[caption id="" align="aligncenter" width="392" caption="Keceriaan Anak - Anak (sumber: www.amgclinic.com)"][/caption]
Hari anak Internasional yang diperingati hari ini, 1 Juni 2014 patut dijadikan refleksi bagi kita semua untuk memberikan hal yang mendidik bagi anak – anak Indonesia. Tidak lain karena anak Indonesia adalah tunas bangsa yangakan meneruskan asa perjuangan negeri ini. Bagaimana nasib bangsa ketika putera terbaiknya kelak tidak punya moralitas yang mampu membangun bangsa ini menuju kea rah yang lebih baik. Meminjam terminologi dari visi – misi salah satu Capres Jokowi “Revolusi Mental” yang bagi saya tidak bisa diberikan kepada masyarakat hari ini, tetapi bisa diberikan kepada putra – putri bangsa dalam hal ini anak – anak Indonesia.
Bercermin dari realitas terjadi hari ini, bagaimana moralitas bangsa khususnya anak – anak negeri sungguh ironis. Kasus yang baru – baru ini terjadi bagaimana seorang anak yang belum dewasa sudah bisa dan mampu menganiaya teman bermainnya hingga sampai meninggal dunia. Kasus lain berbicara, sorang anak yang belum cukup dewasa melakukan tindakan asusila sebagai akibat dari arus teknnologi informasi yang tidak terfilter dengan baik.
Berangkat dari realitas di atas, peran keluarga dan lingkungan menjadi sangat penting dalam hal ini. Keluarga wajib memberikan edukasi sesuai dengan proporsinya kepada anak – anak banga. Dari lingkungan keluarga lah awal kali moralitas anak bangsa di bentuk. Dari lingkungan keluargalah anak bangsa membangun pribadi berkarakter yang mampu mengikuti arus globalisasi. Dan lewat lingkungan sekitarlah anak Indonesia belajar bersosialisasi sesuai dengan norma – norma dan aturan yang berlaku.
Selain berasal dari keluarga dan lingkungan sekitarnya, faktor determinan yang mempengaruhi pribadi anak Indonesia adalah teknologi informasi yang semakin merajalela. Disinilah peran keluarga dan lingkungan sebagai pendidik bagi anak Indonesia diperlukan untuk membentuk pribadi anak Indonesia yang berkarakter dan kuat. Filterisasi arus informasi menjadi penting dikedepankan dalam hal pendidkan dini anak Indonesia.
Realitas di atas bukan sebuah pepesan kosong belaka. Media informasi, dalam hal ini televisi saat ini menjelma menjadi virus yang mengerikan bagi anak Indonesia. Kita bisa mneyaksikan bersama, bagaimana acara – acara televisi terutama di jam tayang potensial bagi anak – anak untuk menontonya menjadi momok bagi anak Indonesia. Acara – acara seperti sinetron dengan tokoh anak – anak kecil seringkali memberikan suguhan yang tidak mendidik, malah terkesan memberikan pelajaran yang pragmatis terhadap anak Indonesia.
Disisi lain, tontonan yang di khususkan untuk anak pun juga tidak ada unsur edukasinya. Tontonan seperti spongebob dan film kartun lainnya lebih banyak menonjolkan hal – hal yang mengajari anak Indonesia berbuat negatif, kadang unsur kekerasan baik bertindak maupun berucap lebih dikedepankan. Kita lihat tontonan untuk anak – anak di hari minggu pagi. Film kartun anak – anak di dominasi dengan film yang bercerita tentang kekerasan, permusuhan dan sebagainya. Di sore hari yang di tayangkan hampir tiap hari spongebob bagaimana salah satu tokoh, seperti Mr. Crapp menonjolkan sifat pragmatismenya.
Hampir di semua tontonan untuk anak – anak Indonesia hari ini tanpa suguhan yang mengedukasi. Tanpa peran keluarga dalam proses bimbingannya sudah tentu tontonan tersebut akan membentuk pribadi anak Indonesia yang amoralitas. Sudah saatnya pemerintah dengan tegas mengkontrol tontonan dan suguhan televisi yang lebih mendidik untuk anak Indonesia. Di hari anak Internasional ini sudah saatnya kita bekerjasama semua dalam memberikan suguhan yang mengedukasi bagi anak – anak Indonesia. Selamat Hari Anak Internasional.
Jember, 1 Juni 2014
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI