh, menurut saya sebagai sikap yang wajar-wajar saja. Orang dalam puncak kesibukan, pasti lumrah mengungkapkan rasa (sesak) yang tersimpan di benak. Pengungkapan rasa tersebut dapat menjadi media mencairkan kesesakan untuk kembali ke kondisi natural.

Dan nyatanya, baru beberapa hari yang lalu, mereka mengadakan aksi nyata diseminasi tentang "Menciptakan Budaya Positif di Sekolah" terhadap guru-guru lain di sekolah tempat kami mengajar. Materi yang dibagikan membuka pola pikir kami harus berubah. Sebab, hal yang kami lakukan (selama ini) saat pendampingan siswa dalam pikiran kami sudah benar, ternyata kurang benar.

Refleksi tersebut setidaknya memberi arah bagi guru-guru lain yang mengikuti diseminasi akan lebih memberi dampak positif terhadap siswa saat melakukan pendampingan. Dengan begitu, siswa merasa lebih nyaman dan aman. Yang, akhirnya memungkinkan mereka mengalami tumbuh kembang optimal secara komprehensif.

Itu baru berbagi tentang satu materi. Kalau berbagi materi yang lain lagi tentu semakin memperkaya guru-guru lain. Dan, saya melihat ada banyak materi yang teman-teman CGP pelajari selama pelatihan, yang katanya, mereka harus mengikuti selama enam bulan. Luar biasa!

Melihat video pembelajaran dan berbagai karya kreatif inovatif para guru penggerak dan CGP yang diunggah di platform merdeka mengajar (PMM), sungguh membanggakan. Semua menunjukkan bahwa begitulah cara memajukan pendidikan kita. Saya percaya, kalau semua guru, atau setidaknya sebagian besar guru Indonesia melakukannya, sudah pasti pendidikan di Indonesia bergerak  sejajar dengan pendidikan di negara-negara maju.

Menjadi program berkelanjutan

Maka, menurut saya, program penggerak pendidikan jangan dijadikan komoditas politik. Artinya, program ini harus menjadi program pembangunan bangsa yang terus berlangsung meskipun berganti rezim.

Justru penting dilanjutkan dengan pengembangan-pengembangan yang bisa ditambahkan sebagai hal yang memang harus dilakukan. Tentu saja kalau program tersebut dipandang ada kekurangannya.

Tidak menggantinya dengan program/kebijakan  baru, yang  sama sekali tidak mengait dengan kebijakan yang sudah digiatkan di dunia pendidikan saat ini. Memunculkan kebijakan baru dengan mengabaikan kebijakan tentang penggerak pendidikan, tidak hanya akan membuat "proses yang sudah baik" kembali ke titik nol.

Tetapi, juga sumber daya manusia (SDM), terutama baik siswa maupun pendidik, yang terlibat aktif di dalamnya, akan (kembali) mengalami kebingungan alias kehilangan arah. Serta menambah deretan panjang penyebab orang kehilangan trusht dengan adanya program-program baru.

Perihal mengawal pertumbuhan dan perkembangan anak bangsa melalui pendidikan sudah semestinya tidak ditawarkan sebagai komoditas politik. Sebab, perihal tersebut terkait dengan jiwa (manusia) yang harus dibentuk secara berkelanjutan, dari waktu ke waktu, sambung-menyambung. Sehingga, terutama baik siswa maupun pendidik selalu bisa fokus terhadap aktivitas pendidikan.

Maka, rasanya kurang elok kalau hanya karena gengsi politik, kebijakan yang sudah mulai berjalan dan mulai menampakkan ada proses yang baik, tidak dilanjutkan. Teman-teman penggerak pendidikan sudah berjuang mati-matian dalam pelatihan, yang mengondisikan mereka selama ini sering menomorduakan keluarga, masakan oleh banyak pihak disuarakan akan dibubarkan. Janganlah!

Sudah seharusnya, sekarang pemerintahan antarperiode, yakni satu rezim dengan rezim berikutnya, saling mendukung kelangsungan program. Program penggerak pendidikan yang digagas dan digiatkan oleh pemerintahan masa sekarang, misalnya, harus dilanjutkan oleh pemerintahan mendatang.

Program tersebut tidak akan memberikan hasil maksimal kalau hanya berlangsung dalam satu periode. Pelaksanaan yang bertahap, tidak serempak, menjadi faktor terhadap berhasil (maksimal) atau tidaknya sebuah program dijalankan. Lebih-lebih program pendidikan yang membutuhkan waktu yang panjang, tidak mungkin terlihat hasilnya jika dihentikan pada saat proses masih berlangsung.

Sekalipun saya gagal mengikuti program pengajar praktik, tidak ada tebersit (sedikit pun) di pikiran saya meremehkan program penggerak pendidikan ini. Tidak. Sebab, saya mengetahui persis teman-teman saya satu sekolah yang lolos pengajar praktik dan CGP.

Mereka selalu terus belajar dan terus tertantang untuk meningkatkan kompetensi demi perbaikan mutu pendidikan. Setidaknya, mutu pendidikan di sekolah kami.

Memang satu di antara mereka, kemungkinan ada juga CGP di sekolah lain, (pernah) mengutarakan kekhawatirannya tentang program penggerak pendidikan ini, kelak masih berlangsung atau tidak. Kekhawatiran ini sangat wajar sebab mereka tentu belajar dari pengalaman.

Oleh karena itu, saya berharap program penggerak pendidikan ini tetap terus berlangsung demi kualitas pendidikan Indonesia ke depan. Anak-anak sangat membutuhkan kehadiran guru-guru yang profesional. Jadi, tetap sediakan ruang bagi  teman-teman yang sudah terlibat aktif dalam penggerak pendidikan untuk berkontribusi pada negeri meskipun rezim berganti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun