Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengajak Keluarga Menjalankan Puasa Arafah

7 Juli 2022   20:45 Diperbarui: 7 Juli 2022   20:56 1384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://hajinews.id/

Dalam Islam, dikenal ada waktu-waktu yang utama, dan ada tempat-tempat yang utama. Contoh waktu utama adalah hari Jumat yang disebut sebagai "Hari Raya" bagi umat muslim, berdasar hadits riwayat Abu Ya'la, dengan derajat hasan. Contoh lain waktu utama adalah sepertiga malam terakhir, berdasar hadits riwayat Tirmidzi no. 3499, dengan derajat hasan.

Demikian pula, di antara waktu utama adalah hari Arafah, yaitu tanggal 9 Dzulhijah.  Di antara keutamaan hari Arafah adalah membebaskan dari neraka dan terkabulkannya doa, sebagaimana sabda Nabi saw:

"Di antara hari yang Allah banyak membebaskan seseorang dari neraka adalah di hari Arafah. Dia akan mendekati mereka lalu akan menampakkan keutamaan mereka pada para malaikat. Kemudian Allah berfirman: Apa yang diinginkan oleh mereka?" (HR. Muslim, dari 'Aisyah Ra).

Dari 'Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya, Nabi saw bersabda, "Sebaik-baik doa adalah doa pada hari Arafah" (HR. Tirmidzi. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Berdasarkan keterangan tersebut, bisa dipahami bahwa pada hari Arafah, setiap doa akan terkabulkan. Doa pada hari Arafah adalah mustajab karena dilakukan pada waktu yang utama. Pertanyaannya, apakah keutamaan ini hanya khusus bagi umat muslim yang wukuf di Arafah dalam perjalanan haji? Apakah keutamaan ini juga berlaku bagi kita yang tidak menunaikan ibadah haji?

Syaikh Shalih Al-Munajjid dalam fatawanya nomer 70282 menyatakan, mustajabnya doa tersebut bersifat umum, baik bagi yang berhaji maupun yang tidak berhaji karena keutamaan yang ada adalah keutamaan pada hari. Sedangkan yang berada di Arafah (yang sedang wukuf pada tanggal 9 Dzulhijjah), berarti menggabungkan antara keutamaan waktu dan tempat.

Mereka yang menjalankan haji, saat wukuf di Arafah, telah berada pada tempat yang utama dan pada waktu yang utama. Berarti kemakbulan doa menjadi lebih tinggi. Patut jika kita titip doa kepada mereka yang tengah wukuf di Arafah.

Zaman dulu, sebagian salaf melakukan kegiatan ta'rif. Yang dimaksud dengan ta'rif adalah berkumpul di masjid untuk berdoa dan dzikir pada hari Arafah. Sahabat Ibnu 'Abbas dan 'Amr bin Harits ra termasuk yang melakukan kegiatan ini. Imam Ahmad membolehkan, namun beliau sendiri tidak pernah melakukannya.

Syaikh Shalih Al-Munajjid dalam fatwanya nomer 70282 menyatakan, "Hal ini menunjukkan bahwa mereka menilai keutamaan hari Arafah tidaklah khusus bagi orang yang berhaji saja. Walau memang berkumpul-kumpul seperti ini untuk dzikir dan doa pada hari Arafah tidaklah pernah ada dasarnya dari Nabi saw. Oleh karena itu Imam Ahmad tidak melakukannya. Namun beliau memberi keringanan dan tidak melarang karena ada sebagian sahabat yang melakukannya seperti Ibnu 'Abbas dan 'Amr bin Harits ra."

Para salaf dahulu saling memperingatkan pada hari Arafah untuk sibuk dengan ibadah dan memperbanyak doa serta tidak banyak bergaul dengan manusia. 'Atha' bin Abi Rabbah mengatakan pada 'Umar bin Al-Warad, "Jika engkau mampu mengasingkan diri di siang hari Arafah, maka lakukanlah."

Mengajak Keluarga Melaksanakan Puasa Arafah

Bagi orang yang tidak berhaji dianjurkan untuk menunaikan puasa Arafah, yaitu berpuasa sunnah pada tanggal 9 Dzulhijah. Puasa hari Arafah hukumnya adalah sunah, bahkan termasuk kategori sunah muakadah. Nabi Saw bersabda:

"Puasa Arafah dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyura (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu" (HR. Muslim, dari Abu Qatadah).

Sedangkan untuk orang yang berhaji tidak dianjurkan melaksanakan puasa Arafah. Dari Ibnu 'Abbas, beliau berkata, "Nabi saw tidak berpuasa ketika di Arafah. Ketika itu beliau disuguhkan minuman susu, beliau pun meminumnya" (HR. Tirmidzi. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih).

Pada tahun 2022 ini, masyarakat Indonesia kembali menemukan perbedaan pendapat. PP Muhammadiyah telah menetapkan Hari Raya Iedul Adha jatuh pada 9 Juli, sedangkan Kemenag RI dan PB Nahdhatul Ulama menetapkan Hari Raya Iedul Adha jatuh pada 10 Juli.

Pahamkan semua anggota keluarga tentang perbedaan ini, dan ajak mereka menentukan pilihan. Tidak perlu bingung dan tidak perlu saling menyalahkan. Pilih saja sesuai keyakinan, atau sesuai keputusan ormas yang diikuti.

Bagi umat muslim Indonesia yang melaksanakan Shalat Iedul Adha pada 9 Juli, maka puasa Arafah 9 Dzulhijah dilaksanakan pada hari Jumat 8 Juli 2022. Sedangkan bagi umat muslim yang melaksanakan Shalat Iedul Adha pada 10 Juli, maka puasa Arafah 9 Dzulhijah dilaksanakan pada hari Sabtu 9 Juli 2022.

Sekali lagi, tidak perlu bingung dengan realitas perbedaan. Pilih saja, dan ajak keluarga menjalankan puasa Arafah. Satu hari puasa, mampu menghapuskan dua tahun dosa kita. Luar biasa keutamaannya, jangan sampai dilewatkan.

Selamat menjalankan puasa Arafah. Semoga Allah ampuni semua dosa kita setahun lalu dan setahun yang akan datang.

Bahan Bacaan

Muhammad Abduh Tuasikal, Mustajabnya Doa pada Hari Arafah, https://muslim.or.id, 19 Juli 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun