Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Gaya Bekerja Orang Menjelang Pensiun

7 Oktober 2021   11:38 Diperbarui: 8 Oktober 2021   03:01 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi diambil dari https://m.liputan6.com/

Saya pensiun masih tujuh tahun lagi. Tujuh tahun masih lama. Itu hitungan bagi orang yang pensiunnya tinggal dua atau satu tahun lagi. Tapi, hitungan bagi saya tinggal sebentar. Itu karena saya membandingkannya dengan teman-teman yang masih baru masa kerjanya. 

Bukankah dalam hal ini saya boleh membandingkannya? Setidaknya agar saya dapat merasakan bahwa tinggal sebentar (lagi) bekerja. Hehe.

Akhir-akhir ini saya memang melihat beberapa senior saya yang mau pensiun. Ada yang hitungannya tinggal satu bulan, ada yang tinggal satu tahun.

Dari mereka, saya melihat gaya bekerja. Ada yang masih bersemangat, tapi ada juga yang kurang bersemangat. Tentu pilihan itu sangat pribadi sifatnya. Sebab, tiap orang memiliki pandangan dan penghayatan yang berbeda terhadap persoalan yang dihadapi.

Bagi sebagian orang, masa menjelang pensiun dapat dipandang atau dihayati sebagai waktu yang harus dihargai untuk tetap semangat bekerja. Bisa saja karena mereka merasa memang masih menerima gaji sehingga antusiasme bekerja tetap dijaga. 

Atau memang mereka ingin memungkasi masa kerjanya dengan "peninggalan" yang lebih berarti. Meskipun sebetulnya, sepanjang mereka bekerja, pekerjaan yang dilakukannya pasti sangat berarti.

Saya memiliki seorang senior yang tinggal sebulan aktif bekerja, artinya bulan berikutnya ia sudah pensiun, semangat bekerjanya "luar biasa". Seolah ia tidak memasuki masa menjelang pensiun. Memberi layanan belajar kepada anak-anak didik tetap oke. Tidak malas-malasan.

Bahkan, kalau masih dibutuhkan, sebelum mendapatkan pengganti, ia tetap mau mengajar. Hanya, ia mengatakan kalau pembelajaran dilakukan secara tatap muka. Artinya, ia tetap mau mengajar sembari menunggu pengganti, kalau pembelajarannya offline. 

Kalau pembelajaran secara online, ia tidak mau. Karena pembelajaran online atau dikenal dengan sebutan pembelajaran jarak jauh (PJJ), dialaminya sangat merepotkan.

Sikap salah seorang senior saya tersebut tidak dapat dikaitkan dengan gaji. Sebab, ia akan tetap menerima gaji meskipun berhenti bekerja.

Jadi, ia tetap bekerja--seperti pada saat-saat sebelum masa pensiun tiba-- atau tidak, tetap menerima gaji. Sikapnya lebih berkaitan dengan jiwa pengabdian. Yaitu, mengabdi untuk mendampingi anak-anak didiknya belajar secara baik.

Gaya bekerjanya tidak luntur sekalipun pensiun sudah menjelang tiba. Semangat mengajar tetap stabil dan terjaga. Saya percaya, orang-orang yang demikian dapat ditemukan di tempat lain.

Mereka adalah orang-orang yang tetap mau bekerja dengan optimal meski telah di ujung waktu bekerja. Karena, mereka berpikir bahwa energinya masih dibutuhkan oleh pihak-pihak lain yang sangat membutuhkan.

Kenyataan seperti itu malah sering digunakan untuk membuat ungkapan yang memiliki daya pengaruh. Misalnya, untuk memotivasi yang masih belum pensiun atau yang masih muda.

Begini ungkapannya, kalau yang menjelang pensiun saja masih memiliki antusiasme bekerja, tentu lebih lagi bagi mereka yang pensiunnya masih lama. Hanya, sering ungkapan demikian dianggap sebagai kelakar.

Selanjutnya, bagi sebagian yang lain memandang dan menghayati bahwa menjelang masa pensiun adalah momen yang harus dinikmati. Dengan cara, tidak perlu terlibat dalam aktivitas-aktivitas kerja yang serius. 

Bahkan, jika dimungkinkan pekerjaan-pekerjaan yang merupakan tugas dan fungsinya didelegasikan kepada yang lain. Apalagi kalau ia seorang pemimpin, tugas-tugasnya biasanya diberikan kepada wakilnya atau anak buahnya.

Saya menjumpai kenyataan seperti itu tidak hanya satu-dua kali. Anda mungkin juga menjumpainya di tempat kerja Anda. Benar bukan? Hal seperti itu sudah sangat lazim. Hanya, alasan mereka memilih sikap yang demikian itu berbeda satu dengan yang lain.

Ada yang beralasan karena biarlah yang muda-muda berkiprah. Sebab, masa kerja yang muda-muda masih panjang. Masih sangat mungkin bagi mereka mengembangkan karier. Sehingga perlu diberi kesempatan. Setidaknya berlatih melakukan tugas-tugas menjadi pemimpin. Hal itu dapat menjadi bekal untuk menapaki karier berikutnya.

Ada juga yang beralasan karena tidak kuat lagi berpikir secara baik. Sering lupa terhadap tugas-tugas yang ada dan rencana-rencana yang tertata. 

Sehingga, banyak tugas yang tidak terwujud secara maksimal dan banyak rencana yang gagal dilaksanakan. Hal ini sangat mengganggu ketahanan kerja. Yang tentu saja berdampak terhadap kinerja kolektif.

Selain itu, ada yang berpikir bahwa keterlibatan secara serius dalam kerja justru tidak mempersiapkan masa pensiun.

Melatih diri memasuki masa purnabakti dapat dilakukan dengan cara mengurangi intensitas kerja di tempat bekerja. Sehingga, ketika memasuki masa pensiun tidak merasa canggung. 

Mengurangi intensitas bekerja sama dengan menambah porsi waktu untuk istirahat. Hal ini relevan dengan masa pensiun, yang tentu tersedia banyak waktu untuk istirahat.

Ada juga beberapa orang justru mengambil pensiun muda. Belum waktunya pensiun, tapi minta untuk purnabakti. Tentu orang-orang yang demikian sudah memiliki rencana. 

Mungkin akan berencana membuka usaha. Senyampang masih muda, usaha bisa dijalankan. Tapi, mungkin orang-orang demikian sudah memiliki usaha yang sudah berjalan. 

Artinya, sejak masih bekerja, mereka memiliki usaha sampingan. Mengambil pensiun muda memang untuk mengonsentrasikan diri terhadap usahanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun