Ana adalah seorang gadis usia 25 tahun. Lulus S2 dari kampus ternama di negeri kanguru. Ana bekerja di sebuah perusahaan swasta.
Ia ingin menggenapkan separuh agama, menikah. Namun belum ada tanda-tanda ada lelaki yang akan datang meminangnya. Sudah banyak teman seangkatan kuliah yang punya dua anak di usia 25, sementara ia masih sendiri saja.
Dulu ia berharap menemukan jodoh saat kuliah di Australia. Bahkan Ana siap jika menikah dengan lelaki bule. Yang penting si bule beragama Islam. Ternyata hingga wisuda S2, belum datang jodoh baginya.
"Carikan aku suami salih, Ayah," ungkap Ana kepada sang ayah, suatu ketika. "Ayah dan ibu akan mengusahakan Nak", jawab ayah. Hati Ana penuh harap untuk ridha orangtua.
"Aku juga sudah bilang kepada ustadzah pengasuih majelis taklim yang aku ikuti. Nanti siapa yang duluan dapat saja", ujar Ana.
Setahun telah berlalu. Sang ayah dan ibu belum kunjung mengenalkannya dengan lelaki yang akan menjadi suami. Pun sang ustadzah pengasuh majelis taklim, belum ada kabar berita perjodohan dirinya.
Usia Ana 26 tahun. "Banyak berdoa, Nak," nasihat ayah ibunya. Ana pun memperbanyak doa permohonan kepada Allah. Semoga dipertemukan dengan jodoh terbaik untuk dunia dan akhiratnya.
Banyak buku tuntunan doa ia baca, banyak doa ia hafalkan. Berbagai doa telah dipanjatkan di setiap kesempatan. Ana sangat yakin dengan kekuatan doa. Â
Hingga usia Ana 27 tahun. Jodoh tak kunjung datang. Sekedar isyarat pun, ia belum menemukan. Doa tak lepas ia panjatkan, terutama setiap habis shalat.
"Kamu harus semakin memantaskan diri, supaya Allah segerakan jodohmu," demikian nasihat ustadzah yang ia ikuti majelis taklimnya rutin sepekan sekali. "Mungkin kamu belum dinilai pantas oleh Allah", tambah sang ustadzah.