Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Suami Melanggar Janji

12 September 2016   17:12 Diperbarui: 12 September 2016   17:24 5414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sepuluh tahun sudah Bang Toyib meninggalkan Romlah dan kedua anaknya, tanpa kejelasan. Tidak ada kabar berita, tidak ada kejelasan status mereka. Bang Toyib menghilang begitu saja, seperti makhluk gaib yang tidak bisa dilihat keberadaannya. Apakah ia masih di negeri jiran tempatnya mencari kerja, atau sudah berada di alam baka. Romlah hidup sendiri, tidak dinafkahi oleh suami semenjak tujuh tahun terakhir. Ia berjuang sendiri menghidupi kedua anaknya. Ia rela menjalani itu semua, sembari menyimpan harapan Bang Toyib akan pulang. Entah kapan.

Dalam tinjauan hukum agama, patut diduga Bang Toyib melakukan beberapa pelanggaran dari perjanjian yang pernah diucapkan saat akad nikah dulu. Pada saat akad nikah berlangsung menurut tatacara agama Islam, biasanya pengantin laki-laki setelah selesai mengucapkan ijab qabul langsung diminta membaca ikrar perjanjian yang disebut sebagai shighat taklik. Ikrar ini sesungguhnya tidak masuk dalam kategori tuntunan “resmi” versi syariah Islam, namun Pemerintah Indonesia melalui Kementrian Agama menerapkan kebijakan pembacaan shigat taklik ---bahkan tercetak dalam buku nikah--- sebagai bagian dari cara untuk menjaga kebaikan keluarga.

Jika diperhatikan, isi shighat taklik ini mengikat suami, agar berlaku baik terhadap istri. Hal ini merupakan penjabaran teknis dari perintah surat An Nisa ayat 19 :

Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”.

Ayat ini memerintahkan kepada kaum laki-laki agar berbuat baik terhadap istri. Dalam aplikasi teknisnya, dituangkan dalam empat poin perjanjian sighat taklik, yang dibaca oleh pihak suami. Setelah dibaca dan ditandatangani, maka isi poin-poin perjanjian shighat taklik ini mengikat pihak suami untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Perjanjian Shighat Taklik


Adapun isi dari shighat taklik adalah sebuah janji untuk mu’asyarah bil ma’ruf(pergaulan yang baik) sebagai berikut:

Bismillahirrahmanirrahim

Wa aufu bil ‘ahdi, innal ‘ahda kana mas’ula

“Dan tepatilah janjimu, sesungguhnya janji itu kelak akan dituntut.”

Sesudah akad nikah, saya : Toyib bin Sudarmo, berjanji dengan sesungguh hati bahwa saya akan mempergauli istri saya yang bernama : Romlah binti Munawar, dengan baik (mu’asyarah bil ma’ruf) menurut ajaran Islam.

Kepada istri saya tersebut saya menyatakan sighat ta’lik sebagai berikut.

Apabila saya :

  • Meninggalkan istri saya selama 2 (dua) tahun berturut-turut;
  • Tidak memberi nafkah wajib kepadanya 3 (tiga) bulan lamanya;
  • Menyakiti badan atau jasmani istri saya;
  • Membiarkan (tidak memperdulikan) istri saya selama 6 (enam) bulan atau lebih,

Dan karena perbuatan saya tersebut, istri saya tidak ridho dan mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama, maka apabila gugatannya diterima oleh Pengadilan tersebut kemudian istri saya membayar uang sebesar Rp. 10,000,- (sepuluh ribu rupiah) sebagai ‘iwadl (pengganti) kepada saya, maka jatuhlah talak saya satu kepadanya.

Kepada Pengadilan Agama saya memberikan kuasa untuk menerima uang ‘iwadl (pengganti) tersebut dan menyerahkannya kepada Badan Amil Zakat Nasional setempat untuk keperluan ibadah sosial.

Suami : Toyib bin Sudarmo.

Tuntutan Terhadap Suami

Keseluruhan poin tersebut merupakan tuntutan sikap terhadap para suami. Diawali dengan lafal basmalah, untuk memberikan dasar kesadaran bahwa janji yang akan diucapkan itu atas nama Allah. Disusul dengan pembacaan Al Qur’an surat Al Isra’ ayat 34 : “wa aufu bil ‘ahdi, innal ‘ahda kana mas’ula,dan tepatilah janjimu, sesungguhnya janji itu kelak akan dituntut.” Ini semakin menegaskan lagi tentang nilai kesakralan janji tersebut. Bahwa janji yang terikrar tersebut atas nama Allah dan akan dimintai pertanggungjawaban di sisi Allah. 

“Sesudah akad nikah, saya : Toyib bin Sudarmo, berjanji dengan sesungguh hati bahwa saya akan mempergauli istri saya yang bernama : Romlah binti Munawar, dengan baik (mu’asyarah bil ma’ruf) menurut ajaran Islam”.

Isi janji ini sudah mencakup segala sesuatu yang dianggap baik atau patut (makruf) menurut ajaran Islam. Jadi sebenarnya, isi pokok dan penting dari shighat taklik ini adalah untuk memperlakukan atau mempergauli istri dengan baik sesuai ajaran Islam. Ini sudah mencakup hal yang sangat luas dan sangat dalam. Dalam Tafsir Al Manar dijelaskan, makna mu’asyarah bil ma’ruf adalah, “Wajib atas orang beriman berbuat baik terhadap istri mereka, menggauli  dengan cara yang baik, memberi mahar, dan tidak menyakiti –baik dengan ucapan maupun perbuatan--, dan tidak bermuka masam dalam setiap perjumpaan, karena semua itu bertentangan dengan makna pergaulan yang baik dalam keluarga”.

Sungguh berat perjanjian dalam shighat taklik itu, apabila dipahami dengan sebenar-benarnya oleh para calon suami dan para suami. Sebuah perjanjian sakral atas nama Allah yang pasti akan dimintai pertanggungjawaban di hadapanNya kelak. Suami sudah berjanji bahwa ia akan mempergauli istrinya dengan prinsip mu’asyarah bil ma’ruf. Artinya, suami harus berlaku sedemikian rupa untuk menyenangkan hati istrinya, sampai pun dalam urusan wajah. Sebagaimana dijelaskan Tafsir Al Manar, “dan tidak bermuka masam dalam setiap perjumpaan”.

Syaikh Muhammad Abduh menjelaskan makna mu’asyarah bil ma’ruf itu, "Artinya wajib bagi kalian wahai orang-orang mukmin untuk mempergauli isteri-isteri kalian dengan bijak, yaitu menemani dan mempergauli mereka dengan cara yang makruf yang mereka kenal dan disukai hati mereka, serta tidak dianggap mungkar oleh  syara', tradisi dan kesopanan”. Saya menggarisbawahi penjelasan beliau: “menemani dan mempergauli mereka(para istri)dengan cara yang makruf yang mereka kenal dan disukai hati mereka”.

Jadi mu’asyarah bil ma’rufitu adalah perintah kepada para suami untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan istri, dengan cara yang disenangi istri. Bukan dengan  cara semau-maunya suami, atau dengan cara sesuka hati suami. Mungkin banyak suami yang karena merasa dirinya menjadi pemimpin rumah tangga, maka ia bebas melakukan apa saja, dan bebas memperlakukan istri dengan cara yang disukainya sendiri. Padahal yang diperintahkan Allah dalam ayat ini adalah memperlakukan istri dengan cara yang disukai hati istri.

Inilah salah satu jawaban, mengapa banyak istri merasa tidak happy hidup bersama suami, hingga memilih untuk menggugat cerai. Sekitar 70 % perceraian di Indonesia terjadi karena gugat cerai dari pihak istri. Mungkin karena mereka sudah tidak bisa menerima perlakuan suami yang tidak disukai hati mereka. Mestinya para suami memperlakukan istri dengan cara yang disenangi istri. Nyatanya banyak suami yang memperlakukan istri dengan cara yang sesuai dengan kemauan dan keinginannya sendiri, tanpa peduli perasaan istri.  

Perjanjian Yang Detail

Perjanjian itu masih diperinci lagi dengan empat poin yang bercorak sangat detail, untuk tidak melakukan tindakan sebagai berikut:

  • Meninggalkan istri selama 2 (dua) tahun berturut-turut;
  • Tidak memberi nafkah wajib kepada istri 3 (tiga) bulan lamanya;
  • Menyakiti badan atau jasmani istri;
  • Membiarkan (tidak memperdulikan) istri selama 6 (enam) bulan atau lebih.

Empat poin ini bercorak sangat detail dan mudah dilakukan evaluasi. Misalnya, jika ada suami meninggalkan istrinya dua tahun berturut-turut tanpa ada kejelasan berita apapun, maka ini sudah menjadi poin pelanggaran dari perjanjian shighat taklik. Jika ada suami tidak memberikan nafkah wajib kepada istri tiga bulan berturutan, tanpa ada kejelasan alasan yang bisa diterima akal sehat, maka ini sudah menjadi poin pelanggaran perjanjian. Jika ada suami menyakiti badan atau jasmani istri, baik dengan alat-alat tertentu ataupun dengan tangan kosong, ini jelas merupakan poin pelanggaran perjanjian. Jika ada suami yang membiarkan istri selama enam bulan, inipun sudah menjadi poin pelanggaran.

Bahkan, menyakiti badan atau jasmani istri ini bukan semata-mata dengan kekerasan fisik, seperti pukulan, tendangan, cakaran, dan lain sebagainya. Bahkan kata-kata kasar dan menyakitkan pun, walaupun tanpa kekerasan fisik, bisa berdampak menyakiti badan istri. Ini yang disebut sebagai psikosomatis. Kondisi sakit psikis yang menyebabkan fisiknya ikut sakit. Jika diperiksa ke dokter atau ke laboratorium hasilnya semua baik-baik saja, namun realitasnya ia sangat lemah dan tidak mampu beraktivitas normal. Fisiknya ikut sakit, akibat psikis yang tersakiti.

Bagaimana dengan Bang Toyib? Ia sudah melanggar sangat banyak hal. Sebelum ia melanggar poin-poin perjanjian yang detail tersebut, bahkan ia sudah melanggar perjanjian dasar untuk mempergauli Romlah dengan cara mu’asyarah bil ma’ruf. Jelas Romlah tidak suka dan tidak senang diperlakukan seperti itu oleh Bang Toyib. Ditinggal dan ditelantarkan selama sepuluh tahun tanpa dinafkahi dan tanpa mendapat kejelasan berita sama sekali.

Janji yang diucapkan Bang Toyib pada saat akad nikah itu sedemikian sakral, namun ternyata dengan mudah diabaikan dan dilanggar begitu saja. Dampak dari pelanggaran ini sudah pasti sangat merugikan. Romlah dan kedua anaknya menjadi terzalimi, kehilangan kasih sayang, kehilangan figur suami dan ayah, kehilangan pasangan untuk berbagi dalam suka dan duka. Padahal menikah adalah untuk mendapatkan suasana sakinah mawadah wa rahmah, dengan kehidupan yang seperti itu tentu tidak mungkin bisa didapatkan.

Semoga Bang Toyib membaca tulisan ini, dan segera mengontak Romlah serta kedua anaknya. Kabarkan keberadaan dirimu, dan segera pulang menemui keluargamu. Lihatah betapa Romlah sangat setia menunggumu. Lihatlah kedua anakmu yang kini sudah beranjak remaja dan butuh bimbingan serta kasih sayangmu. Segera minta maaf kepada Romlah dan kedua anakmu, karena engkau telah melanggar sejumlah perjanjian shighat taklik. Maka engkau harus mengobati luka hati keluargamu. Rawat dan dampingi keluargamu. Jangan pernah tinggalkan mereka lagi.

Baca postingan kisah Bang Toyib sebelumnya di akun Kompasiana saya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun