"Tentu saja boleh, Nak, tapi jangan mempersulit diri," jawab Ayah.
Meski sakit hati dengan ucapan sang ayah, namun Ana mengerti, bahwa ayahpun sudah sangat ingin memiliki menantu. Apa boleh buat, rupanya belum ada lelaki yang datang meminang.
Kini usia Ana 31 tahun. Rasanya ia semakin tidak percaya diri dan insecure dengan kondisi usianya. "Apakah masih ada lelaki yang mau menjadi suamiku?" itu saja pertanyaannya.
Ana menjalani rutinitas kehidupan dengan semakin berserah diri kepada ketetapan Ilahi. Hingga pada suatu sore hari, sepulang dari kerja, di rumah ia bertemu dengan seorang perempuan seusia ibunya, tengah mengetuk pintu rumah.
"Ada ibu di rumah, mbak?" tanya perempuan tersebut, ketika mengetahui Ana datang.
"Oh, sebentar ya Bu, saya tengok dulu. Saya juga baru tiba di rumah", jawab Ana. "Silakan duduk dulu Bu", tambahnya
Perempuan itu bernama Ratri, yang ternyata sahabat lama ibu Ana. Dulu mereka pernah tinggal satu asrama saat masih kuliah. Kemudian terpisah lama, tak pernah saling sapa. Bu Ratri datang silaturahim mengunjungi rumah ibu Ana, karena sedang berkegiatan di kota tempat keluarga Ana tinggal.
Sebuah pertemuan reuni kecil yang sangat membahagiakan keduanya. Tentu, masing-masing pamer soal keluarga.
"Gadis yang ketemu aku tadi itu anakmu?" tanya bu Ratri.
"Iya, itu anak pertamaku. Sampai sekarang belum bertemu jodoh. Kami selalu sabar karena jodoh memang misteri", ujar ibu Ana.
Sepekan berlalu. Suatu malam ibu Ana mendapat telpon dari bu Ratri. "Kita jodohin anak kita yuk... Namanya juga usaha," ujar bu Ratri.