Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Bahasa Anak Jaksel Harus Diberi Ruang untuk Berkembang

17 Januari 2022   21:08 Diperbarui: 18 Januari 2022   11:45 1156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Anak-anak muda beraktualisasi diri. (sumber: gojek via kompas.com)

Hal tersebut seperti munculnya fenomena bahasa prokem yang ramai digunakan pada 1970-an di Jakarta, yang pada perkembangannya kemudian tergantikan karena munculnya bahasa gaul pada 1980-an sampai 1990-an (https://id.m.wikipedia.org). Bahasa ini digunakan oleh kalangan tertentu. Sehingga, menjadi ciri atau tanda bagi mereka, yang tak dimiliki oleh kalangan lain.

Hal yang menggembirakan adalah bahasa tersebut pada perkembangannya justru dimasukkan ke dalam ragam bahasa Indonesia  informal. Maka, bukan tidak mungkin bahasa anak Jaksel pun pada perkembangannya, entah kapan,   dimasukkan ke dalam ragam bahasa Indonesia. Semoga ya.

Kalau seperti itu yang terjadi, tentu bahasa anak Jaksel justru memperkaya ragam bahasa Indonesia. Jadi, tak merusak, apalagi menyingkirkan keberadaan bahasa Indonesia.

Oleh karena itu, menurut saya, gaya berbahasa anak Jaksel, yang menggunakan bahasa Indonesia dicampur dengan bahasa Inggris, sejatinya merupakan kreativitas berbahasa, seperti halnya bahasa prokem dan bahasa gaul.

Jadi, seharusnya gaya berbahasa anak Jaksel diberi "ruang" untuk berkembang. Kita harus menghargai gaya berbahasa mereka. Dengan cara, membiarkan saja gaya berbahasa anak Jaksel berkembang di habitatnya. Selain itu, kita tak melabelinya sebagai gaya berbahasa yang "kacau".

Yang terpenting adalah ada pemahaman terhadap mereka (baca: anak Jaksel) mengenai bahasa anak Jaksel hanya digunakan dalam situasi non formal; tidak digunakan dalam situasi formal. 

Dengan begitu,  bahasa anak Jaksel tetap bisa berkembang secara alamiah. Tapi, di sisi lain tidak berdampak buruk, terutama, terhadap bahasa Indonesia.

Sekalipun saya tak pernah menyaksikan komunikasi anak Jaksel sehari-hari secara langsung karena saya berada di tempat yang  jauh dari mereka, saya berkeyakinan bahwa  mereka menggunakan gaya berbahasa mereka hanya dalam situasi-situasi yang non formal. Saya yakin itu.

Karena, saat di sekolah atau kampus, mereka tak mungkin dibiarkan oleh guru atau dosen menggunakan "bahasa anak Jaksel" ketika berlangsung  pembelajaran. 

Pun demikian ketika mereka terlibat dalam pertemuan-pertemuan yang bersifat resmi, pasti selalu ada imbauan dari pihak yang berkepentingan  agar mereka tak menggunakan bahasa anak Jaksel.

Dari pengalaman-pengalaman seperti itu, lambat laun mereka dapat mengontrol diri dalam berkomunikasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun