Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Guru Dituntut Harus Sehebat Mungkin, tapi Harus Menerima Kesejahteraan Serendah Mungkin

30 Januari 2021   21:30 Diperbarui: 30 Januari 2021   21:32 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi guru. Foto: KOMPAS.com

Bukan hanya tentang uang, terkadang pembahasan tentang guru itu juga cukup sensitif. Iya, begitulah kenyataannya. Kenyataan bahwa kereta pendidikan tidak akan berjalan di rel kalau tidak ada guru sebagai pendorong utamanya. Jadi, saban hari eksistensi guru terus tersorot.

Sandingan yang dijadikan oleh pemerintah dan para pengamat pendidikan tentang guru adalah kualitas pelajar Indonesia. Ketika para generasi penerus bangsa dianggap masih kurang terampil, mulailah tuntutan agar SDM guru harus unggul, harus hebat, juga harus terampil.

Lucu! Terkadang hal tersebut agak lucu. Terang saja, di satu sisi guru dituntut harus begini dan begitu, tapi di sisi lain pemerintah menjadikan guru sebagai sumber harapan utama negeri. Ya, kalau harapannya tinggi, bukankah kesejahteraannya juga perlu disesuaikan?

Sayangnya, permasalahan kesejahteraan guru adalah masalah lama yang terus menjadi baru. Sebagian besar gaji guru belum cukup untuk menjadikan mereka hidup layak. Jangankan guru yang sudah menikah, guru yang masih single saja rawan kesusahan membeli seliter BBM.

Tidak sedikit guru yang harus merangkap banyak pekerjaan demi mencukupi kebutuhan hidupnya. Gaji guru honorer, terlebih lagi di sekolah negeri, ya, berapalah. Bahkan aku sendiri pula sudah merasakan betul bahwa gaji guru saja tidak bakal cukup untuk jajan.

Dulu (2018), di awal-awal mengajar sebagai guru honorer, gajiku hanya Rp260.000, hasil dari 13 jam mengajar dalam seminggu. Lucunya lagi, hitungan gaji tersebut adalah sebulan dengan ketentuan satu jam mengajar senilai Rp20.000.

Gara-gara itu, aku mau tidak mau harus buka bimbel di rumah, mengajar ngaji di sore hari, hingga mengajar private pada malam harinya. Capek, kan? Membayangkannya saja sudah capek. Tapi, ya, itulah dunia. Bahwa dunia adalah tempatnya capek.

Belum selesai, walaupun mengajar dengan gaji "seadanya", seorang guru juga dituntut agar menjadi pendidik yang hebat. Bagaimana tidak hebat, ketuntasan minimal yang ditetapkan sekolah terkadang begitu tinggi. Bukan 65 lagi, melainkan 70.

Kalau KKM rendah, ya, kasihan sekolahnya. Mungkin dahulunya sekolah tersebut sudah terkenal dan menebar iming-iming yang "wah" kepada wali murid. Toh, sekolah tidak bakal mau membuat "pelanggannya" kecewa, kan?

Orangtua terkadang sampai rela bayar uang gedung sekolah hingga berjuta-juta, bahkan dulu ada SPP-nya. Tapi bayaran guru honorer? Aduhai!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun