Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Saatnya Menikah Lagi

22 Mei 2014   13:08 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:15 5218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1400713498855230922

Dalam dunia pendidilkan dikenal prinsip “semua anak itu cerdas”, sebuah prinsip yang membuat para orang tua dan guru tidak membeda-bedakan serta tidak membanding-bandingkan satu anak dengan anak lainnya. Kecerdasan setiap anak berbeda-beda, sehingga tidak bisa dibandingkan begitu saja antara mereka. Ketika seorang anak mendapatkan nilai 10 pada pelajaran matematika dan anak lain mendapatkan nilai 6, itu hanya menunjukkan kecerdasan satu bidang saja, yaitu matematika. Tidak bisa digunakan untuk menilai kecerdasan secara umum.

Bisa jadi seorang anak menonjol dan cerdas dalam bidang seni, dan tidak memiliki kecerdasan di bidang lain. Anak lainnya cerdas dalam bidang bahasa, ada yang cerdas dalam matematika, ada yang cerdas dalam olah raga, ada yang cerdas dalam sastra, dan lain sebagainya. Bagaimana bisa membandingkan kecerdasan yang berbeda-beda seperti ini? Mereka semua istimewa, namun memiliki letak keistimewaan yang berbeda. Istimewa pada bidangnya masing-masing.

Demikian pula dalam kehidupan keluarga, semua orang itu istimewa, dengan keistimewaan yang berbeda-beda. Istri pertama memiliki keistimewaan yang sudah dimengerti dan dirasakan oleh suami, hal ini tidak bisa digunakan sebagai parameter dan tolok ukur untuk menilai istri kedua. Seolah istri kedua harus seperti istri pertama, dan apabila tidak bisa seperti istri pertama dianggap tidak istimewa.

Demikian pula jika terjadi kondisi sebaliknya. Misalnya seorang duda yang menikah lagi dengan istri baru, lalu ia merasa istri kedua sangat istimewa dibandingkan istri pertama yang sudah meninggal atau sudah bercerai dari dirinya. Seakan-akan istri pertama tidak memiliki keistimewaan apapun, seakan-akan istri pertama tidak memiliki kebaikan apapun. Penilaian seperti ini tentu tidak adil, dan tidak pada tempatnya.

Sebenarnyalah semua orang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Tidak ada manusia sempurna, tidak manusia tanpa cela. Maka sikap positif yang harus kita kembangkan adalah fokus melihat sisi kebaikan pasangan, jangan sibuk mencari-cari kekurangan serta kelemahan pasangan. Toh dirinya pun memiliki banyak kekurangan dan kelemahan, lalu bagaimana menuntut kesempurnaan pasangan?

Fokus saja melihat kebaikan dan kelebihannya, bukan pada kekurangan dan kelemahannya. Insyaallah anda akan selalu bahagia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun