Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Gaya Bekerja Orang Menjelang Pensiun

7 Oktober 2021   11:38 Diperbarui: 8 Oktober 2021   03:01 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jadi, ia tetap bekerja--seperti pada saat-saat sebelum masa pensiun tiba-- atau tidak, tetap menerima gaji. Sikapnya lebih berkaitan dengan jiwa pengabdian. Yaitu, mengabdi untuk mendampingi anak-anak didiknya belajar secara baik.

Gaya bekerjanya tidak luntur sekalipun pensiun sudah menjelang tiba. Semangat mengajar tetap stabil dan terjaga. Saya percaya, orang-orang yang demikian dapat ditemukan di tempat lain.

Mereka adalah orang-orang yang tetap mau bekerja dengan optimal meski telah di ujung waktu bekerja. Karena, mereka berpikir bahwa energinya masih dibutuhkan oleh pihak-pihak lain yang sangat membutuhkan.

Kenyataan seperti itu malah sering digunakan untuk membuat ungkapan yang memiliki daya pengaruh. Misalnya, untuk memotivasi yang masih belum pensiun atau yang masih muda.

Begini ungkapannya, kalau yang menjelang pensiun saja masih memiliki antusiasme bekerja, tentu lebih lagi bagi mereka yang pensiunnya masih lama. Hanya, sering ungkapan demikian dianggap sebagai kelakar.

Selanjutnya, bagi sebagian yang lain memandang dan menghayati bahwa menjelang masa pensiun adalah momen yang harus dinikmati. Dengan cara, tidak perlu terlibat dalam aktivitas-aktivitas kerja yang serius. 

Bahkan, jika dimungkinkan pekerjaan-pekerjaan yang merupakan tugas dan fungsinya didelegasikan kepada yang lain. Apalagi kalau ia seorang pemimpin, tugas-tugasnya biasanya diberikan kepada wakilnya atau anak buahnya.

Saya menjumpai kenyataan seperti itu tidak hanya satu-dua kali. Anda mungkin juga menjumpainya di tempat kerja Anda. Benar bukan? Hal seperti itu sudah sangat lazim. Hanya, alasan mereka memilih sikap yang demikian itu berbeda satu dengan yang lain.

Ada yang beralasan karena biarlah yang muda-muda berkiprah. Sebab, masa kerja yang muda-muda masih panjang. Masih sangat mungkin bagi mereka mengembangkan karier. Sehingga perlu diberi kesempatan. Setidaknya berlatih melakukan tugas-tugas menjadi pemimpin. Hal itu dapat menjadi bekal untuk menapaki karier berikutnya.

Ada juga yang beralasan karena tidak kuat lagi berpikir secara baik. Sering lupa terhadap tugas-tugas yang ada dan rencana-rencana yang tertata. 

Sehingga, banyak tugas yang tidak terwujud secara maksimal dan banyak rencana yang gagal dilaksanakan. Hal ini sangat mengganggu ketahanan kerja. Yang tentu saja berdampak terhadap kinerja kolektif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun