Dalam kehidupan sosial dan budaya masyarakat Indonesia, keberadaan aset publik seharusnya menjadi penopang kesejahteraan dan pembangunan berkelanjutan. Namun, pada kenyataannya, tidak sedikit aset publik yang disalahgunakan, bahkan dialihfungsikan demi kepentingan pribadi atau kelompok. Fenomena ini bukan hanya masalah hukum, tetapi juga menggambarkan krisis etika dalam pengelolaan sumber daya bersama.
Apa Itu Aset Publik?
Aset publik mencakup segala bentuk kekayaan yang dikelola oleh negara atau pemerintah daerah untuk kepentingan umum. Ini bisa berupa tanah, bangunan, fasilitas pendidikan, infrastruktur jalan, hingga aset digital. Namun, ketiadaan transparansi dan lemahnya sistem pengawasan membuat aset-aset ini rentan disalahgunakan.
Dalam laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ditemukan bahwa banyak aset negara yang tidak tercatat dengan baik, bahkan tidak diketahui keberadaannya (BPK RI, 2022). Ketidaktertiban administrasi ini membuka peluang besar bagi penyimpangan.
Penyalahgunaan Aset sebagai Fenomena Sosial
Penyalahgunaan aset bukan sekadar tindak pidana korupsi atau penyelewengan administratif, tetapi telah menjadi bagian dari budaya sosial yang permisif terhadap pelanggaran. Dalam konteks budaya sosial Indonesia yang mengedepankan relasi kekeluargaan dan patronase, praktik penyalahgunaan aset sering dibungkus dengan narasi "kebaikan" atau "hak istimewa."
Menurut Haryatmoko (2016), budaya korupsi dan penyelewengan tumbuh subur dalam sistem sosial yang membiarkan praktik tidak etis berlangsung tanpa sanksi sosial yang tegas. Ini memperlihatkan bagaimana norma sosial gagal menekan tindakan penyalahgunaan aset.
Dampaknya terhadap Masyarakat
Ketika aset publik disalahgunakan, dampaknya langsung terasa pada pelayanan publik. Contohnya, alih fungsi lahan sekolah menjadi kompleks komersial membuat anak-anak kehilangan hak atas pendidikan yang layak. Atau ketika tanah milik desa dijadikan lahan parkir pribadi oleh pejabat setempat, warga kehilangan akses atas ruang bersama.
Fenomena ini memperlihatkan bagaimana penyalahgunaan aset memperkuat ketimpangan sosial. Sumber daya yang seharusnya dinikmati bersama justru menjadi sumber kekayaan segelintir pihak.
Upaya Mengatasi: Edukasi dan Partisipasi Publik
Mengatasi penyalahgunaan aset tidak cukup hanya dengan penegakan hukum. Harus ada upaya edukasi publik mengenai pentingnya aset negara bagi kehidupan bersama. Selain itu, masyarakat juga perlu didorong untuk ikut serta dalam pengawasan, melalui mekanisme seperti Musrenbang, Laporan Kinerja Pemerintah Daerah, dan pengaduan online.
Sebagai contoh, program Open Government yang didorong oleh Kementerian PAN-RB mendorong transparansi dan partisipasi warga dalam pengelolaan aset dan layanan publik (KemenPAN-RB, 2023).
Penutup
Penyalahgunaan aset adalah refleksi dari lemahnya tata kelola dan etika sosial. Untuk mengatasinya, kita butuh bukan hanya reformasi kelembagaan, tetapi juga reformasi budaya: membangun kesadaran bahwa aset publik adalah milik bersama, bukan warisan kekuasaan.
Referensi
BPK RI. (2022). Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2022. https://www.bpk.go.id
Haryatmoko. (2016). Etika Politik dan Kekuasaan. PT Gramedia.
Kementerian PAN-RB. (2023). Open Government Indonesia Report. https://ogpindonesia.org
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI