Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Melayat Bersama, Pendidikan Berharga bagi Siswa

13 Januari 2023   14:57 Diperbarui: 14 Januari 2023   15:59 827
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi melayat (Sumber: Pexels/Pavel Danilyuk)

Begitulah yang terjadi pada masa-masa saya masih kanak-kanak. Saya pun pernah menyaksikan bahwa ibu-ibu menyapu area depan rumah sewaktu iring-iringan pelayat sudah lewat. Entah apa maksudnya, saya tidak mengetahui waktu itu. Hanya, saya berkali-kali menyaksikannya.

Baru setelah saya agak dewasa menyimpulkan bahwa kebiasaan ibu-ibu melakukan aktivitas semacam itu, mungkin membuang sial. 

Mereka menganggap bahwa ketika jalan depan rumah mereka dilewati iring-iringan pelayat mengantar jenazah ke pemakaman, ada sial yang tertinggal. Sehingga, perlu disapu.

Setiap ada kejadian seperti itu, pikiran ini selalu terbawa ke bayang-bayang ada sial yang dibersihkan. Akan tetapi, semakin lama pemikiran semacam itu sedikit demi sedikit menghilang. Sekarang sudah tidak ada lagi. Sirna dari pikiran seiring dengan hilangnya kebiasaan yang pernah ibu-ibu melakukannya.

Disadari atau tidak, alam masyarakat yang demikian itu mengondisikan anak-anak menjadi takut. Takut ketika ada tetangga yang meninggal. Dan, takut juga ketika ada orang yang meninggal, sekalipun hanya mendengar beritanya.

Hal tersebut menunjukkan bahwa mereka tidak mengalami tumbuh kembang secara baik. Lebih-lebih secara psikologis, sangatlah tidak mendukung pertumbuhan mental baik mereka. Seakan mereka hidup dalam alam horor.

Pendidikan berharga

Untung anak-anak zaman sekarang sudah tidak terlingkupi kebiasaan semacam itu di masyarakat. Sehingga ketika ada iring-iringan pelayat mengantar jenazah ke pemakaman, mereka tidak merasa takut. Tidak jarang mereka justru melihat. Seperti melihat tontonan.

Maka, ketika di sekolah diadakan acara melayat ke rumah teman yang orang tuanya meninggal, tidak ada yang menolak. Mereka ingin ikut semua. Tetapi, sangat mungkin realitas itu disebabkan oleh karena mereka tidak ada pelajaran. Sangat senang jika tidak ada pelajaran bukan hal yang aneh bagi mereka.

Kalau diminta memilih antara mengikuti pelajaran atau melayat, sudah pasti nihil yang mengikuti pelajaran. Tetapi, tidak mengapa sesekali waktu mereka bebas dari belajar di sekolah sekalipun jam efektif sekolah.

Toh melayat pun bagian dari pembelajaran yang justru nilainya boleh dibilang tinggi. Sebab, dalam kehidupan di masyarakat kelak ketika mereka dewasa hal demikian itu mereka menghadapinya. Mengalami sejak mereka masih sekolah, dengan demikian sangatlah baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun