Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ketika Suami Istri Belum Mencapai Kesejiwaan

27 Januari 2016   06:35 Diperbarui: 27 Januari 2016   09:10 19114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="ilustrasi : http://www.ultraupdates.com"][/caption]Menikah itu adalah peristiwa bersatunya dua jiwa, dua hati, dua pikiran, dua fisik dalam satu ikatan. Kendatipun ada banyak perbedaan karakter, sifat dan kecenderungan antara laki-laki dan perempuan, namun mereka harus berusaha untuk menemukan rumus kimia (chemistry) penyatuan jiwa yang membuat suami dan istri berada dalam suasana “sejiwa”. Suasana kesejiwaan inilah yang membuat kehidupan berumah tangga menjadi nyaman, tenang, tenteram, damai, dan bahagia.

Suasana kesejiwaan ini yang membuat berbagai persoalan hidup mudah diselesaikan dan dicarikan jalan keluar. Suasana kesejiwaan ini pula yang membuat suami dan istri mudah berkomunikasi dan tidak kesulitan untuk mengekspresikan harapan serta keinginan. Mereka berinteraksi dengan nyaman, tanpa ada sekat psikologis. Merasa demikian dekat satu dengan yang lain, tanpa ada jarak yang memisahkan mereka berdua.

Suasana kesejiwaan ini pula yang membuat suami dan istri saling bisa berbagi kebahagiaan tanpa ada keinginan untuk mengalahkan dan menjatuhkan pasangan. Yang mereka lakukan adalah usaha untuk memenangkan kebersamaan, sehingga masing-masing telah rela untuk menundukkan ego demi kebahagiaan bersama. Bukan hanya berpikir untuk kebahagiaan diri sendiri dengan melukai pasangan, bukan pula hanya membahagiakan pasangan dengan melukai diri sendiri.

Gejala Pasangan yang Belum Menemukan Kesejiwaan

Pada dasarnya suasana kesejiwaan itu didapatkan dengan proses yang terus menerus dan berkelanjutan. Bukan tiba-tiba apalagi bim salabim. Tidak pernah berhenti untuk saling mengenali dan memahami diri sendiri serta pasangan. Kadang dijumpai seseorang yang bingung dengan dirinya sendiri. Tidak mengerti kemauannya sendiri. Tidak bisa mendefinisikan keinginan diri. Jangankan mengerti pasangan, bahkan diri sendiri pun tidak dikenali. Kondisi ini membuat semakin lama untuk mencapai kesejiwaan bersama pasangan.

Yang diperlukan adalah usaha tanpa henti untuk belajar mengerti, memahami, mencintai, menerima apa adanya, serta memberikan yang terbaik bagi pasangan tercinta. Yang diperlukan adalah upaya terus menerus untuk menyesuaikan diri dengan harapan pasangan, sepanjang harapan itu tidak bertentangan dengan aturan agama dan kepatutan sosial. Yang diperlukan adalah usaha untuk bisa menerima pengaruh dari pasangan, sepanjang pengaruh itu positif atau tidak membahayakan diri sendiri maupun keluarga.

Ketika suami dan istri belum menemukan kesejiwaan, sebenarnya sangat mudah mereka kenali gejalanya. Mereka akan menemukan suasana saling asing, suasana berjarak, suasana bersekat, yang membuat tidak nyaman dalam interaksi sehari-hari. Walau sudah lima tahun atau sepuluh tahun menikah, jika titik kesejiwaan belum ditemukan, maka bukan kebahagiaan yang didapatkan dalam pernikahan. Yang ditemukan justru suasana saling asing dan dalam kasus tertentu sampai muncul perasaan ketersiksaan dan penderitaan.

Dari pengalaman di ruang konseling, kami menemukan gejala suami istri yang belum mencapai kesejiwaan adalah sebagai berikut:

1. Merasakan suasana tidak nyaman saat bersama pasangan

Saat suami dan istri merasakan suasana tidak nyaman saat berduaan, inilah di antara gejala belum ditemukannya titik kesejiwaan. Ini menyangkut suasana di dalam jiwa. Suami atau istri yang merasa gelisah ketika berada di dekat pasangan. Ada berbagai hal yang membuat mereka menjadi saling tidak nyaman saat bersama. Bertemu pasangan seakan-akan menjadi beban yang memberatkan.

Perasaan ini bisa jadi tidak diketahui oleh orang lain. Mereka berdua yang bisa merasakannya. Tidak nyaman mengobrol, tidak bisa curhat, tidak ingin berduaan, tidak asyik saat berjalan berdua dengan pasangan, adalah perasaan yang menekan. Pada pasangan yang pandai “bermain sinetron”, mereka bisa mengelabui orang lain dengan tampilan yang heppi. Padahal hati mereka tidak ada kenyamanan saat sedang berdua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun